Penulis
Untuk menaklukkan Ki Ageng Mangir, Panembahan Senopati mengirim putrinya untuk memikat musuhnya itu. Semua demi kebesaran Mataram Islam.
Intisari-Online.com -Ki Ageng Mangir adalah sosok yang keras kepala dan ogah takluk di bawah ketiak Mataram Islam-nya Panembahan Senopati.
Paling tidak, begitulah gambaran sastrawan Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya Drama Mangir.
Saking kerasnya sikap Mangir, Panembahan Senopati bahkan harus menumbalkan putrinya yang cantik untuk menaklukkan perdikan kecil itu.
Mangir merupakan sebuah perdikan yang didirikan oleh Ki Ageng Mangir I.
Konon katanya, perdikan ini jauh lebih tua dibanding Mataram Islam.
Ia sudah ada tak lama setelah runtuhnya Majapahit pada abad ke-15.
Disebut perdikan, atau wilayah yang merdeka, karena Mangir sejak Ki Ageng Mangir I hingga Ki Ageng Mangir III, tidak pernah takluk kepada penguasa mana pun.
Di akhir abad ke-16, lahirlah Mataram Islam yang ekspansionis.
Bahkan kerajaan baru ini sudah mulai memperluas wilayahnya sejah raja pertamanya, Panembahan Senopati.
Perluasan ini bahkan mengarah ke selatan, ke Mangir.
Tapi Mangir, dalam hal ini Ki Ageng Wanabaya IV atau yang lebih dikenal sebagai Ki Ageng Mangir, bukan sosok yang mudah ditaklukkan.
Atas saranKi Jurumertani, penaklukan atas Mangir sebaiknya dilakukan dengan ikatan perkawinan.
Maka diutuslah Pambayun, putri Senopati, sebagai penari keliling ke Mangir bernama Lara Kasihan.
Tujuannya untuk mengambil hati Ki Ageng Mangir.
Dan benar saja, Ki Ageng Mangir benar-benar terpikat olehkecantikan Pembayun.
Dia pun tidak berpikir panjang untuk segera meminta Retna Pembayun sebagai istrinya.
Tanpa pernah tahu bahwa ada darah Panembahan Senopati mengalir di dalam tubuh wanita tersebut.
Singkat cerita, Retna Pembayun pun pada akhirnya benar-benar jatuh cinta pada musuh bebuyutan ayahnya tersebut.
Sebuah kondisi yang pada akhirnya membuat sang putri raja mengungkapkan siapa dirinya sebenarnya, tepat saat dia sedang mengandung anak Ki Ageng Mangir.
Murka, marah, kecewa, sedih, bercampur aduk dalam diri Ki Ageng Mangir mengetahui fakta tersebut.
Namun, pengakuan tulus dari sang istri yang bersumpah bahwa dirinya telah benar-benar mencintai Ki Ageng Mangir kemudian memadamkan api amarah tersebut.
Bahkan, pengakuan tersebut pula yang membuat Ki Ageng Mangir sudi untuk bertemu dengan Panembahan Senopati.
Suami Retna Pembayun tersebut bak lupa bahwa sosok yang kini telah menjadi mertuanya tersebut menyimpan ambisi besar menaklukan Desa Mangir.
Lengah, Ki Ageng Mangir tewas tepat ketika bersujud di hadapan Panembahan Senopati.
Kepalanya dibenturkan ke lantai batu yang berada tepat di bawahnya.
Berdasarkan cerita yang beredar, jasad Ki Ageng Mangir dipotong menjadi dua bagian.
Satu bagian dimakamkan di dalam benteng makam dan bagian lainnya berada di luar makam Raja-Raja Mataram di Kotagede, Yogyakarta.
Tindakan ini dilakukan oleh Raja Mataram Panembahan Senopati yang masih menganggap Ki Ageng Mangir sebagai menantunya sekaligus musuh besarnya.
Ki Ageng Mangir ini diperkirakan terjadi pada tahun 1601 M.