Penulis
Intisari-Online.com -Apakah Anda pernah bertanya-tanya mengapa Indonesia memiliki banyak candi yang megah, relief yang indah, dan wayang yang menarik?
Apakah Anda tahu bahwa semua itu adalah hasil dari pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha yang masuk ke Indonesia sejak abad ke-2?
Jika Anda ingin tahu bagaimana pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha pada sistem keagamaan, pemerintahan, sosial, dan seni budaya di Indonesia, maka artikel ini adalah untuk Anda.
Artikel ini akan membahas secara rinci tentang berbagai aspek yang dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu-Buddha, seperti sistem kasta, konsep devaraja, punden berundak, seni ukir, sastra, dan aksara.
Anda akan belajar banyak hal menarik dan menambah wawasan Anda tentang sejarah dan budaya Indonesia.
Sistem keagamaan
Salah satu dampak Hindu-Buddha di bidang agama adalah perubahan sistem kepercayaan masyarakat.
Sebelum ajaran Hindu-Buddha datang, masyarakat Indonesia telah meyakini adanya roh nenek moyang yang harus dipuja.
Ada dua jenis kepercayaan terhadap roh nenek moyang, yaitu animisme dan dinamisme.
Animisme adalah keyakinan bahwa benda-benda memiliki roh atau jiwa, sedangkan dinamisme adalah keyakinan bahwa ada benda-benda yang memiliki kekuatan khusus.
Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Hindu-Buddha dalam Pembukaan Lahan?
Masyarakat Indonesia, terutama pada masa prasejarah, mengikuti dua sistem kepercayaan ini dalam waktu yang lama sebelum akhirnya menerima ajaran Hindu-Buddha.
Meskipun demikian, masyarakat yang sudah beragama Hindu atau Buddha tidak meninggalkan kepercayaan mereka terhadap roh nenek moyang, karena mereka menganggap pemujaan sebagai hal yang suci.
Perbedaannya, masyarakat yang beragama Hindu akan memuja dewa-dewa, seperti Dewa Siwa, Dewa Wisnu, dan Dewa Brahma.
Sedangkan masyarakat yang beragama Buddha akan melakukan upacara pemujaan atau penyembahan kepada Sang Buddha.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengaruh Hindu-Buddha di Indonesia tidak menghapuskan kepercayaan asli masyarakat.
Hal ini juga terlihat dari cara masyarakat Indonesia memanfaatkan candi.
Bagi masyarakat India yang lebih dulu beragama Hindu-Buddha, candi digunakan sebagai tempat pemujaan.
Namun, bagi orang Indonesia, candi digunakan sebagai makam raja atau tempat menyimpan abu jenazah.
Di tempat penyimpanan abu tersebut kemudian dibangun sebuah patung raja yang dibuat mirip dengan dewa yang mereka sembah.
Sistem pemerintahan
Masuknyaajaran Hindu-Buddha membuatberbagai kerajaan yang berlandaskan ajaran Hindu-Buddha pun muncul di Indonesia.
Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha dalam Persebaran Penduduk di Indonesia?
Kerajaan Hindu pertama di Indonesia adalah Kerajaan Kutai, yang berada di Kalimantan Timur sejak abad ke-4.
Kerajaan ini menerapkan sistem pemerintahan Hindu yang disebut Devaraja atau raja sebagai dewa atau titisan dewa.
Sejak saat itu, para penguasa di Indonesia yang terpengaruh Hindu-Buddha mulai menggunakan gelar-gelar dalam bahasa Sanskerta.
Sistem pemerintahan ini berkaitan dengan konsep Chakravartin atau penguasa semesta dalam tradisi India.
Untuk menunjukkan kekuasaan raja, jika raja meninggal maka jenazahnya akan dibakar dan abunya akan disimpan di candi.
Dalam birokrasi kerajaan Hindu-Buddha, raja adalah penguasa tertinggi.
Di bawah raja ada jabatan-jabatan seperti Rakryan I Hino, Rakryan I Halu, dan Rakryan I Sirikan.
Jabatan-jabatan ini dijabat oleh putra raja atau yang disebut raja muda atau Yuwaraja.
Di bawah Yuwaraja ada jabatan Pamgat Timwan, yang bertugas mengurus keagamaan dan Upappatti yang bertugas mengurus peradilan.
