Putusan MK Soal Batas Usia Cawapres, Apakah Ancaman atau Peluang bagi Demokrasi?

Afif Khoirul M

Penulis

Gibran Rakabuming Raka saat berbicara dalam acara Banteng Muda Indonesia (BMI) di kawasan Matraman, Jakarta Timur, Minggu (10/11/2019). Apakah pertumbuhan ekonomi Solo benar-benar paling tinggi di Indonesia? Simak fakta dan data yang membuktikan klaim Gibran Rakabuming Raka.

Intisari-online.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus batas usia minimal 35 tahun bagi calon wakil presiden (cawapres) telah menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat.

Putusan ini dianggap sebagai peluang bagi Gibran Rakabuming, putra sulung Presiden Joko Widodo, untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Namun, putusan ini juga dipandang sebagai ancaman bagi demokrasi di Indonesia, yang rentan terhadap praktik politik dinasti, penyalahgunaan wewenang, dan kualitas pemimpin yang rendah.

Politik dinasti adalah fenomena di mana anggota keluarga atau kerabat dekat dari pemimpin politik mengikuti jejaknya dalam berkarier politik.

Politik dinasti dapat mengurangi kompetisi politik, menghambat regenerasi pemimpin, dan menimbulkan nepotisme dan korupsi.

Politik dinasti juga dapat mengancam prinsip-prinsip demokrasi, seperti kedaulatan rakyat, kesetaraan hak, dan kebebasan berpendapat.

Indonesia telah mengalami beberapa kasus politik dinasti, baik di tingkat nasional maupun daerah.

Salah satu contohnya adalah keluarga Cendana, yang didominasi oleh mantan Presiden Soeharto dan anak-anaknya.

Keluarga Cendana memiliki pengaruh besar dalam politik, ekonomi, dan militer selama era Orde Baru.

Meskipun rezim Soeharto telah runtuh sejak 1998, keluarga Cendana masih berusaha untuk kembali ke panggung politik melalui berbagai partai dan organisasi.

Kasus lainnya adalah keluarga Megawati Soekarnoputri, putri dari Presiden pertama Indonesia, Soekarno.

Baca Juga: Mengungkap Keberuntungan Gibran Rakabuming Menjadi Cawapres Menurut Ramalan Primbon Jawa

Megawati pernah menjabat sebagai Presiden ke-5 Indonesia dari 2001 hingga 2004.

Saat ini, ia masih menjadi ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), partai terbesar di parlemen.

Megawati juga telah menempatkan putrinya, Puan Maharani, sebagai Ketua DPR RI periode 2019-2024.

Terbaru, muncul spekulasi bahwa Gibran Rakabuming akan menjadi cawapres dari Prabowo Subianto, mantan rival ayahnya di Pilpres 2019.

Gibran sendiri saat ini menjabat sebagai Wali Kota Solo periode 2021-2026.

Ia berhasil memenangkan Pilkada Solo 2020 dengan perolehan suara sebesar 86,57 persen.

Gibran juga dikabarkan akan mendirikan partai baru bernama Partai Indonesia Raya (PIR), yang akan menjadi kendaraan politiknya di Pilpres 2024.

Putusan MK yang menghapus batas usia cawapres dapat memberi kesempatan bagi Gibran untuk maju sebagai cawapres.

Namun, putusan ini juga dapat membuka pintu bagi politik dinasti lainnya untuk masuk ke arena politik nasional.

Hal ini tentu akan berdampak negatif bagi demokrasi di Indonesia, yang membutuhkan pemimpin-pemimpin baru yang berkualitas, berintegritas, dan berkompeten.

Oleh karena itu, putusan MK harus disikapi dengan bijak oleh semua pihak.

Putusan MK bukanlah jaminan bahwa Gibran atau calon cawapres lainnya yang berusia di bawah 35 tahun akan lolos ke Pilpres 2024.

Mereka masih harus melewati proses seleksi yang ketat dari partai-partai politik dan masyarakat.

Masyarakat juga harus kritis dan cerdas dalam memilih pemimpin yang sesuai dengan aspirasi dan kepentingan mereka.

Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang menghargai hak-hak dasar manusia dan mengutamakan kepentingan umum.

Demokrasi bukanlah milik segelintir orang atau kelompok tertentu saja.

Demokrasi adalah milik kita semua.

Mari kita jaga dan kembangkan demokrasi di Indonesia dengan semangat reformasi dan gotong royong.

Artikel Terkait