Inilah Faktor-faktor Kemunduran Kerajaan Aceh, Ada Peran Rusia?

Ade S

Penulis

Masjid Raya Baiturrahman peninggalan Kerajaan Aceh. Simak faktor-faktor kemunduran Kerajaan Aceh yang melibatkan konflik internal, invasi Belanda, dan campur tangan Rusia.

Intisari-Online.com -Kesultanan Aceh, salah satu kerajaan Islam yang berjaya di Nusantara, mengalami kemunduran dan keruntuhan pada abad ke-19 dan ke-20.

Apa saja yang menyebabkan kerajaan ini melemah dan runtuh? Bagaimana peran Rusia dalam sejarah Kesultanan Aceh?

Dalam artikel ini, kita akan membahas faktor-faktor kemunduran Kerajaan Aceh yang terdiri dari faktor internal dan eksternal.

Faktor internal

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi kemunduran Kesultanan Aceh adalah krisis kepemimpinan.

Sejak 1636 hingga 1870, Kesultanan Aceh mengalami konflik internal yang melibatkan banyak pihak.

Konflik ini baru berakhir ketika Sultan Mahmudsyah naik takhta pada 1870.

Namun, masa pemerintahannya tidak berlangsung lama, karena pada 1874 Belanda mulai menginvasi wilayah Kesultanan Aceh.

Selain krisis kepemimpinan, Kesultanan Aceh juga menghadapi perang saudara yang memecah belah rakyatnya.

Salah satu contoh perang saudara terjadi pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824).

Perang saudara ini melemahkan kekuatan militer dan ekonomi Kesultanan Aceh.

Baca Juga: Penjelasan Faktor-faktor yang Mengakibatkan Runtuhnya Kerajaan Aceh

Faktor eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi kemunduran dan keruntuhan Kesultanan Aceh adalah campur tangan Belanda.

Belanda memiliki ambisi untuk menguasai Selat Malaka dan Sumatera, termasuk Aceh. Untuk itu, Belanda mencari cara untuk menyingkirkan pengaruh Inggris di Sumatera.

Pada 1871, Belanda berhasil membuat Traktaat Sumatera dengan Inggris. Traktaat ini merupakan revisi dari Traktaat London yang dibuat pada 1824.

Dalam Traktaat London, Inggris memiliki hak untuk melindungi Aceh dari serangan bangsa lain.

Namun, dalam Traktaat Sumatera, Inggris menyerahkan hak tersebut kepada Belanda.

Dengan demikian, Belanda memiliki jalan bebas untuk menginvasi Aceh. Invasi pertama dilakukan pada Maret 1873, tetapi gagal.

Belanda kemudian melakukan invasi berikutnya pada 1883, 1892, dan 1893.

Saat terjadi invasi Belanda, Sultan Muhammad Daud Syah II mencoba meminta bantuan dari Rusia.

Dia meminta Rusia untuk memberikan status protektorat kepada Kesultanan Aceh pada 1879 dan 1898. Namun, permintaan ini ditolak oleh penguasa Rusia.

Belanda juga menggunakan strategi lain untuk menaklukkan Aceh. Pada 1896, Belanda menyelundupkan Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden ke Aceh.

Baca Juga: Di Bawah Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh Pun Bikin Repot Portugis

Snouck Hurgronje berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pejuang Aceh dan memberikan saran kepada Belanda.

Saran Snouck Hurgronje adalah merangkul para Uleebalang (kepala pemerintahan di dalam Kesultanan Aceh) dan kemudian menghabisinya.

Strategi ini berhasil membuat banyak Uleebalang berpihak kepada Belanda.

Akhirnya, pada 1903, Sultan Muhammad Daud Syah II menyerahkan diri kepada Belanda setelah keluarganya diculik oleh Belanda.

Setelah itu, beberapa pejuang Aceh lainnya juga menyerah kepada Belanda. Hal ini menandai runtuhnya Kesultanan Aceh dan kekuasaan Belanda di Aceh.

Demikianlah ulasan tentang faktor-faktor kemunduran Kerajaan Aceh yang melibatkan konflik internal, invasi Belanda, dan campur tangan Rusia. Kita dapat belajar dari sejarah bahwa kerajaan yang kuat pun dapat runtuh jika menghadapi masalah dari dalam dan luar.

Baca Juga: Faktor-faktor Yang Menyebabkan Kerajaan Aceh Mengalami Kemunduran Pada Abad Ke-17

Artikel Terkait