KPU Didorong Bangun Sistem Teknologi Informasi Pemilu Terintegrasi

Afif Khoirul M

Penulis

Pemilu 2024 akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Dalam artikel ini, kami akan sebutkan tahapan pemilu yang benar menurut PKPU Nomor 3 Tahun 2022.

Intisari-online.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara pemilu di Indonesia dituntut untuk terus meningkatkan kinerja dan kualitasnya dalam menghadapi tantangan dan dinamika pemilu yang semakin kompleks.

Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi (TI) dalam berbagai aspek penyelenggaraan pemilu.

Namun, penggunaan TI dalam pemilu tidak bisa dilakukan secara parsial dan sporadis.

Diperlukan sebuah sistem TI pemilu yang terintegrasi, yang dapat menghubungkan berbagai aplikasi dan data yang digunakan oleh KPU, peserta pemilu, pemilih, dan pemangku kepentingan lainnya.

Sistem TI pemilu yang terintegrasi juga harus didukung oleh dasar hukum yang kuat dan jelas, agar tidak menimbulkan kontroversi dan sengketa.

Hal ini menjadi salah satu rekomendasi dari hasil riset nasional yang dilakukan oleh Program Studi S2 Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Airlangga (FISIP Unair), yang diseminasi pada Selasa (14/12/2021) secara daring.

Riset ini bertujuan untuk mengkaji implementasi TI dalam pemilu di Indonesia, khususnya pada Pemilu 2019 dan Pilkada Serentak 2020.

Ketua Program Studi S2 Ilmu Politik FISIP Unair Kris Nugroho mengatakan, KPU perlu membuat sistem TI pemilu yang terintegrasi, artinya tidak otonom, tidak lepas-lepas yang didasari Peraturan KPU (PKPU) masing-masing.

Baca Juga: KPU Siapkan Modul Untuk Tingkatkan Kapasitas SDM Pemilu Tahun 2024

Ia menyarankan agar ada legal framework yang setara dengan undang-undang, sehingga legitimasinya kuat untuk mengatur semua proses yang ada.

"KPU perlu membuat sistem TI pemilu yang terintegrasi, artinya tidak otonom, tidak lepas-lepas yang didasari PKPU masing-masing. Bagaimana kalau kita bayangkan ada legal framework yang setara dengan UU, sehingga legitimasinya kuat untuk mengatur semua proses yang ada," kata Kris.

Menurut Kris, tidak cukup hanya PKPU sebagai dasar hukum tiap sistem, seperti pada PKPU yang mengatur soal penggunaan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Sirekap) dan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).

Ia mengatakan, harus ada payung hukum yang lebih kuat agar proses itu dapat berjalan dengan baik.

"Tidak cukup pada kerangka hukum setingkat PKPU. Harus ada payung hukum yang kuat itu, satu sistem tapi berfungsi banyak aplikasi," tuturnya.

Selain itu, hasil riset FISIP Unair juga merekomendasikan agar KPU membuat peta jalan (road map) jangka menengah (10 tahun) dan panjang (20 tahun) untuk transformasi kelembagaan menuju electoral management body berbasis pada sistem informasi.

Kemudian, membentuk lima klaster server untuk menampung limpahan big data pemilu dengan kapasitas bandwidth yang besar.

"Mungkin perlu dibuat sub server yang mewakili Sumatera, Jawa-Madura, Bali, NTB, NTT, Kalimantan dan Sulawesi, dan Maluku-Papua, sehingga beban server pusat tidak terlalu berat," ujar Kris.

Kris melanjutkan, KPU perlu membuat peta jalan pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang spesifik menguasai teknologi informasi pemilu.

Menurut Kris, implementasi teknologi informasi dalam pemilu sangat penting.

Ia mengatakan, penerapan teknologi informasi memberikan eksamaan bagi peserta dan pemilih sehingga mengurangi potensi keberpihakan penyelenggaraan dan malpraktik.

Baca Juga: Begini Sikap KPU Terkait Aldi Taher Yang Terdaftar Di 2 Partai Politik

"Kami berpandangan bahwa implementasi teknologi informasi dalam pemilu dalam realitasnya tidak terbantahkan sangat berguna. Dalam arti memberikan dorongan bagi penyelenggara pemilu untuk melakukan perbaikan kinerja sehingga segala proses berlangsung efektif, efisien, transparan, dan akuntabel," katanya.

Sementara itu, Anggota KPU Arief Budiman mengatakan KPU telah menyiapkan peta jalan atau road map penggunaan teknologi informasi untuk membantu pelaksanaan Pemilu 2024.

Ia menjelaskan sejumlah sistem teknologi informasi yang dimiliki KPU di antaranya Sistem Informasi Logistik (Silog), sistem Informasi Pencalonan (Silon), dan Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam).

Menurutnya, pengembangan sistem tersebut secara terintegrasi akan dilakukan pada 2021 hingga 2022. Selanjutnya sistem tersebut sudah dapat diterapkan pada 2023 dan 2024.

"Sidalih (Sistem Daftar Pemilih), Sipol (Sistem Informasi Partai politik), dan Silon ke depan kebutuhannya menjadi mutlak harus menggunakaan bantuan teknologi informasi. Karena jutaan nama, ratusan ribu tempat tidak mungkin kita memeriksa secara manual," imbuhnya.

Arief berharap partai politik juga dapat memperbarui data secara berkelanjutan.

Semisal data anggota dan alamat kantor sehingga dapat memudahkan KPU saat pemeriksaan dan mengurangi penggunaan kertas.

Artikel Terkait