Kisah Trunojoyo, Pahlawan Madura yang Gagal Hancurkan Mataram Islam

Afif Khoirul M

Penulis

Trunojoyo pahlawan Madura yang gagal hancurkan Mataram Islam.

Intisari-online.com - Trunojoyo adalah seorang pangeran dari Madura yang dikenal sebagai pemberontak terbesar dalam sejarah Kesultanan Mataram.

Dia memimpin perlawanan rakyat Madura dan Jawa Timur melawan kekuasaan Amangkurat I, raja Mataram yang tiran dan pro-Belanda.

Namun, nasibnya berakhir tragis ketika ia ditangkap dan dibunuh oleh pasukan gabungan Mataram dan VOC pada tahun 1679.

Trunojoyo lahir pada tahun 1649 di Sumenep, Madura.

Ayahnya adalah Raden Praseno, seorang adipati Sumenep yang merupakan keturunan dari Arya Wiraraja, pendiri kerajaan Sumenep dan pahlawan perang Bubat.

Ibu Trunojoyo adalah putri dari Pangeran Cakraningrat I, adipati Madura yang berkuasa di Pamekasan.

Trunojoyo tumbuh menjadi seorang pemuda yang cerdas, berani, dan berwibawa.

Dia juga memiliki kecintaan yang mendalam terhadap agama Islam dan budaya Madura.

Pada tahun 1674, Trunojoyo memimpin pemberontakan terhadap Mataram dengan dukungan dari pasukan Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong.

Ada beberapa alasan yang mendorong Trunojoyo untuk memberontak.

Pertama, dia merasa bahwa Mataram adalah penjajah bagi Madura, karena telah mengambil alih kekuasaan adipati-adipati Madura sejak masa Sultan Agung.

Baca Juga: Ironi Kedudukan Giri Kedaton Di Mata Mataram Islam, Awalnya Dimintai Restu Ujungnya Ditaklukkan

Kedua, dia tidak puas dengan perlakuan Amangkurat I terhadap rakyatnya, terutama ulama dan bangsawan, yang sering dibunuh atau diasingkan tanpa alasan yang jelas.

Ketiga, dia ingin membalas dendam atas kematian ayahnya, Raden Praseno, yang diduga dibunuh oleh Amangkurat I karena dicurigai terlibat dalam pemberontakan Pangeran Alit pada tahun 1670.

Pemberontakan Trunojoyo dimulai dengan menyerang kota Surabaya pada bulan September 1674.

Kota ini berhasil direbut setelah pertempuran sengit selama tiga hari.

Kemudian, Trunojoyo melanjutkan penaklukannya ke arah barat, menguasai kota-kota penting seperti Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, dan Banyuwangi.

Sementara itu, Amangkurat I menghadapi masalah internal di keraton Plered.

Putranya yang bernama Raden Mas Rahmat atau Pangeran Adipati Anom memberontak karena merasa takut akan kehilangan haknya sebagai putra mahkota.

Dia juga bersekutu dengan Trunojoyo untuk menggulingkan ayahnya.

Akibatnya, Amangkurat I terpaksa melarikan diri dari keraton pada bulan Juni 1677 dan mencari perlindungan dari VOC di Batavia.

Pada bulan Juli 1677, Trunojoyo berhasil mengepung keraton Plered dan merebut harta benda serta pusaka kerajaan.

Dia kemudian memproklamirkan dirinya sebagai raja baru dengan gelar Sultan Ingalaga dan mendirikan ibu kota baru di Kediri.

Baca Juga: Saat Kerajaan Giri Kedaton Takluk Di Tangan Maram Islam Yang Ekspansif

Dia juga mengklaim sebagai pewaris sah dari Majapahit dan mengembalikan lambang-lambang kebudayaan Jawa kuno seperti gamelan dan wayang.

Namun, keberhasilan Trunojoyo tidak bertahan lama.

VOC yang khawatir akan ancaman Trunojoyo terhadap kepentingan dagangnya di Jawa Timur, memutuskan untuk membantu Amangkurat I menghadapi pemberontak.

VOC mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Kapten François Tack dan Kapten Anthonio Hurdt untuk berperang melawan Trunojoyo.

Perang antara Trunojoyo dan VOC berlangsung selama dua tahun, dengan berbagai pertempuran dan pengepungan.

Salah satu pertempuran terbesar terjadi di Kedungwuni pada bulan Desember 1678, di mana pasukan Trunojoyo berhasil mengalahkan pasukan VOC dan menewaskan Kapten Tack.

Namun, kemenangan ini tidak mampu menghentikan laju pasukan VOC yang terus mendesak ke arah Kediri.

Pada bulan Januari 1679, pasukan VOC berhasil menembus pertahanan Kediri dan menyerbu istana Trunojoyo.

Trunojoyo sendiri berhasil melarikan diri bersama beberapa pengikut setianya ke arah selatan. Dia bersembunyi di daerah pegunungan yang sulit dijangkau oleh musuh.

Namun, nasib Trunojoyo akhirnya terungkap oleh seorang pengkhianat yang bernama Kyai Tumenggung Wiraguna.

Dia memberitahu VOC tentang tempat persembunyian Trunojoyo dan menyerahkan dia kepada Kapten Hurdt pada bulan April 1679.

Baca Juga: Mengungkap Akhir Hayat Amangkurat III, Raja Mataram Islam yang Wafat di Pelukan VOC

Trunojoyo kemudian dibawa ke Batavia untuk diadili.

Di Batavia, Trunojoyo disiksa dan dihina oleh VOC. Dia dituduh sebagai pemberontak, pembunuh, perampok, dan penyembah berhala.

Dia juga dipaksa untuk menyaksikan eksekusi mati beberapa pengikutnya yang tertangkap.

Akhirnya, pada tanggal 8 November 1679, Trunojoyo dihukum pancung di depan umum di lapangan Weltevreden.

Dengan kematian Trunojoyo, pemberontakan Madura pun berakhir. Mataram Islam berhasil mempertahankan kekuasaannya atas Jawa Timur, meskipun dengan harga yang mahal.

Mataram harus menyerahkan sebagian wilayahnya kepada VOC sebagai imbalan atas bantuannya. Selain itu, Mataram juga harus membayar ganti rugi perang yang sangat besar kepada VOC.

Trunojoyo meninggalkan jejak sejarah yang tak terlupakan bagi rakyat Madura dan Jawa Timur.

Dia dianggap sebagai pahlawan yang berani melawan penindasan dan penjajahan.

Dia juga menjadi inspirasi bagi para pejuang kemerdekaan Indonesia di masa selanjutnya.

Meskipun gagal meruntuhkan Mataram Islam, Trunojoyo telah menunjukkan semangat perlawanan yang tak kenal menyerah.

Artikel Terkait