Penulis
Ge
Intisari-online.com - Kerajaan Gelgel bermula dari pecahan Kerajaan Bali Kuno, yang juga dikenal sebagai Kerajaan Bedulu atau Kerajaan Warmadewa.
Kerajaan Bali Kuno berdiri sejak abad ke-9 hingga abad ke-13.
Pada masa jayanya, kerajaan ini menguasai seluruh Pulau Bali dan sebagian Lombok.
Kerajaan ini juga dikenal sebagai pusat kebudayaan dan agama Hindu-Buddha di Bali.
Pada tahun 1343, Kerajaan Bali Kuno jatuh ke tangan Kerajaan Majapahit, yang dipimpin oleh Raja Gajah Mada.
Penaklukan ini terjadi setelah Gajah Mada mengirimkan ekspedisi militer ke Bali untuk menumpas pemberontakan Raja Kertarajasa, putra Raja Kertanegara dari Singasari.
Dalam ekspedisi ini, Gajah Mada dibantu oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara yang kemudian menjadi pendiri Majapahit.
Setelah Bali ditaklukkan, Majapahit menunjuk Sri Kresna Kepakisan, keturunan seorang brahmana dari Kediri, sebagai penguasa Bali yang berkedudukan di Samprangan, Gianyar.
Sri Kresna Kepakisan berhasil mempersatukan kembali wilayah Bali yang sempat terpecah-pecah akibat penaklukan Majapahit.
Ia juga membangun hubungan baik dengan Majapahit dan mengirimkan upeti setiap tahunnya.
Awal Berdirinya
Baca Juga: Hubungan Dagang dan Diplomatik antara Kerajaan Melayu dan Cina pada Abad ke-5 hingga ke-7:
Sri Kresna Kepakisan digantikan oleh putranya yang bernama Dalem Hile pada tahun 1383.
Namun, Dalem Hile ternyata bukan pemimpin yang cakap.
Ia sering berselisih dengan para menterinya dan tidak mampu menjaga stabilitas kerajaannya.
Para menteri kemudian meminta adik raja, Ida I Dewa Ketut Angulesir untuk mendirikan pusat pemerintahan baru di Gelgel.
Gelgel adalah sebuah desa di Kabupaten Klungkung, Bali.
Desa ini memiliki letak strategis karena berada di jalur perdagangan antara Jawa dan Lombok.
Desa ini juga memiliki sumber air yang melimpah dan tanah yang subur.
Ida I Dewa Ketut Angulesir kemudian membangun istana dan pura di desa ini sebagai pusat pemerintahan baru.
Sejak itu, Kerajaan Gelgel resmi berdiri pada tahun 1383, dengan Ida I Dewa Ketut Angulesir sebagai raja pertama yang bergelar Dalem Ketut Smara Kapakisan (1383-1458).
Pada awal pemerintahannya, raja sempat menghadap ke Majapahit untuk menyatakan kesetiaannya kepada Raja Hayam Wuruk.
Hal ini disebutkan dalam Kitab Negarakertagama, sebuah karya sastra yang menggambarkan sejarah dan wilayah Majapahit.
Baca Juga: Unsur-unsur yang Harus Dikuasai Agar Sebuah Kerajaan Mampu Menjadi Kerajaan Maritim
Hubungan dengan Majapahit
Kerajaan Gelgel memiliki hubungan yang baik dengan Majapahit selama masa pemerintahan Dalem Ketut Smara Kapakisan.
Raja ini mengirimkan upeti secara teratur kepada Majapahit dan mengikuti arahan-arahan dari pusat pemerintahan di Jawa Timur.
Raja ini juga mendukung upaya-upaya Majapahit untuk menyebarluaskan agama Hindu-Buddha di nusantara.
Salah satu bukti hubungan baik antara Gelgel dan Majapahit adalah kisah Dang Hyang Nirartha, seorang pendeta Hindu yang berasal dari Majapahit.
Dang Hyang Nirartha datang ke Bali pada tahun 1489 atas perintah Raja Brawijaya V, raja terakhir Majapahit.
Ia bertugas untuk mengajarkan ajaran Hindu-Buddha kepada rakyat Bali dan membangun pura-pura di berbagai tempat.
Dang Hyang Nirartha disambut dengan hormat oleh Dalem Waturenggong, raja kedua Gelgel yang menggantikan Dalem Ketut Smara Kapakisan pada tahun 1458.
Dalem Waturenggong memberikan perlindungan dan fasilitas kepada Dang Hyang Nirartha untuk menjalankan tugasnya.
Dang Hyang Nirartha kemudian menjadi guru spiritual bagi raja dan rakyat Gelgel.
Dalam perjalanannya di Bali, Dang Hyang Nirartha membangun banyak pura yang menjadi tempat ibadah dan pusat kebudayaan Hindu.
Beberapa pura yang dibangun oleh Dang Hyang Nirartha adalah Pura Tanah Lot, Pura Uluwatu, Pura Rambut Siwi, Pura Luhur Batukaru, dan Pura Luhur Pakendungan.
Dang Hyang Nirartha juga mengembangkan ajaran Hindu-Buddha yang sesuai dengan kondisi sosial dan budaya Bali.