Bak Jalin Perjanjian Dengan Setan, Ini Kerugian Mataram Islam Selama Bersahabat Dengan VOC Belanda

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Mataram Islam dan VOC bahu-membahu mengalahkan pemberontakan pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Takhta Pakubuwono II aman.

Mataram Islam dan VOC bahu-membahu mengalahkan pemberontakan pasukan gabungan Jawa-Tionghoa. Takhta Pakubuwono II aman.

Intisari-Online.com -Barangkali, menjalin perjanjian dengan VOC tak ubahnya menjalin perjanjian dengan setan.

Dan itulah yang dilakukan oleh Mataram Islam tak lama setelah meninggalnya Sultan Agung.

Alih-alih kesuksesan, Mataram Islam semakin hari semakin mendur setelah "bersahabat" dengan kongsi dagang dari Belanda itu.

Sebagai informasi, kontak pertama Mataram dan VOC terjadi di era Susuhunan Anyakrawati, raja kedua Mataram Islam.

Ketika itu, aktivitas Belanda sebatas perdagangan dari pemukiman pesisir utara Jawa.

Interaksi mereka dengan wilayah pedalaman juga masih dibatasi.

Pada masa Sultan Agung,Mataram Islam tidak mengizinkan VOC mendirikan loji-loji dagang di pantai utara.

Kesultanan ini tak inginekonomi di pantai utara akan melemah jika dikuasai oleh VOC.

Penolakan ini membuat hubungan Mataram dengan VOC merenggang.

Bahkan Mataram Islam sampai dua kali menyerang benteng VOC di Batavia, meskipun berakhir dengan kegagalan.

Sepeninggal Sultan Agung, tahta diambil alih oleh anaknya, Amangkurat I.

Pusat pemerintahan dipindahkan ke Keraton Plered yang lokasinya tak jauh dari keraton sebelumnya.

Di bawah kepemimpinannya, Mataram diwarnai dengan gejolak politik yang tidak stabil karena adanya tekanan dari VOC.

Terjadi banyak pemberontakan dan perang saudara.

Masa kepemimpinannya juga menjadi titik awal masa kemunduran Mataram.

Pada zaman Amangkurat I inilah Mataram Islam untuk bertama kali menjalin kerja sama dengan Belada.

Belanda juga punya andil besar ketika Mataram Islam berusaha menghancurkan pemberontakan Trunojoyo, seorang pangeran dari Madura.

Saat itu, Mataram Islam dipimpin oleh Amangkurat II.

Sebagai imbalannya, Mataram Islam harus menyerahkan beberapa wilayah di pesisir utara kepada VOC Belanda.

Intervensi VOC dalam urusan kerajaan juga menimbulkan perang saudara antar kerabat keraton Mataram.

Dimulai pada Perang Takhta Jawa Pertama yang melibatkan Amangkurat III dan Pakubuwana I.

Lalu Perang Takhta Jawa Kedua yang melibatkan Amangkurat IV dan pangeran-pangeran yang memberontak.

Lalu Perang Takhta Jawa Ketiga yang menghasilkan Perjanjian Giyanti.

Ketika memadamkan pemberontakan Geger Pecinan, Mataram Islam juga bekerja sama dengan VOC.

Pakubuwana II pun bisa mempertahankan gelarnya.

Sebagai imbalan, VOC juga meminta supaya Pakubuwana II harus melepaskan Madura Barat, Surabaya, Rembang, Jepara, dan Blambangan kepada mereka.

Hal tersebut dituangkan dalam bentuk Perjanjian Panaraga pada tahun 1743.

Ketika terjadi pemberontakan Pangeran Sambernyowo pendiri Pura Mangkunegaran, Mataram juga minta bantuan VOC.

Puncak dari pemberontakan Sambernyowo adalah Perjanjian Giyanti lalu disusul Perjanjian Salatiga.

Melalui dua perjanjian itu, Mataram Islam dipecah jadi tiga: Kasunana Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Kadipaten Mangkunegara.

Begitulah, di setiap kemelut yang terjadi di dalam Mataram Islam, ada peran dan sepakterjang VOC Belanda.

Artikel Terkait