Penulis
Mahfud MD menyebut bahwa Ponpes Al-Zaytun yang dipimpin Panji Gumilang merupakan hasil operasi intelijen di masa Orde Baru.
Intisari-Online.com -Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD membuat pernyataan mengejutkan terkait Ponpes Al-Zaytun dan Panji Gumilang.
Pertanyaan itu dia lontarkan ketika diundang di acara Halaqah Ulama Nasional Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU-Kemenag RI di Pesantren Sunan Drajat, Paciran, Lamongan, Jawa Timu, Rabu (12/7) tempo hari.
Pernyataan itu dilansir kanal YouTube NU Online.
Dalam pernyataan itu, Mahfud MD menyebut bahwa Ponpes Al-Zaytun yang dipimpin oleh Panji Gumilang merupakan hasil operasi intelijen di zaman Orde Baru.
Operasi intelijen itu, kata Mahfud, merupakan bagian dari upaya melemahkan sel-sel DI/TII yang digagas oleh SM Kartosoewirjo.
Pada awal kemerdekaan dulu, cerita Mahfud, banyak pejuang dari kalangan Islam yang terpinggirkan.
Salah satunya adalah SM Kartosoewirjo, salah satu murid HOS Tjokroaminoto dan teman Sukarno.
"Pejuang, anak-anak muda, dan tokoh Islam banyak yang tidak tertampung dalam tugas-tugas di pemerintahan negara baru," kata Mahfud.
"Kemudian banyak kalangan Islam yang memutuskan untuk kembali ke pesantren dan fokus dalam mendidik santrinya."
Tapi, lanjut Mahfud, ada juga yang marah karena tidak tertampung.
Mahfud menyebut salah satu sosok yang marah adalah pendiri Darul Islam atau NII, yaitu Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo.
Menurutnya, pengaruh NII ini terus berlanjut sampai kini hingga sekarang ribut-ribut kasus Panji Gumilang.
"Perjuangan yang dilakukan Kartosoewirjo untuk mendirikan Negara Islam Indonesia sebenarnya terus berlanjut, masih ada ekornya sampai sekarang."
'Hingga sekarang ada ribut-ribut soal Panji Gumilang sekarang ini, itu sejarahnya dari situ."
"Jadi Panji Gumilang dulu induknya adalah Negara Islam Indonesia," jelas Mahfud.
Terkait NII, Mahfud menyebut organisasi ini tidak memiliki bentuk dan gerakan bawah tanah.
Kendati demikian, ada hierarki atau struktur yang dibentuk oleh NII dengan dipimpin oleh imam atau syekh.
Kemudian, adapula gubernur, menteri, bupati hingga camat.
Mahfud mengatakan, setelah diketahui keberadaannya, pemerintah menumpas NII di berbagai tempat.
Namun, pemikiran Kartosoewirjo dipercaya masih hidup di tengah masyarakat dan diteruskan oleh pengikut-pengikutnya.
Hal ini pun membuat pemerintah melalui operasi intelijen menggalang gerakan untuk melemahkan NII.
Caranya, memecah NII sehingga saling berhadap-hadapan satu dengan yang lain: NII versi pemerintah versus NII Kartosoewirjo.
Adapun operasi intelijen ini dilakukan sekitar awal tahun 1970-an oleh Ali Moertopo.
"Nah, itu diketahui oleh pemerintah, sehingga pada awal tahun 1970-an, NII oleh pemerintah dipecah, diadu, yang satunya untuk melawan yang lain. Itu operasi Ali Moertopo memang gitu," katanya.
"Memang begitu dulunya, dulu ada komando jihad, ada orang dipancing unutk berkumpul lalu disuruh membuat resolusi, disuruh buat pernyataan keras."
Mahfud MD melanjutkan:
"Lalusetelah itu ditangkap lalu dicitrakan ada komando jihad yang sama dengan NII sebelumnya. Saya dengar dari sumbernya langsung," sambung Mahfud.
Mahfud pun mengungkapkan salah satu wujud NII hasil operasi intelijen dan bentukan pemerintah Orde Baru adalah NII Komandemen 9 (NII KW 9) yang kini dikenal Al-Zaytun.
Sebelumnya,sejumlah pensiunan jenderal pernah dikaitkan dengan Pondok Pesantren Al Zaytun, Indramayu, Jawa Barat.
