Find Us On Social Media :

Mengenang “Indonesia Raya” Dari Pasar Baru

By Tjahjo Widyasmoro, Kamis, 2 November 2023 | 16:25 WIB

Para peserta acara Plesiran Tempo Doeloe (PTD) berpose di depan Toko Sutra Putih di Pasar Baru yang sebagian bangunannya masih berupa peninggalan bangunan zaman dahulu.

Intisari-Online.com - Di zaman kiwari, kita mengenal lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dalam aransemen yang resmi. Resmi artinya lagu hasil aransemen komponis asal Belanda, Jos Cleber. Aransemen ini oleh Peraturan Pemerintah nomor 44 tahun 1958 dinyatakan tidak boleh diubah-ubah lagi.

Tak banyak yang tahu, pada awal masa kelahirannya dulu, “Indonesia Raya” sebenarnya pernah hadir dalam beragam versi. Salah satunya langgam keroncong. Bukan cuma aransemennya saja yang terasa unik. Kisah di balik rekaman lagu itu juga jadi cerita menarik.

Untuk mengenang lebih dekat perjalanan lagu Indonesia dalam langgam keroncong, komunitas Sahabat Museum bekerja sama dengan Majalah Intisari kembali menggelar Plesiran Tempo Doeloe (PTD) Minggu (29/10). PTD ke-187 kalinya ini diikuti 29 peserta dan menelusuri kawasan di sekitar Pasar Baru, Jakarta Pusat.

Pasar Baru? Lagi-lagi tak banyak yang menyadari, keberadaan lagu Indonesia Raya sesungguhnya erat kaitannya dengan kawasan pertokoan yang dibangun oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1820 ini. Dari pusat perdagangan inilah, lagu kebangsaan itu menyebar dan dikenal masyarakat luas dalam bentuk rekaman.

Seperti biasa, PTD diawali dengan penjelasan latar belakang pendirian “Passer Baroe” yang dibangun untuk melayani penduduk di kawasan Rijswijk atau sekarang dikenal sebagai Jalan Veteran.

Pasar Baru beda dengan pasar-pasar “lama” saat itu, seperti Pasar Senen atau Pasar Tanah Abang. Pasar-pasar lama terbentuk karena pertemuan antar-petani dari kawasan yang berbeda. Tak heran lokasi pasar selalu di persimpangan jalan.  

“Sedangkan Pasar Baru adalah pasar yang sengaja dibangun pemerintah, karena itu disebut ‘baru’,” tutur Nadia Purwestri, narasumber PTD dari Pusat Dokumentasi Arsitektur.

Di tengah cuaca yang terasa cukup menyengat, peserta PTD diajak mengenal beberapa bangunan yang identik dengan Pasar Baru. Antara lain bekas Toko Kompak, kini Toko Sutra Putih, Gedung Antara, bekas ruko lama tempat toko olahraga Kuck, bekas rumah Tio Tek Hong, dan bekas Toko Tio Tek Hong.

Sayangnya, tak semua bangunan dalam kondisi baik. Seperti Toko Kompak yang ternyata sudah tidak terawat, sejak kosong beberapa tahun terakhir. Bangunan ruko asli bergaya Tionghoa yang konon sudah berdiri sejak tahun 1800 (lebih awal dari Pasar Baru) terlihat rusak di beberapa bagian.

Toko Kompak ketika masih bernama Sin Siong Bouw pernah jadi kediaman Mayor Tio Tek Ho (1857-1908) satu dari lima Mayor Cina di Batavia. “Di depan jadi toko, sedangkan di belakang ada rumah tempat tinggal. Sama dengan konsep ruko sekarang ini,” terang Ade Purnama, narasumber dari Sahabat Museum.

Perjalanan menelusuri Jalan Antara juga cukup menarik, karena ada beberapa bangunan lama yang masih bertahan. Antara lain gedung Antara serta sebuah ruko lama di ujung jalan pertemuan dengan Jalan Pintu Air.

Gedung Antara yang saat ini sedang direnovasi, di masa lalu juga merupakan gedung dari kantor berita Algemeen Niews en Telegraaf Agentschaap (Aneta). Berita tentang Proklamasi Kemerdekaan RI, menyebar melalui saluran Radio Domei yang ada di gedung ini.