Find Us On Social Media :

Kecewa Terhadap Angkatan Darat, Sosok Ini Putuskan Memberontak Dan Gabung DI/TII Kartosoewirjo

By Moh. Habib Asyhad, Selasa, 22 Agustus 2023 | 13:27 WIB

Kahar Muzakkar yang kecewa terhadap Angkatan Darat Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) memutuskan bergabung dengan DI/TII Kartosoewirjo.

Kahar Muzakkar yang kecewa terhadap Angkatan Darat Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) memutuskan bergabung dengan DI/TII Kartosoewirjo.

Intisari-Online.com - Semua berawal dari kekeceweaan Kahar Muzakkar terhadap Angkata Darat Angkatan Perang Republik Indonesi Serikat (APRIS).

Karena itulah dia memutuskan bergabung dengan Kartosoewirjo yang mendirikan Negara Islam Indonesia (DI/TII).

Pemberontakan DI/TII pimpinan Kahar Muzakkar di Sulawesi Selatan dan Tenggara baru bisa ditumpas pada awal 1965.

Kahar Muzakkar adalah pemimpin kelompok kelompok gerakan gerilya bernama Komando Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS).

Kahar Muzakkar sendiri merupakan anak keluarga pedagang dalam tingkatan masyarakat to' maradeka alias orang merdeka.

Dia mempunyai nama kecil La Domeng.

Nama Abdul Kahar Muzakkar merupakan nama yang serupa dengan salah satu guru favoritnya yang bernama Abdul Kahar Muzakkir.

Kahar Muzakkar memutuskan bergabung dengan DI/TII pada 20 Januari 1952.

Setahun kemudian, tepatnya pada 7 Agustus 1953, dia mengumumkan jika Sulawesi Selatan dan daerah sekitarnya merupakan bagian dari Negara Islam Indonesia.

Seperti disebut di awal, pemberontakan Kahar Muzakkar didasari rasa kecewanya karena banyak anggota KGSS yang tidak diterima menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS).

Awalnya Kahar Muzakkar meminta agar seluruh personel KGSS menjadi bagian dari APRIS.

Tapi hal ini ditolak dengan alasan pemerintah hanya menerima anggota APRIS yang memenuhi persyaratan.

Kahar Muzakkar melakukan pemberontakan sebanyak dua tahap.

Pada 1950 hingga 1952 merupakan tahap pemberontakan pertama.

Sedangkan 1953 hingga 1965 merupakan pemberontakan kedua.

Pada tahap pemberontakan pertama (1950-1952), Kahar Muzakkar dan kelompoknya, menggunakan Pancasila sebagai ideologi gerakannya.

Tidak hanya itu, pada saat yang bersamaan, ia menggalang massa untuk melakukan pemberontakan di tahap berikutnya.

Pada tahap pemberontakan kedua (1953-1965), ideologi berubah menjadi ideologi Islam atau yang dapat disebut sebagai Revolusi Islam.

Sebagai tindak lanjut atas aksi pemberontakan yang dilakukan Kahar Muzakkar, pemerintah pusat langsung mengirimkan operasi militer ke Sulawesi Selatan.

Sayangnya, operasi militer ini membutuhkan waktu yang lama.

Hingga pada akhirnya Februari 1965, Kahar Muzakkar ditembak mati, hal ini sekaligus mengakhir pemberontakan di Sulawesi Selatan.

Kabar kematian Kahar Muzakkar baru sampai di Jakarta pada 1965.

Hal ini lantaran lokasi tertembaknya Kahar sulit dijangkau.

Mayat Kahar kemudian dibawa ke Makassar.

Kolonel M. Jusuf yang ditugaskan memberantas pemberontakan ini memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk menyaksikan jenazahnya.

Dia juga memastikan sendiri bahwa yang mati adalah benar Kahar Muzakkar.

Meski sudah dinyatakan tertembak mati, terdapat sebagian orang yang mempercayai bahwa Kahar Muzakkar belum mati.

Hal ini diperkuat karena masyarakat tidak mengetahui di mana keberadaan makam Kahar Muzakkar, pemerintah merahasiakan demi menghindari pemujaan terhadap Kahar Muzakkar.