Find Us On Social Media :

Labuhan Merapi, Upacara Adat Terhubung Dengan Penunggu Merapi Sejak Era Kerajaan Mataram Islam

By Afif Khoirul M, Senin, 26 Juni 2023 | 09:15 WIB

Tradisi labuhan Merapi kerajaan Mataram Yogyakarta.

Intisari-online.com - Di antara gunung-gunung berapi aktif di Indonesia, Gunung Merapi yang berada di perbatasan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah memiliki peranan penting dalam sejarah dan kebudayaan masyarakat Jawa.

Khususnya yang berada di bawah pengaruh Keraton Yogyakarta.

Salah satu cara masyarakat Jawa untuk menghormati dan menghargai Gunung Merapi adalah dengan menggelar upacara adat yang disebut Labuhan Merapi.

Labuhan Merapi adalah upacara adat yang sudah ada sejak zaman Kerajaan Mataram Islam pada abad ke-13 hingga sekarang di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Labuhan berasal dari kata labuh yang artinya melempar atau menyerahkan.

Labuhan Merapi artinya melempar atau menyerahkan sesaji kepada Gunung Merapi sebagai tanda terima kasih, permintaan keselamatan, dan harapan kesejahteraan kepada sang pencipta, alam, dan para penunggu sekaligus penjaga Gunung Merapi.

Labuhan Merapi biasanya dilakukan setiap tahun pada bulan Rabiul Awal dalam kalender Hijriyah, bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.

Namun, ada juga Labuhan Merapi yang dilakukan setiap delapan tahun sekali pada bulan Sapar dalam kalender Jawa.

Labuhan Merapi merupakan bagian dari rangkaian upacara adat Tingalan Dalem Jumenengan atau bertahtanya Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja Yogyakarta.

Bagaimana prosesi Labuhan Merapi?

Prosesi Labuhan Merapi dimulai dengan pengantaran ubarampe atau sesaji dari Keraton Yogyakarta ke petilasan Mbah Maridjan, juru kunci Gunung Merapi yang gugur dalam erupsi tahun 2010.

Baca Juga: Menengok Kekayaan Hamengkubuwono VII, Raja Mataram Yogyakarta Yang Dijuluki Sebagai Sultan Sugih