Sudah Keruk Papua Sejak 1967, Ini Alasan Freeport Bisa Operasi Di Indonesia, Ada Peran Sosok Presiden RI Ke-2

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Presiden Soeharto punya peran penting terhadap beroperasinya perusahaan tambang emas terbesar Freeport di Papua. Kondisi Indonesia jadi alasannya.

Presiden Soeharto punya peran penting terhadap beroperasinya perusahaan tambang emas terbesar Freeport di Papua. Kondisi Indonesia jadi alasannya.

Intisari-Online.com -Nama perusahaan tambang emas Freeport disebut-sebut dalam sidang kasus pencemaran nama baik kepada Luhut Binsar Panjaitan.

Kasus ini menyeret dua nama aktivis HAM Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti.

Dalam kesaksiannya, Luhut mengaku sering berkirim pesan dengan Haris Azhar, yang kini berstatus terdakwa.

Berdasarkan pesan Haris, seperti yang tersebar di media sosial, nama Freeport disebut-sebut.

Apa keisitimewaan dan bagaimana sepak terjang perusahaan tambang yang sudah beroperasi sejak April 1967 ini?

7 April 1967, Soeharto belum genap dua bulan menjadi presiden Indonesia.

Meski begitu, pria asal Bantul, DIY, itu sudah beranimemberikan izin kepada Freeport Sulphur of Delaware untuk menambang di Papua.

Selama masa pemerintahan Orde Lama, Presiden Soekarno sama sekali belum pernah mengizinkan investasi perusahaan asing di Indonesia, seperti melansir Kontan.

Jadi, Freeport adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) pertama di Tanah Air.

Ketika Orde Baru masih berumur jagung, ekonomi Indonesia terbilang masih karut-marut.

Meletusnya peristiwa G30S dan huru-hara di sejumlah daerah pasca-peralihan kekuasaan membuat situasi ekonomi tidak stabil.

Salah satunya terjadinya inflasi yang mencapai 600-700 persen.

Hal itu ditandai dengan meroketnya harga kebutuhan pangan.

Otomatis, pembangunan infrastruktur terhenti saat itu.

Presiden Soeharto bergerak cepat melakukan stabilisasi ekonomi.

Salah satunya dengan membuka keran investasi bagi Freeport.

Penandatanganan kontrak kerja dengan pemerintah Indonesia untuk penambangan tembaga di Papua Barat tersebut dilakukan di Departemen Pertambangan Indonesia.

Saat itu, Pemerintah Indonesia diwakili oleh Menteri Pertambangan Ir. Slamet Bratanata dan Freeport oleh Robert C. Hills (Presiden Freeport Shulpur) dan Forbes K. Wilson (Presiden Freeport Indonesia), anak perusahan Freeport Sulphur.

Penandatanganan KK disaksikan pula oleh Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Marshall Green.

Freeport mendapat hak konsensi lahan penambangan seluas 10.908 hektar untuk kontrak selama 30 tahun terhitung sejak kegiatan komersial pertama dilakukan.

Freeport baru bisa benar-benar menambang emas dan tembaga di Papua pada tahun 1973 meski sudah mendapatkan izin dari pemerintah Indonesia di tahun 1967.

Maret 1973, penambangan Ertsberg dimulai Freeport.

Desember 1973, pengapalan 10.000 ton tembaga pertama kali dilakukan dengan tujuan Jepang.

Saat itu, Presiden Soeharto bahkan terbang langsung ke Papua untuk meresmikan fasilitas produksi di Tembagapura.

Dalam pidatonya, Soeharto begitu tampak sumringah dengan keberhasilan pertambangan di Freeport.

Menurut Soeharto, investasi Freeport di Indonesia adalah bukti kepercayaan investor menanamkan uangnya di Indonesia.

Setelah masuknya Freeport, arus investasi asing begitu deras masuk ke Indonesia, terbesar berasal dari AS dan Jepang.

Freeport diberikan izin menambah selama jangka waktu 30 tahun dalam skema Kontrak Karya (KK) yang bisa diperpanjang.

Pada awal kehadirannya, Freeport juga sempat berkonflik dengan penduduk setempat, terutama Suku Amungme.

Dalam kontrak karya pertama disepakati, royalti untuk pemerintah Indonesia dari penambangan tembaga yang dilakukan Freeport sebesar 1,5 persen dari harga jual (jika harga tembaga kurang dari 0.9 dollar AS/pound) sampai 3,5 persen dari harga jual (jika harga 1.1 dollar AS/pound).

Untuk emas dan perak sendiri ditetapkan sebesar 1 persen dari harga jual.

Jelang Kontrak Karya berakhir, Freeport menemukan cadangan Grasberg atau tepatnya pada periode tahun 1980-1989.

Kemudian, pada tahun 1991, pemerintah Indonesia mengizinkan Freeport terus menambang di Papua untuk jangka waktu 30 tahun ke depan atau hingga tahun 2021 dengan hak perpanjangan sampai dengan 2 kali 10 tahun.

Freeport tak hanya menambang tembaga, namun juga menambang emas dan perak.

Bahkan, Grasberg disebut-sebut sebagai tambang emas terbesar di dunia.

Artikel Terkait