Warisan Jatuh ke Tangan Perempuan, Ini 4 Keunikan Budaya Matrilineal Suku Minangkabau yang Adatnya Dipakai dalam Pernikahan Enzy

Ade S

Penulis

Keunikan sistem matrilineal Suku Minangkabau yang adatnya dipakai oleh Enzy saat menikah.

Intisari-Online.com -Presenter Enzy Storia akhirnya resmi menikah dengan kekasihnya, Maulana Kasetra atau yang akrab disapa Molen Kasetra.

Keduanya menggelar akad nikah pada Sabtu (20/5/2023) di Hotel The Dharmawangsa Jakarta.

Pernikahan ini menjadi perhatian publik karena dilakukan secara diam-diam dan tanpa banyak pemberitahuan sebelumnya.

Dalam foto-foto yang beredar, terlihat Enzy tampil cantik dengan kebaya cokelat tua bersulam tangan dan songket senada dari Vera Kebaya.

Sementara Molen tampak gagah dengan beskap karya Didiet Molen. Keduanya juga mengenakan suntiang dan peci khas Sumatera Barat.

Penampilan tersebut menjadi gambaran prosesi akad nikahkeduanya yang menggunakan adat Minang.

Sistem kekerabatan matrilineal yang unik

Terkait adat minangkabau, ada salah satu budaya suku ini yang unik yang jarang sekali dijalankan suku-suku di Indonesia, dan juga dunia.

Budaya yang dimaksud adalah budaya matrilineal di mana dalam sistem kekerabatan ini yang menarik garis keturunan dari pihak ibu saja.

Tentang bagaimana suku Minangkabau sampai menganut sistem kekerabatan matrilineal, silakan klik link artikel tentang sejarahnya ini.

Budayamatrilinealsendiri tidak hanya mempererat hubungan kekeluargaan di antara anggota keluarga, tapi juga menimbulkan beberapa ciri khas, di antaranya:

Baca Juga: Adatnya Dipakai Enzy saat Menikah, Suku Minangkabau Ternyata Jadi Penganut Matrilineal Usai Peristiwa Serangan Majapahit

1. Pernikahan antarsuku

Budaya matrilineal mendorong pernikahan antarsuku agar kedua pihak atau salah satu pihak yang menikah tidak hilang identitasnya sebagai bagian dari suku ibunya.

Pernikahan dengan wanita dari luar suku Minangkabau kurang disetujui karena anak tidak akan memiliki suku.

Sebaliknya, pernikahan dengan pria luar suku Minangkabau tidak menjadi masalah, karena tidak mengganggu tatanan adat dan anak tetap mengikuti suku dari ibunya.

2. Tradisi melamar pria

Tradisi ini juga menjadi ciri khas suku Minang, di mana seringkali pihak wanita yang datang melamar pihak pria, bahkan memberi mas kawin.

Wanita minang akan 'mengambil' si pria dengan uang yang disebut uang japuik, membawa perhiasan, dan juga cincin emas untuk menghormati keluarga pria.

Hal ini juga dilakukan karena nantinya pria akan menjadi menjadi sandaran keluarga wanita.

Setelah menikah, seorang pria akan menjadi “tamu” sebab mereka kemudian akan tinggal di rumah keluarga istrinya.

3. Ketentuan pengelolaan harta

Dalam sebuah keluarga, terdapat wanita tertua atau dituakan di kaum yang disebut limpapeh atau amban puruak.

Baca Juga: Inilah Fort de Kock, Benteng Pertahaan Belanda Untuk Melawan Rakyat Minang

Ia akan mendapat penghormatan sebagai penguasa seluruh harta kaum dan mengatur penyalurannya.

Sementara laki-laki tertua di kaum akan diberi sebutan sebagai tungganai.

Ia bertugas sebagai mamak kapalo warih yang hanya berkuasa untuk merawat, mengusahakan, dan meningkatkan harta milik kaum, tapi tidak untuk memanfaatkannya.

4. Penentuan pembagianwarisan

Termasuk dalam urusan pembagian warisan, nantinya orang-orang dari garis keturunan ibu akan mendapatkan porsi lebih besar dibanding dari garis ayah.

Kekuatan hubungan ini sendiri didasari oleh tujuan serta berbagai kepentingan bersama, yaitu berupa kepemilikan atas rumah dan tanah.

Sehingga meski perempuan berperan besar dalam kesukuan, bukan berarti ia akan mendapatkan kuasa penuh pada harta pusaka atau warisan di keluarganya.

Dari pembagian harta warisan ini biasanya harta warisan akan digunakan secara bersama-sama oleh sang penerima pusaka dengan anggota keluarga yang lain.

Bisa dibilang, harta warisan ini kemudian tidak bisa dibagi dan harus tetap utuh karena menjadi milik bersama.

Baca Juga: Perjalanan Hidup Buya Hamka: Dari Minangkabau hingga Ketua MUI Pertama

Artikel Terkait