Find Us On Social Media :

Tradisi Sinoman Merupakan Perwujudan Gotong Royong Di Kalangan Masyarakat, Bagaimana Dengan Daerahmu?

By Moh. Habib Asyhad, Senin, 7 Agustus 2023 | 12:17 WIB

Tradisi sinoman di Jawa merupakan manifestasi dari semangat gotong royong yang diriwayatkan oleh nenek moyang kita.

Tradisi sinoman di Jawa merupakan manifestasi dari semangat gotong royong yang diriwayatkan oleh nenek moyang kita.

Intisari-Online.com - Ada beberapa tradisi di Indonesia yang merupakan perwujudan dari semangat gotong royong.

Salah salah satunya adalah tradisi sinoman di Jawa.

Sinoman bisa dibilang sebagai perwujudan dari gotong royong yang di kalangan masyarakat Jawa.

Tradisi ini biasanya identik dengan acara pernikahan, namun kerap dijumpai juga pada penyelenggaraan acara lain dalam tradisi masyarakat Jawa.

Tradisi Sinoman biasanya terdiri dari ibu-ibu yang membantu di dapur dan para pemuda desa yang membantu hal lain seperti pendirian tenda atau menata kursi dan meja untuk para tamu.

Namun, ketika tamu-tamu pernikahan berdatangan maka para Sinoman khususnya akan bertindak layaknya pramusaji.

Selain sinoman di Jawa, ada juga tradisi Rambu Solo’ di Toraja.

Tradisi gotong royong pertama datang dari Toraja bernama Rambu Solo’.

Rambu Solo’ merupakan tradisi upacara pemakaman yang sudah cukup terkenal dan melibatkan banyak orang dalam proses upacara pemakamannya.

Biasanya, pertunjukan kesenian pun turut disajikan untuk memeriahkan sekaligus memberikan penghormatan terakhir untuk orang yang sudah meninggal.

Adapun pertunjukkan musik daerah dan tarian adat yang ikut mengiringi upacara pemakaman ini di antaranya Pa’Badong, Pa’Dondi, Pa’Randing, Pa’Katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga Tedong.

Upacara Rambu Solo’ mencerminkan kehidupan masyarakat Toraja yang saling tolong menolong, gotong royong dan bersifat kekeluargaan.

Masyarakat Toraja menganggap kesempurnaan upacara Rambu Solo’ menjadi penentu posisi arwah orang yang meninggal.

Apakah arwah tersebut menjadi arwah gentayangan (Bombo), arwah setingkat dewa (To Mebali Puang), atau menjadi arwah pelindung (Deata).

Masyarakat Toraja juga meyakini bahwa tanpa adanya upacara pemakaman Rambu Solo’ akan berdampak kepada orang-orang yang ditinggalkannya yaitu berupa kemalangan.

Karena itulah upacara ini menjadi hal yang harus dilakukan oleh masyarakat Toraja.

Selanjutnya ada tradisi Morakka’bola juga di Sulawesi Selatan.

Tradisi ini merupakan tradisi gotong royong memindahkan sebuah rumah dari satu tempat ke tempat lainnya agar terhindar dari bencana dan malapetaka.

Adapun sebutan lainnya untuk tradisi Marokka’bola ini yaitu Mappalette, yang artinya mengajak warga sekitar untuk sukarela bersama-sama membantu warga lain yang akan berpindah rumah.

Tradisi ini biasanya melibatkan puluhan hingga ratusan warga untuk turut berkontribusi membantu proses pemindahan rumah.

Tak hanya itu, setelah rumah selesai dipindahkan kegiatan akan dilanjutkan dengan acara syukuran atau yang dikenal Baca Barazanji.

Dari tradisi ini tercermin bahwa solidaritas itu penting dalam kehidupan masyarakat dan kebersamaan yang tumbuh dalam lingkungan tersebut menjadi nilai-nilai positif, sehingga dapat dimanfaatkan dalam pembentukan karakter bangsa.

Kemudian tradisi Marsialapari di Mandailing.

Marsialapari menjadi salah satu tradisi yang masih melekat dan sudah sejak lama dilestarikan masyarakat Mandailing, Sumatra Utara.

Tradisi tolong menolong ini kerap dilaksanakan pada saat marsuaneme dan saat manyabii, atau istilah yang dikenal ketika memasuki masa menanam dan memanen padi.

Tradisi ini biasa dilakukan oleh antar saudara, kerabat, teman, maupun tetangga.

Tidak mengenal laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua.

Mereka melakukan hal tersebut secara suka rela atas kesadaran sosial masing-masing.

Di samping itu, tradisi Marisalapari ini menunjukkan adanya nilai kasih sayang (holong) dan persatuan (domu) yang hidup dalam khazanah budaya masyarakat Mandailing selama ini.

Sehingga tradisi ini bukanlah sekadar aktivitas dalam melakukan gotong royong semata, tetapi tradisi ini juga mencerminkan nilai-nilai budaya masyarakat Mandailing.

Tradisi Nganggung di Kabupaten Bangka

Tradisi ini merupakan salah satu aktivitas yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan tolong menolong dalam suatu desa.

Kegiatan yang dilakukan yakni membawa dulang berisi makanan ke mesjid atau langgar ketika menyambut datangnya hari besar keagamaan, menghormati orang yang meninggal dunia, atau menyambut kedatangan tamu besar.

Tradisi Nganggung ini menunjukkan bahwa masyarakat di Kabupaten Bangka sangat mengedepankan gotong royong, Adapun unsur kebersamaan di dalamnya dan tidak membedakan antara etnis satu dengan etnis lainnya.