Penulis
Intisari-online.com - Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) atau Kompeni Belanda adalah sebuah kongsi dagang yang didirikan pada tahun 1602 untuk menguasai perdagangan di Asia.
VOC memiliki monopoli atas perdagangan rempah-rempah, sutra, keramik, logam, dan produk-produk lainnya yang berasal dari Nusantara dan sekitarnya. Untuk menjalankan aktivitasnya, VOC membangun berbagai kantor, benteng, dan pos dagang di berbagai wilayah di Asia.
Namun, tidak banyak yang tahu bahwa VOC pernah memindahkan pusat pemerintahannya dari Ambon ke Batavia.
Bagaimana kisahnya?
Pada awalnya, VOC mendirikan kantor pertamanya di Banten pada tahun 1603.
Sultan Banten saat itu, Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir, memberikan izin kepada VOC untuk membangun dermaga, kantor administrasi, gudang, dan benteng kecil di wilayahnya.
Namun, Banten juga memberikan hak yang sama kepada saingan VOC, yaitu East India Company (EIC) dari Inggris.
Bahkan, EIC mendapat lokasi yang lebih baik daripada VOC. Hal ini membuat VOC tidak puas dan mencari tempat lain untuk memusatkan aktivitasnya.
VOC kemudian mengincar Makassar, yang merupakan pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah timur dan barat Nusantara.
Pada tahun 1609, VOC mendapat izin dari Sultan Alauddin I dari Gowa untuk mendirikan kantor dagang di Sulawesi Selatan.
Namun, VOC ternyata berambisi untuk memonopoli perdagangan di Makassar dan mengganggu kepentingan kerajaan Gowa dan sekutunya.
Baca Juga: Kisah Tragis Permintaan Bantuan Mataram kepada VOC, Awal Mula Penjajahan Belanda di Indonesia
Gowa pun memberikan izin kepada Portugis, Spanyol, Perancis, dan Inggris untuk berdagang di Makassar sebagai tindakan antisipasi.
Hubungan antara VOC dan Gowa pun menjadi buruk.
Gagal di Makassar, VOC melirik Ambon, yang merupakan salah satu pusat produksi rempah-rempah di Maluku.
Pada tahun 1605, VOC berhasil merebut Ambon dari Portugis dengan bantuan raja-raja setempat.
VOC kemudian membuat perjanjian dengan raja-raja Maluku untuk menjual rempah-rempah secara eksklusif kepada VOC dengan harga yang ditentukan oleh VOC.
Perjanjian ini dikenal sebagai kontrak monopoli atau kontrak ambon. Dengan demikian, VOC menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku dan menjadikan Ambon sebagai pusat pemerintahannya.
Namun, Ambon tidak lama menjadi pusat pemerintahan VOC. Pada tahun 1610, Jan Pieterszoon Coen ditunjuk sebagai gubernur jenderal pertama VOC.
Coen memiliki visi untuk menjadikan VOC sebagai kekuatan politik dan militer di Asia, bukan sekadar kongsi dagang.
Coen menilai bahwa Ambon terlalu jauh dari jalur perdagangan utama dan terlalu dekat dengan wilayah Portugis dan Spanyol.
Coen pun mencari lokasi baru yang lebih strategis dan aman untuk menjadi pusat pemerintahan VOC.
Coen menemukan lokasi yang ideal di Jayakarta, sebuah pelabuhan yang dikuasai oleh Kesultanan Banten di pantai utara Jawa Barat.
Jayakarta memiliki posisi yang menguntungkan karena berada di jalur perdagangan antara Indonesia bagian barat, Malaka, dan India.
Selain itu, Jayakarta juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, seperti kayu bakar, beras, gula, dan ternak.
Coen pun berniat untuk merebut Jayakarta dari Banten dan membangun sebuah kota baru di sana.
Pada tahun 1618-1619, Coen berhasil mengalahkan pasukan Banten dan sekutunya yang dipimpin oleh Fatahillah atau Fadillah Khan.
Coen kemudian menghancurkan Jayakarta dan membangun sebuah kota baru di atas puing-puingnya.
Kota baru ini diberi nama Batavia, yang merupakan nama Latin untuk Belanda. Batavia pun menjadi pusat pemerintahan VOC yang baru.
Kedudukan Batavia menjadi penting bagi VOC, baik sebagai pusat pemerintahan dan aktivitas, maupun jalur penghubung perdagangan antara Indonesia bagian barat, Malaka, dan India.
Sejak itu, semua kantor VOC di Asia dan di Tanjung Harapan, berada di bawah otoritas gubernur jenderal dan dewan VOC di Batavia.
Dengan kata lain, markas besar atau "ibu kota" VOC dipindahkan dari Ambon ke Batavia.
Itulah kisah pemindahan pusat pemerintahan VOC dari Ambon ke Batavia. Perpindahan ini menunjukkan ambisi VOC untuk menguasai perdagangan dan politik di Asia.
Namun, VOC juga menimbulkan banyak masalah dan konflik dengan rakyat dan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
VOC akhirnya bangkrut pada tahun 1799 dan seluruh asetnya dinasionalisasi oleh pemerintah Belanda.