Pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh menyerang Portugis di Malaka.
Intisari-Online.com -Tak banyak kerajaan di Nusantara yang berani menyerang Portugis, dari yang sedikit itu salah satunya adalah Kerajaan Aceh.
Momen itu terjadi ketika Kerajaan Aceh dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda.
Ketika itu, Portugis tengah memonopoli perdagangan di Selat Malaka.
Kerajaan Aceh merupakan kerajaan Islam di Sumatera yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1496 M.
Ibu kota Kerajaan Aceh terletak di Kutaraja atau Banda Aceh (sekarang).
Kerajaan ini mencapai puncak kejayaanya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M).
Di bawah kekuasaannya, Aceh berhasil menaklukkan Pahang yang merupakan sumber timah utama dan melakukan penyerangan terhadap Portugis di Melaka.
Selain itu, kejayaan Aceh tidak lepas dari letak kerajaannya yang strategis, yaitu di dekat jalur pelayaran dan perdagangan internasional.
Sejarah Kerajaan Aceh Berdirinya Kerajaan Aceh bermula ketika kekuatan Barat telah tiba di Malaka.
Hal itu mendorong Sultan Ali Mughayat Syah untuk menyusun kekuatan dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil di bawah payung Kerajaan Aceh.
Untuk membangun kerajaan yang besar dan kokoh, Sultan Ali Mughayat Syah membentuk angkatan darat dan laut yang kuat.
Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kerajaan Aceh, yang isinya sebagai berikut.
1. Mencukupi kebutuhan sendiri, sehingga tidak bergantung pada pihak luar
2. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam di nusantara
3. Bersikap waspada terhadap negara Barat
4. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar
5. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh nusantara
Kehidupan politik Kerajaan Aceh sebelum dan sesudah pemerintahan Sultan Iskandar Muda sangat berbeda.
Pada periode awal, konsentrasi politik lebih tercurah untuk pembentukan kekuatan militer dalam upaya mempertahankan keberadaannya dari ancaman yang datang dari dalam ataupun luar.
Di samping itu, kekuatan militernya diperlukan untuk ekspansi ke daerah sekitar guna menambah wilayah kekuasaan.
Ketika Sultan Iskandar Muda berkuasa, ia tidak hanya melanjutkan kegiatan ekspansi wilayah seperti para pendahulunya.
Sultan Iskandar Muda juga berusaha menata rapi sistem politik dalam kerajaan.
Terutama yang berkaitan dengan konsolidasi dan peletakan pengawasan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasainya.
Setelah Sultan Iskandar Muda naik takhta, Kesultanan Aceh mengalami perkembangan pesat hingga mencapai puncak kejayaannya.
Di bawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda, Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas perdagangan.
Bahkan menjadi bandar transit yang menghubungkan dengan pedagang Islam di Barat.
Sultan Iskandar Muda juga meneruskan perjuangan Aceh dengan menyerang Portugis dan Kerajaan Johor di Semenanjung Malaya supaya bisa menguasai jalur perdagangan di Selat Malaka dan menguasai daerah-daerah penghasil lada.
Di samping itu, Kerajaan Aceh memiliki kekuasaan yang sangat luas, meliputi daerah Aru, Pahang, Kedah, Perlak, dan Indragiri.
Pada 1641, atau sepeninggal Sultan Iskandar Thani, Kerajaan Aceh mengalami kemunduran.
Faktor kejatuhan Kerajaan Aceh paling utama adalah adanya perebutan kekuasaan di antara para pewaris takhta.
Selain itu, kekuasaan Belanda di Pulau Sumatera dan Selat Malaka semakin menguat.
Pada masa pemerintahan raja terakhir Kerajaan Aceh, Belanda terus melancarkan perang terhadap Aceh.
Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke pangkuan kolonial Belanda.