Di antaranya adalahMoeldoko, AM Hendropriyono, Wiranto, dan Ali Moertopo.
Hal itu dilontarkan mantan pendiri Ponpes Al Zaytun, Imam Supriyanto dalam sebuah acara ditayangkan di stasiun televisi nasional.
Imam Supriyanto menyebut ada sosok "Pak Kumis" di belakang Al Zaytun.
Belakangan diungkap sosok Pak Kumis dimaksud adalah Hendropriyono.
Pondok Pesantren al zaytun disebut mempunyai peralatan intelijen super canggih yang bisa melacak hingga menghilangkan sinyal telepon seluler atau ponsel.
Demikian hal tersebut diungkapkan oleh pendiri Pondok Pesantren Al Zaytun, Imam Supriyanto, dalam acara Gaspol di Kompas.com.
Imam mengatakan ada peran Kepala Staf Presiden atau KSP Moeldoko terkait perangkat intelijen yang dimiliki oleh Al Zaytun.
Menurut dia, keberadaan alat itu berawal dari kedekatan Moeldoko dengan Panji Gumilang. Diketahui, Moeldoko beberapa kali berkunjung ke Al Zaytun.
Moeldoko datang baik sebagai penceramah maupun acara lainnya, seperti acara Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) yang pernah diselenggarakan di pesantren itu.
"Akhirnya dengan kewenangan Pak Moeldoko (sebagai KSP), Panji diberi akses (ke aparat penegak hukum)," kata Imam.
"Kapan waktu ada masalah, ada gangguan dari pihak mana pun yang mengancam keamanan Al Zaytun kontak saja ke Kapolres, ke Kapolda, atau ke Mabes Polri.”
Imam melanjutkan, pembicaraan Moeldoko itu kemudian dilanjutkan dengan salah satu pentolan Al Zaytun, Datuk MYR Agung Sidayu.
"Nah, Agung Sidayu ini memang sudah membuat perangkat untuk mengamankan Al Zaytun. Peralatan intelijen itu sudah cukup lengkap," kata Imam.
Imam membeberkan kecanggihan perangkat intelijen yang dimiliki oleh Al Zaytun tersebut, yakni bisa membuat sinyal ponsel hilang dan bisa melacak keberadaan sinyal ponsel dalam waktu lima menit.
Imam membeberkan bahwa Panji pernah mengaku bisa mengetahui nomor handphone, ciri orang dan identitasnya dengan menggunakan alat intelijen tersebut.
"Itu sudah canggih sekali, sampai (dilengkapi juga) buzzer dan sebagainya, sampai perangkat IT (informasi teknologi), jadi sudah seperti mau perang saja," ucap Imam.
Lebih lanjut, Imam mengatakan fasilitas intelijen itu didapat Al Zaytun sekitar tahun 2020, di mana ketika Moeldoko sudah memberikan pernyataan akan melindungi Al Zaytun.
"Ketika (Moeldoko) sudah jadi KSP. Kan mulai Panji itu mulai nyeleneh-nyelenehnya itu belakangan ini (setelah dilindungi Moeldoko), mulai 2020 ke sini. Dan puncaknya itu waktu Idulfitri kemarin sampai sekarang," ujar Imam.
Sementara itu, Moeldoko berulang kali membantah tudingan yang menyebut dirinya memiliki kedekatan dengan Pondok Pesantren Al Zaytun.
"Jangan mantan Panglima dibilangnya beking, emang gue preman apa? Enggak benar nih. Saya juga bisa marah, saya juga bisa marah," ujar Moeldoko di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (3/7/2023).
Moeldoko mengeklaim bakal menjadi orang pertama yang bertindak menangani Al Zaytun jika ada penyimpangan di ponpes tersebut.
"Begitu ada penyimpangan saya orang pertama yang bertindak," katanya.
Moeldoko pun tak mempersoalkan bila Panji akhirnya diperiksa Bareskrim Polri. Sebab, sebagai warga negara, tidak ada istilah kekebalan hukum untuk siapa pun.
"Ya periksa saja, kenapa, sebagai warga negara enggak ada kekebalan, siapa saja periksa saja. Saya sering tegaskan, saya sudah bicara ke Pak Panji Gumilang, 'Hei macem-macem gue orang pertama yang akan beresin', itu," ucap Moeldoko.