Penulis
Intisari-online.com - Kerajaan Pajajaran adalah salah satu kerajaan besar di Jawa Barat yang berdiri sejak abad ke-10 hingga abad ke-16 Masehi.
Kerajaan ini memiliki pusat pemerintahan di Pakuan (sekarang Bogor), dan meliputi wilayah yang sekarang menjadi Provinsi Banten, Jakarta, Jawa Barat, dan sebagian Jawa Tengah.
Namun, bagaimana kisah awal mula berdirinya kerajaan ini? Siapa pendirinya?
Dan bagaimana perannya dalam sejarah Nusantara?
Sri Jayabhupati, Pendiri Kerajaan Pajajaran
Menurut sumber-sumber sejarah, seperti Prasasti Kawali, Prasasti Batutulis, dan Carita Parahyangan, kerajaan Pajajaran didirikan oleh seorang raja bernama Sri Jayabhupati.
Sri Jayabhupati adalah putra dari Rakeyan Jamri, raja Sunda yang berkuasa di Kawali (sekarang Ciamis).
Rakeyan Jamri sendiri adalah keturunan dari Tarusbawa, raja Sunda yang pertama kali disebutkan dalam Prasasti Kebon Kopi II.
Sri Jayabhupati naik tahta sebagai raja Sunda pada tahun 923 Masehi.
Pada masa pemerintahannya, ia berhasil mengakhiri konflik antara Sunda dan Galuh, dua kerajaan saudara yang saling bersaing sejak zaman Tarusbawa.
Ia menikahi putri Galuh, bernama Dewi Tejakencana, dan menggabungkan kedua kerajaan menjadi satu.
Ia juga memindahkan ibu kota kerajaannya dari Kawali ke Pakuan, yang lebih strategis dan subur.
Sri Jayabhupati dikenal sebagai raja yang bijaksana, adil, dan berwibawa.
Kemudian memperluas wilayah kekuasaannya hingga mencapai pantai utara dan selatan Jawa Barat.
Ia juga membangun banyak candi dan prasasti sebagai tanda kemakmuran dan keagamaannya.
Salah satu prasasti yang dibuat olehnya adalah Prasasti Kawali, yang berisi tentang silsilah raja-raja Sunda dan Galuh, serta tentang perdamaian antara kedua kerajaan tersebut.
Sri Baduga Maharaja, Penyatuan Kerajaan Pajajaran
Sri Jayabhupati meninggal pada tahun 952 Masehi, dan digantikan oleh putranya yang bernama Sri Wastu Kancana.
Sri Wastu Kancana melanjutkan kebijakan ayahnya dalam memperkuat kerajaan Sunda-Galuh.
Ia juga membangun beberapa candi dan prasasti, seperti Prasasti Batutulis dan Prasasti Ciburuy.
Namun, setelah Sri Wastu Kancana wafat pada tahun 1006 Masehi, kerajaan Sunda-Galuh mengalami kemunduran.
Beberapa daerah mulai memberontak dan melepaskan diri dari kekuasaan pusat.
Baca Juga: Kerajaan Ternate, Kerajaan Penghasil Rempah-Rempah yang Berpengaruh di Nusantara Timur
Selain itu, kerajaan ini juga mendapat ancaman dari kerajaan-kerajaan lain di Jawa, seperti Kediri dan Singhasari.
Pada abad ke-13 Masehi, muncul seorang raja yang berhasil menyatukan kembali kerajaan Sunda-Galuh.
Ia adalah Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.
Sri Baduga Maharaja adalah putra dari Rakeyan Niskala Wastu Kancana, raja Sunda yang berkuasa di Pakuan.
Kemudian Ia naik tahta pada tahun 1275 Masehi, dan mengubah nama kerajaannya menjadi Pajajaran.
Sri Baduga Maharaja dikenal sebagai raja yang gagah berani, cerdas, dan cinta damai.
Ia berhasil mengalahkan pemberontakan di beberapa daerah, seperti Banten, Cirebon, dan Sumedang.
Ia juga menjalin hubungan baik dengan kerajaan-kerajaan tetangga, seperti Majapahit, Sunda Kelapa, dan Samudra Pasai.
Bahkan menikahi putri Majapahit, bernama Dewi Naganingrum, sebagai tanda persahabatan antara kedua kerajaan.
Sri Baduga Maharaja juga memajukan bidang seni, budaya, dan agama di kerajaannya.
Ia membangun banyak candi dan prasasti, seperti Candi Jago, Candi Cangkuang, dan Prasasti Pasir Awi.
Juga menganut agama Hindu-Buddha, dan menghormati agama-agama lain yang berkembang di Nusantara, seperti Islam dan Kristen.
Sri Baduga Maharaja meninggal pada tahun 1304 Masehi, dan digantikan oleh putranya yang bernama Sri Niskala Wastu Kancana II.
Sri Niskala Wastu Kancana II melanjutkan kejayaan ayahnya dalam memimpin kerajaan Pajajaran.
Ia juga membangun beberapa candi dan prasasti, seperti Candi Batujaya dan Prasasti Sanghyang Tapak.