Mengapa Belanda Mendirikan STOVIA pada Awal Abad ke-20? Ini Penjelasannya

Ade S

Penulis

Siswa dan gedung STOVIA. Berikut ini penjelasan tentang mengapa Belanda mendirikan STOVIA pada awal abad ke-20.

Intisari-Online.com -Sekolah kedokteran pribumi pertama di Indonesia, STOVIA, memiliki peran penting dalam sejarah bangsa.

Bukan hanya melahirkan dokter-dokter profesional yang melayani masyarakat, tetapi juga tokoh-tokoh pergerakan nasional yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia.

Namun,mengapa Belanda mendirikan STOVIA pada awal abad ke-20?

Apakah mereka benar-benar ingin meningkatkan kesehatan dan pendidikan rakyat Indonesia, atau ada motif lain di baliknya?

Dalam artikel ini, kita akan mencoba menjawab pertanyaan tersebut dengan melihat latar belakang, tujuan, dan dampak dari pendirian STOVIA.

Kita juga akan mengetahui bagaimana STOVIA menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, salah satu fakultas kedokteran terkemuka di Indonesia saat ini.

Latar belakang

Mendirikan sekolah kedokteran atau STOVIA bermula dari kekhawatiran Belanda akan kurangnya tenaga kesehatan dalam menghadapi berbagai macam penyakit yang mewabah di wilayah jajahan mereka.

Hal ini kemudian membuat pemerintah kolonial menetapkan perlunya dibentuk kursus juru kesehatan di Hindia Belanda.

Tanggal 2 Januari 1849, dikeluarkanlah Surat Keputusan Gubernemen No. 22 mengenai sekolah tersebut.

Baca Juga: 3 Contoh Adopsi dan Akulturasi Kebudayaan Jalur Rempah yang Masih Bisa Ditemui di Masa Kini

Tempat pendidikannya berada di Rumah Sakit Militer di Kawasan Weltevreden, Batavia (Jakarta).

Empat tahun kemudian, tanggal 5 Juni 1853, kegiatan kursus juru kesehatan ditingkatkan kualitasnya melalui Surat Keputusan Gubernemen No. 10, menjadi Sekolah Dokter Djawa.

Setelah itu, Sekolah Dokter Djawa pun terus mengalami perbaikan dan penyempurnaan kurikulum. Tahun 1889, nama sekolah kembali berubah menjadi Sekolah Dokter Hindia (School voor Inlandsche Artsen).

Tahun 1898, sekolah ini dipindahkan ke gedung baru yang lebih luas dan megah di Jalan Pecenongan No. 6 (sekarang Museum Kebangkitan Nasional).

Tahun 1902, nama sekolah sekali lagi berubah menjadi School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA), yang berarti sekolah untuk pendidikan dokter pribumi.

Nama ini dipilih untuk menunjukkan bahwa sekolah ini bukan hanya untuk orang Jawa saja, tetapi juga untuk seluruh rakyat Hindia Belanda.

Tujuan

Tujuan utama Belanda mendirikan STOVIA adalah untuk mencetak dokter-dokter pribumi yang dapat membantu mereka dalam mengurus kesehatan masyarakat jajahan.

Dengan adanya dokter-dokter pribumi, Belanda berharap dapat menghemat biaya dan meningkatkan efisiensi dalam memberantas penyakit-penyakit tropis yang banyak menyerang penduduk Hindia Belanda.

Selain itu, Belanda juga ingin memperluas pengaruh dan kontrol mereka atas rakyat Hindia Belanda melalui pendidikan.

Dengan memberikan pendidikan kedokteran kepada pribumi, Belanda berusaha untuk menanamkan nilai-nilai Barat dan loyalitas kepada pemerintah kolonial kepada mereka.

Baca Juga: Bagaimanakah Karakteristik Perlawanan Terhadap Belanda Sebelum dan Sesudah Abad ke-19?

Belanda juga berharap bahwa dengan adanya dokter-dokter pribumi yang terdidik dan berwibawa, mereka dapat menenangkan dan menstabilkan situasi sosial dan politik di Hindia Belanda.

Dampak

Meskipun tujuan Belanda mendirikan STOVIA adalah untuk kepentingan mereka sendiri, ternyata sekolah ini juga memberikan dampak positif bagi rakyat Hindia Belanda, khususnya para lulusannya.

STOVIA berhasil menghasilkan dokter-dokter pribumi yang tidak hanya kompeten dan profesional dalam bidang kesehatan, tetapi juga berjiwa nasionalis dan patriotis dalam bidang politik.

Beberapa lulusan STOVIA yang terkenal adalah Dr. Wahidin Soedirohoesodo dan Dr. Soetomo, yang merupakan pendiri organisasi Budi Utomo pada 20 Mei 1908.

Budi Utomo adalah organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, persatuan, dan kemajuan bangsa Indonesia.

Selain itu, ada juga Dr. Djamaluddin Adinegoro, seorang jurnalis dan pejuang kemerdekaan Indonesia; Dr. Djoehana Wiradikarta, seorang biolog dan ahli tanaman obat; Dr. Oto Iskandar Di Nata, seorang dokter dan politisi; dan Dr. Radjiman Wedyodiningrat, seorang dokter dan anggota BPUPKI.

STOVIA juga menjadi cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), salah satu fakultas kedokteran terkemuka di Indonesia saat ini.

FKUI didirikan pada tahun 1947 sebagai kelanjutan dari STOVIA yang ditutup oleh Jepang pada tahun 1942.

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui mengapa Belanda mendirikan STOVIA pada awal abad ke-20. Meskipun tujuan mereka adalah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan dan memperkuat dominasi mereka atas rakyat Hindia Belanda, ternyata sekolah ini juga memberikan manfaat bagi perkembangan bangsa Indonesia.

Baca Juga: Keterkaitan Jatuhnya Konstantinopel 1453 dengan Perjumpaan Bangsa Indonesia dengan Bangsa Eropa dalam Jalur Rempah

Artikel Terkait