Find Us On Social Media :

Brigjen Soepardjo, Tokoh G30S Paling Tinggi Pangkat Militernya, Sempat Azan Sebelum Dieksekusi Mati

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 22 September 2023 | 15:07 WIB

Brigjen Soepardjo, salah satu tokoh Gerakan 30 September 1965, akhirnya berhasil ditangkap setelah hampir dua tahun buron.

Brigjen Soepardjo, salah satu tokoh Gerakan 30 September 1965, akhirnya berhasil ditangkap setelah hampir dua tahun buron.

Intisari-Online.com - Di antara tokoh-tokoh penting dalam Gerakan 30 September 1965, Brigjen Soepardjo adalah yang pangkat militernya paling tinggi.

Meski begitu, dalam gerakan tersebut, dia harus rida jadi bawahan Letkol Untung yang jabatan militernya dua level di bawahnya.

Soepardjo adalah seorang jenderal bintang satu yang mumpuni dan cerdik.

Itu terbukti dari seringnya dia lolos dari penangkapan operasi pembersihkan G30S sementara rekan-rekannya yang lain berhasil diringkus.

Termasuk Letkol Untung yang lebih dulu ditangkap dibanding dirinya.

Nama lengkapnya adalah Mustafa Sjarief Soepardjo, lahir 23 Maret 1923 di Gombong, Kebumen, Jawa Tengah.

Ketika peristiwa G30S terjadi, Soepardjo adalah Komandan TNI Divisi Kalimantan Barat.

Saat Operasi Dwikora Soepardjo menjabat sebagai Pangkopur-II yang memimpin Komando Tempur Dua di bawah KOLAGA saat operasi Ganyang Malaysia.

Kemampuan tempur Brigjen Soepardjo salah satunya diperoleh dari Sekolah Staf Tentara Pakistan di Quetta.

Tak hanya itu, dia juga mantan Komandan Resimen Divisi Siliwangi.

Sekitar tanggal 28 September 1965, Soepardjo terbang dari Kalimantan ke Jakarta dan terlibat dalam rapat-rapat penting menjelang G30S.

Soepardjo juga disebut sebagai sosok yang melaporkan penangkapan jenderal-jenderal kepada Soekarno.

Kita tahu, G30S gagal total, dan itu diakui sendiri oleh Soepardjo.

Dia bahkan menulis memoar soal alasan-alasan yang menyebabkan gagalnya gerakan tersebut dari sudut pandang militer.

Setelah bertahun-tahun jadi buron, berpindah dari tempat persembunyian satu ke tempat persembunyian yang lain, Soepardjo akhirnya tertangkap tepat di Hari Lebaran, 12 Januari 1967.

Ketika itu, Panglima Kodam V/Jaya Brigjen Amirmachmud menggelar Operasi Kalong, khusus untuk meringkus Soepardjo.

Operasi ini dipimpin oleh Kapten Cpm Suroso.

Personelnya terdiri atas anggota dari Kompi Raiders Kodam V Jaya yang dipersiapkan sebagai pasukan tempur.

Selain itu, kelompok pengintai di bawah pimpinan Pembantu Letnan M. Afandi bertugas mencari informasi persembunyian Soepardjo.

Operasi ini akhirnya mengendus persembunyikan Soepardjo di sebuah rumah di Kompleks KKO Cilincing, Jakarta Utara.

Pada 10 Januari 1967 tim Operasi Kalong segera menyerbu rumah di Cilincing itu, tapi Soepardjo sekali lagi berhasil lolos.

Dia menuju tempat persembunyian yang lain yang lokasinya tak jauh dari Lubang Buaya, di dekat Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Pagi hari menjelang subuh 12 Januari 1967, Tim Operasi Kalong bergerak ke arah Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma.

Pasukan memasuki komplek perumahan AURI pukul 05.00 WIB.

Dalam penggeledahan, Soepardjo berhasil ditangkap di loteng rumah Kopral Udara Sutardjo.

Soepardjo terpaksa turun dari loteng setelah seorang pasukan penangkap mengancam akan menembaknya.

Setelah sekitar tiga bulan dipenjara, Soepardjo akhirnya dieksekusi mati pada 18 Maret tahun itu juga.

Sebelum ditembak mati, Soepardjo sempat menyanyikan lagu Indonesia Raja dan mengumandangkan azan di selnya.