Kelak sang anak akan menjadi salah satu tokoh yang penting dalam sejarah Indonesia.
Gusti Raden Ajeng Siti Noeroel Kamaril Ngasarati Kusumawardhani, demikian nama itu disematkan KGPAA Mangkunegara VII kepada putrinya yang lahir pada 17 September 1921.
Kelahiran Gusti Noeroel, panggilan akrab sang putri, kelak menjadi simbol kemunculan generasi baru yang lahir sebagai simbol kerekatan dua keluarga dan dua tradisi.
Gusti Noeroel dibesarkan di tengah revolusi sosial dan pergerakan nasional.
Ketika itu pemerintah kolonial Belanda sedang menjalankan politik etis, yang membuka kesempatan bagi para bangsawan pribumi untuk mendapat pendidikan layaknya seorang Belanda.
Dengan kesempatan tersebut, keluarganya menyekolahkan Gusti Noeroel di sekolah Belanda.
Dia memulai pendidikannya dari Frobelschool (setara Taman Kanak-kanak) Pamardi Siwi dan Sekolah Pamardi Putri.
Keluarganya memberikannya pendidikan di luar tembok keraton supaya ia terbiasa bergaul dengan orang-orang biasa.
Dari sanalah, Gusti Noeroel mulai mengenyam pendidikan di sekolah yang menggunakan bahasa Belanda.
Mulai dari Europeesche Lagere School, MULO, hingga ke Van Deventer School yang setara AMS pada saat itu.
Di sekolah-sekolah tersebut, Gusti Noeroel mulai diperkenalkan pada kehidupan dan tradisi modern yang berkiblat ke Barat.
Pergaulannya dengan guru-guru Eropa juga membentuk karakter dari sosoknya.