Selain itu, ada 12 jabatan yang bertugas sebagai pelaksana pemerintahan di kotaraja atau pusat pemerintahan.
Ada juga pejabat-pejabat rendah yang terdiri dari kepala desa yang disebut dengan rama atau karaman.
Baca Juga: Bagaimana Pengaruh Kebudayaan Hindu-Buddha dalam Penggunaan Sumber Daya Alam?
Sistem ini kemudian menjadi umum di berbagai wilayah di Indonesia, bahkan setelah masuknya agama Islam pada abad ke-7.
Ketika Islam datang, wilayah-wilayah kerajaan di Nusantara tidak mengikuti sistem kekhilafahan seperti di negara Arab, tetapi tetap mempertahankan bentuk kerajaan dari masa Hindu-Buddha.
Sistem sosial
Dalam sistem sosial masyarakat Hindu-Buddha, peran dan fungsi sosial anggota masyarakat ditentukan berdasarkan tingkat derajatnya.
a. Brahmana
Tingkatan ini adalah tingkatan tertinggi dalam sistem sosial masyarakat Hindu-Buddha. Seseorang yang berada di tingkatan ini memiliki peran sebagai penasihat raja dan pendidik agama.
b. Kesatria
Tingkatan ini adalah tingkatan kedua dalam sistem sosial masyarakat Hindu-Buddha.
Seseorang yang berada di tingkatan ini memiliki peran sebagai penyelenggara dan penata sistem pemerintahan yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan kerajaan. Kesatria juga berperan sebagai pembela kerajaan, seperti pembantu raja dan tentara.
c. Waisya
Tingkatan ini adalah tingkatan ketiga dalam sistem sosial masyarakat Hindu-Buddha. Seseorang yang berada di tingkatan ini dikategorikan sebagai masyarakat biasa yang memiliki profesi, seperti pedagang, petani, nelayan, dan pelaku seni.
Baca Juga: Usaha-usaha Pembangunan yang Dilakukan Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan
d. Sudra
Tingkatan ini adalah tingkatan terendah dalam sistem sosial masyarakat Hindu-Buddha. Seseorang yang berada di tingkatan ini dikategorikan sebagai masyarakat yang memiliki derajat paling rendah.
Biasanya seseorang yang berada di tingkatan sudra, seperti pekerja rendah, buruh, budak, dan pembantu.
Sistem seni budaya
Candi di Indonesia merupakan hasil akulturasi antara budaya Hindu-Buddha dengan budaya Indonesia.
Unsur India terlihat pada bangunan yang megah, patung-patung dewa atau Buddha, dan bagian-bagian candi dan stupa.
Unsur Indonesia terlihat pada bentuk candi yang kebanyakan berupa punden berundak.
Punden berundak adalah bangunan yang sudah ada sejak masa praaksara, sebagai simbol alam semesta yang bertingkat-tingkat.
Tingkat paling atas adalah tempat tinggal nenek moyang. Punden berundak digunakan sebagai sarana khusus untuk memuja roh nenek moyang.
Pengaruh Hindu-Buddha juga membawa kemajuan dalam bidang seni rupa, seni pahat dan seni ukir. Hal ini terlihat pada relief atau seni ukir yang terdapat pada dinding candi.
Contohnya, relief yang ada pada dinding pagar langkan di Candi Borobudur berisi pahatan kisah Sang Buddha.
Di sekeliling Sang Buddha ada lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
Karya sastra yang berkembang dari Mahabarata dan Ramayana, melahirkan seni pertunjukan wayang kulit.
Cerita dan isi pertunjukan wayang banyak mengandung nilai-nilai yang bersifat mendidik.
Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari India, tetapi wayangnya asli dari Indonesia.
Selain itu ada juga tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokoh-tokoh punakawan seperti Semar, Gareng, Bagong dan Petruk.
Tokoh-tokoh ini tidak ada di India. Perkembangan sastra ini didukung oleh penggunaan Bahasa Sansekerta dan huruf-huruf India seperti Pallawa, Pranagari, dan Dewanagari.
Demikianlah artikel ini mengenai bagaimana pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha pada sistem keagamaan, pemerintahan, sosial, dan seni budaya di Indonesia. Semoga artikel ini bermanfaat dan memberikan Anda informasi yang berguna.
Baca Juga: Kehidupan Sosial Kerajaan Singasari, Memiliki Dua Kelas Utama