Penulis
Intisari-online.com - Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan perdagangan terpenting di Nusantara pada abad ke-16.
Pelabuhan ini merupakan pintu masuk ke wilayah Kerajaan Sunda, sebuah kerajaan Hindu yang berpusat di Pakuan Pajajaran.
Namun, pelabuhan ini juga menjadi sasaran dari kekuatan-kekuatan baru yang bermunculan di Jawa, yaitu kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Banten.
Bagaimana nasib pelabuhan Sunda Kelapa dan kerajaan Sunda di tengah persaingan politik dan ekonomi yang sengit?
Pada tahun 1522, raja Sunda yang bernama Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi mengambil langkah strategis untuk menjaga keutuhan dan keamanan kerajaannya.
Ia mengirimkan putra mahkotanya, Surawisesa, ke Malaka untuk menemui utusan Portugis yang berkuasa di sana.
Tujuannya adalah untuk mengajak Portugis bersekutu dengan Sunda dalam bidang perdagangan dan pertahanan.
Portugis sendiri tertarik untuk memperoleh akses ke sumber lada yang melimpah di Sunda, salah satu rempah-rempah yang paling dicari di Eropa.
Surawisesa berhasil membujuk Portugis untuk mengirimkan sebuah kapal yang dipimpin oleh Henrique Leme ke pelabuhan Sunda Kelapa.
Di sana, mereka disambut oleh raja Sunda yang telah naik tahta menggantikan ayahnya.
Raja Sunda sepakat untuk melakukan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memberikan tanah di mulut sungai Ciliwung sebagai tempat berlabuh dan membangun benteng bagi kapal-kapal Portugis.
Baca Juga: Menguak Misteri Kerajaan Medang, Leluhur dari Singasari dan Majapahit
Selain itu, raja Sunda juga berjanji untuk menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis jika pembangunan benteng sudah dimulai.
Sebagai tanda perjanjian tersebut, Portugis mendirikan sebuah tugu batu yang disebut Padrao di lokasi yang ditunjuk oleh raja Sunda.
Tugu batu ini bertuliskan bahasa Portugis dan menyebutkan nama-nama pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut.
Tugu batu ini juga menjadi saksi sejarah dari hubungan diplomatik dan perdagangan antara kerajaan Sunda dan Portugis.
Namun, perjanjian ini tidak berlangsung lama.
Hanya dua tahun kemudian, pada tahun 1524, pelabuhan Sunda Kelapa diserang oleh pasukan Demak yang dipimpin oleh Fatahillah.
Pasukan Demak berhasil mengusir Portugis dan menguasai pelabuhan tersebut.
Mereka juga mengganti nama pelabuhan menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan.
Dengan demikian, perjanjian Sunda-Portugal menjadi upaya terakhir kerajaan Hindu untuk menjaga pelabuhan Sunda Kelapa dari ancaman Islam.