Find Us On Social Media :

5 Tradisi Kampung Pulo, Termasuk Larangan Menambah Jumlah Bangunan

By Ade S, Kamis, 2 November 2023 | 13:03 WIB

Kampung Pulo merupakan kampung adat di kompleks Candi Cangkuang, Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Sabtu (13/1/2018). Simak tradisi Kampung Pulo Situ Cangkuang yang unik dan menarik. Termasuk larangan menambah atau mengurangi jumlah bangunan.

Intisari-Online.com - Apakah Anda pernah mendengar tentang Kampung Pulo Situ Cangkuang?

Kampung ini memiliki tradisi yang sangat khas dan berbeda dari kampung-kampung lain di Indonesia.

Tradisi-tradisi Kampung Pulo ini berasal dari sejarah dan budaya yang melekat di kampung ini, yang merupakan peninggalan dari zaman Hindu dan Islam.

Ingin tahu apa saja tradisi Kampung Pulo yang menarik untuk diketahui? Simak artikel berikut ini.

Sejarah Kampung Pulo

Seperti dilansir dari Kompas.com, Kampung Pulo Situ Cangkuang adalah sebuah kampung yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang unik.

Warga kampung ini dulunya beragama Hindu, namun kemudian beralih ke Islam setelah kedatangan seorang ulama bernama Embah Dalem Arif Muhammad.

Walaupun sudah masuk Islam, warga kampung ini masih menjaga tradisi-tradisi Hindu yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.

Embah Dalem Arif Muhammad meninggal dan dimakamkan di kampung ini, dan memiliki 6 orang anak, yaitu 5 perempuan dan 1 laki-laki.

Anak-anaknya kemudian mendirikan 6 rumah adat yang menjadi ciri khas kampung ini.

Rumah-rumah adat ini berhadapan satu sama lain, 3 di sebelah kiri dan 3 di sebelah kanan.

Baca Juga: Bagaimana Caranya Agar Pancasila Bisa Menjadi Pegangan untuk Berkolaborasi dengan Tradisi atau Budaya dari Bangsa Lain?

Di tengah-tengah kampung, terdapat sebuah masjid yang menjadi tempat ibadah dan pusat kegiatan warga.

Kampung Pulo Situ Cangkuang juga memiliki candi yang merupakan peninggalan zaman Hindu.

Candi ini diperkirakan berasal dari abad ke-8 Masehi, dan merupakan salah satu candi tertua di Jawa Barat.

Candi ini memiliki arsitektur yang sederhana, dengan bentuk segi empat dan tinggi sekitar 3 meter.

Di dalam candi, terdapat arca Siwa yang duduk bersila.

Candi ini menjadi salah satu daya tarik wisatawan yang ingin melihat kekayaan budaya dan sejarah kampung ini.

Tradisi Kampung Pulo

Kampung Pulo Situ Cangkuang memiliki aturan-aturan khusus yang harus diikuti oleh warga yang tinggal di sana.

Aturan-aturan ini disebut Pacaduan, yang berarti larangan atau tabu.

Pacaduan ini berasal dari ajaran Embah Dalem Arif Muhammad, seorang ulama yang membawa Islam ke kampung ini.

Melansir kemdikbud.go.id, pacaduan ini antara lain:

Baca Juga: Cara Apa yang Bisa Ditempuh Agar Tantangan dalam Upaya Melestarikan Tradisi Lokal Bisa Diatasi?

1. Dilarang memukul Goong, yaitu alat musik berupa gong besar yang biasa digunakan dalam upacara keagamaan Hindu.

Hal ini untuk menghormati agama Hindu yang pernah dianut oleh warga kampung sebelum masuk Islam.

2. Dilarang membuat rumah dengan atap Jure, yaitu atap yang berbentuk melengkung seperti perahu terbalik.

Hal ini karena atap Jure dianggap sebagai simbol kemewahan dan kesombongan, yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam.

3. Dilarang memelihara hewan ternak besar berkaki empat di Kampung Pulo, seperti sapi, kerbau, atau kuda.

Hal ini karena hewan-hewan tersebut dapat mencemari lingkungan kampung dan membutuhkan lahan yang luas untuk dipelihara.

Selain itu, hal ini juga untuk menghargai agama Hindu yang menganggap sapi sebagai hewan suci.

4. Dilarang menambah atau mengurangi jumlah bangunan di Kampung Pulo, dan jumlah penghuni Kampung Pulo tidak boleh lebih dari enam kepala keluarga.

Hal ini karena jumlah bangunan dan penghuni Kampung Pulo harus sesuai dengan jumlah anak Embah Dalem Arif Muhammad, yaitu enam orang.

Jika ada anak dari salah satu keluarga yang menikah, maka ia harus pindah dari Kampung Pulo.

Ia hanya bisa kembali ke Kampung Pulo jika orang tuanya meninggal.

Hak tinggal di Kampung Pulo diberikan kepada garis keturunan perempuan.

5. Dilarang berziarah ke makam Embah Dalem Arif Muhammad pada hari Rabu.

Hal ini karena hari Rabu adalah hari yang disucikan oleh Embah Dalem Arif Muhammad untuk belajar dan mengajarkan agama Islam.

Jika ada yang melanggar larangan ini, diyakini akan mendapat bencana atau malapetaka.

Itulah 5 tradisi Kampung Pulo yang menunjukkan keunikan dan kekayaan budaya kampung ini. Jika Anda tertarik untuk berkunjung ke Kampung Pulo Situ Cangkuang, jangan lupa untuk menghormati dan mengikuti tradisi Kampung Pulo yang ada di sana.

Kisah #MencariIndonesia #KitaDigdaya merupakan bagian tema histori, biografi, dan tradisi untuk perayaan 60 tahun Intisari.

Baca Juga: Apa Tantangan yang Dihadapi oleh Generasi Muda dalam Upayanya Melestarikan Tradisi Lokal?