Penulis
Intisari-online.com - Pada tahun 1926, Partai Komunis Indonesia (PKI) melakukan pemberontakan bersenjata terhadap pemerintah kolonial Belanda di beberapa wilayah di Jawa dan Sumatera.
Pemberontakan ini merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia, tetapi juga merupakan salah satu kegagalan terbesar dalam sejarah PKI.
Mengapa pemberontakan ini gagal?
Peran Alimin dalam Pemberontakan PKI 1926
Alimin adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah PKI.
Ia lahir di Surabaya pada tahun 1898 dari keluarga kaya yang berhubungan baik dengan Belanda.
Bahkan pernah diangkat sebagai anak oleh seorang pejabat Belanda.
Kemudian belajar di sekolah-sekolah Belanda dan fasih berbahasa Belanda, Inggris, dan Prancis.
Ia juga aktif dalam organisasi-organisasi pemuda dan mahasiswa, seperti Jong Java dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI).
Alimin mulai tertarik dengan ide-ide komunis ketika ia berada di Belanda pada tahun 1919 untuk melanjutkan studinya.
Lalu bergabung dengan Partai Komunis Belanda (CPH) dan menjadi anggota Komintern, organisasi internasional komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet.
Ia juga bertemu dengan Tan Malaka, tokoh komunis Indonesia yang berpengaruh, dan menjadi muridnya.
Pada tahun 1923, Alimin kembali ke Indonesia dan bergabung dengan PKI.
Kemudian menjadi salah satu pemimpin PKI yang paling radikal dan militan.
Ia menentang kerjasama dengan partai-partai nasionalis lainnya, seperti Sarekat Islam (SI) dan Partai Nasional Indonesia (PNI), yang ia anggap terlalu moderat dan reformis.
Juga menentang kooperasi dengan pemerintah kolonial Belanda, yang ia anggap sebagai musuh utama rakyat Indonesia.
Alimin mendukung gagasan untuk melakukan pemberontakan bersenjata terhadap Belanda dengan mengandalkan kekuatan buruh dan tani.
Dia percaya bahwa Indonesia sudah matang untuk revolusi sosialis, meskipun kondisi ekonomi, politik, dan sosial belum mendukung.
Juga percaya bahwa Uni Soviet akan memberikan bantuan militer dan finansial kepada PKI jika pemberontakan berhasil.
Alimin ditunjuk sebagai pemimpin wilayah Jakarta untuk pemberontakan PKI 1926.
Lalu bertanggung jawab untuk merencanakan dan mengkoordinasikan aksi-aksi militer di wilayah tersebut.
Juga berkomunikasi dengan pemimpin-pemimpin PKI lainnya, seperti Musso, Semaun, Darsono, dan Amir Sjarifuddin.
Baca Juga: Mengungkap Peristiwa Perseteruan Masyumi dengan PKI, Hingga Dampaknya bagi Pemilu 1955
Namun, Alimin tidak bisa melaksanakan tugasnya dengan baik karena beberapa alasan.
Pertama, ia tidak memiliki pengalaman militer yang cukup.
Ia tidak tahu bagaimana melatih, membekali, dan memimpin pasukan-pasukan bersenjata.
Kedua, ia tidak memiliki koneksi yang baik dengan organisasi-organisasi massa yang menjadi basis PKI, seperti Serikat Islam Merah (SIM), Serikat Buruh Merah (SBM), dan Serikat Tani Merah (STM).
Ia tidak bisa menggerakkan massa untuk mendukung pemberontakan.
Ketiga, ia tidak memiliki koordinasi yang baik dengan pemimpin-pemimpin PKI lainnya.
Ia sering berselisih pendapat dengan Musso, pemimpin tertinggi PKI, tentang strategi dan taktik pemberontakan.
Ia juga tidak mendapat informasi yang akurat tentang situasi lapangan dari pemimpin-pemimpin wilayah lainnya.
Keempat, ia tidak memiliki dukungan yang cukup dari Komintern dan Uni Soviet.
Ia mengharapkan bantuan militer dan finansial dari mereka, tetapi yang ia dapatkan hanyalah saran-saran politik yang tidak sesuai dengan kondisi Indonesia.
Komintern dan Uni Soviet sendiri sedang menghadapi masalah-masalah internal dan eksternal yang mengganggu perhatian mereka terhadap pemberontakan PKI.
Kelima, ia tidak memiliki keberuntungan yang baik. Ia berangkat ke Singapura pada akhir Oktober 1926 untuk berunding dengan Tan Malaka
Tetapi tidak bisa kembali ke Indonesia karena pemberontakan sudah meletus lebih awal dari rencana. Ia ditangkap oleh polisi Inggris di Singapura dan diasingkan ke India.
Faktor-Faktor Lain yang Mempengaruhi Kegagalan Pemberontakan PKI 1926
Selain peran Alimin, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kegagalan pemberontakan PKI 1926.
Berikut adalah beberapa di antaranya:
Persiapan yang kurang matang*
PKI tidak memiliki rencana yang jelas dan rinci tentang tujuan, sasaran, waktu, tempat, dan cara pemberontakan.
PKI juga tidak memiliki persenjataan, perlengkapan, dan logistik yang memadai untuk menghadapi pasukan Belanda yang lebih kuat dan profesional.
PKI juga tidak memiliki intelijen yang efektif untuk mengantisipasi gerakan-gerakan musuh .
Reaksi pemerintah kolonial Belanda
Pemerintah kolonial Belanda mengetahui adanya rencana pemberontakan PKI sejak awal tahun 1926 melalui informan-informan mereka di dalam organisasi PKI.
Pemerintah kolonial Belanda segera mengambil langkah-langkah preventif dan represif untuk mencegah dan menumpas pemberontakan.
Pemerintah kolonial Belanda menangkap, mengeksekusi, mengasingkan, atau menginternir ribuan anggota dan simpatisan PKI.
Pemerintah kolonial Belanda juga melakukan operasi militer di wilayah-wilayah yang menjadi pusat pemberontakan, seperti Banten, Jawa Tengah, dan Sumatera Barat.
Sikap rakyat Indonesia terhadap komunisme Rakyat
Indonesia pada umumnya tidak mendukung ideologi komunis yang dibawa oleh PKI.
Rakyat Indonesia masih terikat dengan nilai-nilai agama, adat, dan nasionalisme yang bertentangan dengan komunisme.
Rakyat Indonesia juga tidak merasakan adanya penindasan kelas yang berat dari pemerintah kolonial Belanda, sehingga tidak merasa perlu untuk melakukan revolusi sosialis.
Rakyat Indonesia lebih memilih untuk bergabung dengan partai-partai nasionalis lainnya, seperti SI dan PNI, yang lebih moderat dan realistis dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.