Terkenal Sebagai Pemimpin Revolusioner, Sosok Ini Justru Berakhir Jadi Penantang Soekarno-Hatta

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Tokoh revolusioner Amir Syarifuddin.
Tokoh revolusioner Amir Syarifuddin.

Intisari-online.com - Amir Syarifuddin adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Indonesia.

Ia adalah seorang pemimpin revolusioner yang berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda dan Jepang.

Juga adalah seorang sosialis yang berani menantang kekuasaan Sukarno dan Hatta, dua tokoh nasionalis yang menjadi presiden dan wakil presiden pertama Indonesia.

Amir Syarifuddin lahir pada tahun 1907 di Bengkulu.

Ia belajar di sekolah-sekolah Belanda dan kemudian melanjutkan pendidikannya di Belanda, Jerman, dan Prancis.

Kemudian terlibat dalam gerakan mahasiswa Indonesia di Eropa dan bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1929.

Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1934 dan menjadi salah satu pemimpin PKI.

Ketika Jepang menduduki Indonesia pada tahun 1942, Amir Syarifuddin bergabung dengan gerakan perlawanan rakyat yang disebut PETA (Pembela Tanah Air).

Lalu menjadi komandan PETA di Jawa Barat dan memimpin pemberontakan melawan Jepang pada tahun 1944.

Ia ditangkap oleh Jepang dan dipenjara hingga akhir perang dunia kedua.

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Amir Syarifuddin menjadi salah satu anggota kabinet pertama yang dipimpin oleh Sukarno.

Baca Juga: Ramalan Jawa Kuno Ungkap Ciri-Ciri Presiden yang Akan Membangun Indonesia yang Adil dan Makmur di 2024

Ia menjabat sebagai menteri penerangan, menteri luar negeri, dan perdana menteri. Ia juga menjadi salah satu pendiri Front Demokrasi Rakyat (FDR), sebuah koalisi partai-partai sayap kiri yang mendukung sistem demokrasi parlementer.

Amir Syarifuddin memiliki pandangan politik yang berbeda dengan Sukarno dan Hatta, yang lebih condong ke arah nasionalisme dan kerjasama dengan Belanda.

Amir Syarifuddin menentang perjanjian Renville yang mengakui kedaulatan Belanda atas sebagian wilayah Indonesia.

Ia juga menolak konsep negara kesatuan yang diusulkan oleh Sukarno dan Hatta, dan lebih memilih sistem federal yang memberikan otonomi lebih kepada daerah-daerah.

Juga mendukung hubungan yang lebih dekat dengan Uni Soviet dan negara-negara komunis lainnya.

Pada tahun 1948, Amir Syarifuddin terlibat dalam pemberontakan PKI di Madiun, sebuah kota di Jawa Timur.

Pemberontakan ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintah Sukarno-Hatta dan mendirikan Republik Indonesia Sosialis.

Pemberontakan ini dipicu oleh ketidakpuasan PKI terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap mengkhianati cita-cita revolusi.

Namun, pemberontakan ini gagal karena tidak mendapat dukungan dari rakyat dan tentara.

Pemerintah Sukarno-Hatta menumpas pemberontakan ini dengan keras dan menangkap para pemimpinnya, termasuk Amir Syarifuddin.

Amir Syarifuddin diadili oleh pengadilan militer dan dihukum mati.

Baca Juga: Dituduh Berambisi Jadi Presiden Sosok Jenderal Ini Berani Gebrak Meja di Hadapan Presiden

Ia ditembak pada tanggal 19 Desember 1948 di Solo, bersama dengan dua rekannya, Musso dan Maruto Darusman.

Amir Syarifuddin meninggalkan warisan yang kompleks dan kontroversial dalam sejarah Indonesia.

Bagi sebagian orang, ia adalah seorang pejuang kemerdekaan yang berani dan berprinsip, yang mengorbankan hidupnya demi cita-cita sosialisme.

Bagi sebagian lain, ia adalah seorang pengkhianat yang membahayakan kedaulatan dan kesatuan Indonesia dengan bergabung dengan PKI.

Amir Syarifuddin adalah salah satu tokoh yang menunjukkan bahwa perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak hanya melibatkan satu aliran politik, tetapi juga berbagai aliran politik yang saling bersaing dan bertentangan.

Amir Syarifuddin adalah pemimpin revolusioner yang menantang Sukarno dan Hatta, tetapi juga menjadi korban dari konflik politik yang menghancurkan karir dan nyawanya.

Artikel Terkait