Penulis
Intisari-online.com -Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Serangan ini dijalankan oleh pasukan TNI dan rakyat Yogyakarta yang berhasil menduduki kota selama enam jam.
Sekaligus menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia masih berdaulat meskipun ibu kotanya dikuasai oleh Belanda.
Serangan ini juga menjadi momentum penegakan kedaulatan negara yang diakui oleh PBB dan mendorong Belanda untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia pada akhir tahun 1949.
Namun, siapa sebenarnya yang memprakarsai serangan ini?
Ada beberapa versi yang beredar, namun salah satu yang paling kuat adalah versi yang menyebutkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX.
Kebetulan saat itu menjabat sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia, adalah orang yang pertama kali mengusulkan ide serangan ini.
Hal ini didasarkan pada beberapa sumber, di antaranya adalah wawancara Sri Sultan dengan BBC Siaran Indonesia pada tahun 1985.
Berjudul "biografi Takhta untuk Rakyat: Celah-Celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX karya Mohamad Roem, dan kajian akademik tim sejarawan Universitas Gadjah Mada."
Dalam wawancara dengan BBC Siaran Indonesia, Sri Sultan mengatakan bahwa ia mendapat ide serangan ini ketika ia melihat peta Yogyakarta yang tergantung di dinding ruang kerjanya.
Ia melihat bahwa pasukan Belanda hanya menguasai jalan-jalan utama dan pusat-pusat penting, sedangkan daerah-daerah lain masih dikuasai oleh TNI dan rakyat.
Baca Juga: Pakta Warsa Ditandatangani, Perang Dingin Pun Dimulai, Ternyata Ini Sosok Yang Mencetuskannya
Kemudian berpikir bahwa jika pasukan Belanda diserang secara mendadak dari semua arah, mereka akan bingung dan tidak bisa berkoordinasi.
Lalu menghubungi beberapa tokoh militer dan politik untuk membahas rencana serangan ini.
Dalam biografi Takhta untuk Rakyat, dikisahkan bahwa Sri Sultan mengirim kurir untuk menghubungi Letnan Kolonel Soeharto, yang saat itu menjadi Komandan Wilayah III Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ia meminta Soeharto untuk datang ke keraton pada malam hari tanpa diketahui oleh Belanda.
Di sana, ia menyampaikan idenya tentang serangan umum dan meminta Soeharto untuk melaksanakannya.
Soeharto kemudian menyiapkan pasukan dan strategi untuk melakukan serangan ini.
Dalam kajian akademik tim sejarawan UGM, disimpulkan bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah penggagas serangan ini berdasarkan analisis kritis terhadap berbagai sumber historiografi.
Tim ini juga menilai bahwa peran Sri Sultan tidak hanya sebagai penggagas, tetapi juga sebagai pembela kedaulatan negara.
Hal ini terlihat dari sikapnya yang tetap setia kepada Republik Indonesia meskipun ditawari oleh Belanda untuk menjadi raja boneka.
Selain itu, ia juga berperan aktif dalam diplomasi internasional untuk mendapatkan pengakuan atas kedaulatan Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa titah Sri Sultan Hamengku Buwono IX memiliki ide dan motivasi yang kuat di balik Serangan Umum 1 Maret 1949.
Ia ingin membuktikan bahwa Indonesia masih hidup dan berjuang untuk kemerdekaannya.
Sekaligus juga ingin mengakhiri penjajahan Belanda dan merebut kembali ibu kota Republik Indonesia.
Serangan Umum 1 Maret 1949 tidak hanya menorehkan sejarah sebagai peristiwa militer yang heroik, tetapi juga sebagai peristiwa politik yang strategis.
Serangan ini berhasil mengejutkan Belanda dan dunia internasional yang mengira bahwa Indonesia sudah kalah dan tak berdaya.
Serangan ini juga berhasil menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki semangat juang yang tinggi dan tidak mau menyerah kepada penjajah.
Kemudian berhasil menarik simpati dan dukungan dari berbagai negara, terutama dari negara-negara Asia dan Afrika yang juga mengalami penjajahan.
Serangan Umum 1 Maret 1949 juga memiliki dampak yang signifikan terhadap jalannya perundingan antara Indonesia dan Belanda.
Serangan ini membuat Belanda sadar bahwa mereka tidak bisa menguasai Indonesia dengan kekerasan militer.
Juga membuat Belanda sadar bahwa mereka harus menghormati hak-hak Indonesia sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat.'
Hal itu jugamembuat Belanda sadar bahwa mereka harus segera menyelesaikan masalah Indonesia dengan cara damai dan diplomatis.
Serangan Umum 1 Maret 1949 juga memiliki dampak yang positif terhadap persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.