Find Us On Social Media :

Ditakuti Belanda, Ini Mitos Kesaktian Sultan Agung Punya Abdi Dalem Sakti Mandraguna Hingga Bisa Kendalikan Makhluk Gaib

By Afif Khoirul M, Sabtu, 8 April 2023 | 16:10 WIB

Ilustrasi - Sultan Agung memiliki abdi dalem dam konon bisa kendalikan makhluk gaib.

Intisari-online.com - Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah raja ketiga dari Kerajaan Mataram yang memerintah dari tahun 1613 hingga 1645.

Beliau adalah seorang penguasa yang tangkas, cerdas, taat agama, dan berjiwa pejuang.

Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan besar dan kuat di Nusantara.

Salah satu hal yang menarik dari sosok Sultan Agung adalah kesaktian yang beliau miliki.

Menurut Babad Tanah Jawi, Sultan Agung mampu mengendalikan makhluk gaib menjadi abdi dalem setia.

Salah satunya adalah Juru Taman, yang dulunya adalah manusia biasa namun berubah menjadi siluman setelah memakan telur Lungsung Jagat pemberian Ratu Kidul.

Juru Taman memiliki kesaktian mandraguna yang istimewa dan sulit dikalahkan.

Beliau tinggal di tengah hutan belantara di kawasan Tunjungbang, wilayah Kasultanan Mataram.

Juru Taman selalu setia melayani Sultan Agung dan membantu beliau dalam berbagai hal.

Selain Juru Taman, Sultan Agung juga memiliki abdi dalem lain yang memiliki kesaktian tinggi.

Misalnya Ki Gede Pemanahan, Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Sela, dan Ki Ageng Pemanahan II.

Baca Juga: Sultan Agung Cemari Sungai Ciliwung Dengan Kotoran Manusia, Jenderal VOC Pun Jadi Korbannya

Mereka semua adalah keturunan dari Sunan Kalijaga, salah satu wali yang menjadi guru dan penasehat Sultan Agung dalam hal agama Islam.

Dengan bantuan para abdi dalem sakti ini, Sultan Agung mampu menghadapi berbagai tantangan dan ancaman dari musuh-musuhnya.

Salah satu musuh terbesar Sultan Agung adalah VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Perusahaan Hindia Timur Belanda, yang mencoba menguasai perdagangan dan politik di Nusantara.

Sultan Agung merupakan penguasa pertama yang mengadakan perang besar-besaran dengan Belanda.

Penyerangan pertama dilakukan pada 1628. Sultan Agung mempersiapkan 59 kapal armada dan lebih dari 20.000 orang pasukan darat.

Sayangnya, penyerangan ini gagal karena adanya pengkhianatan dari sebagian pasukan Mataram yang bersekutu dengan Belanda.

Penyerangan kedua dilakukan pada 1629 dengan pasukan yang lebih besar dan lebih siap.

Namun, penyerangan ini juga gagal karena adanya wabah penyakit di antara pasukan Mataram dan kekurangan persediaan makanan dan air.

Meskipun demikian, penyerangan ini berhasil membuat Belanda ketakutan dan menghormati kekuatan Mataram.

Sultan Agung tidak menyerah dengan kegagalan ini.

Beliau terus berusaha memperkuat kerajaannya dengan melakukan berbagai reformasi administrasi, militer, budaya, dan agama.

Baca Juga: Tumenggung Wiraguna, Panglima Perang Terbesar Mataram, Disegani Belanda Jadi Kepercayaan Sultan Agung Di Akhir Hidupnya

Sultan Agung juga terus melakukan ekspansi wilayah dengan menaklukkan berbagai daerah di Jawa dan luar Jawa.

Selain mengendalikan makhluk gaib dan menyerang Belanda, Sultan Agung juga melakukan berbagai reformasi administrasi, militer, budaya, dan agama di kerajaannya.

Beliau membagi wilayah Mataram menjadi beberapa kadipaten yang dipimpin oleh adipati atau bupati yang bertanggung jawab kepada beliau.

Beliau juga mengatur sistem pajak dan upeti dari daerah-daerah yang ditaklukkannya.

Di bidang militer, Sultan Agung memperkuat angkatan perangnya dengan membentuk pasukan khusus yang disebut Prajurit Mataram.

Pasukan ini terdiri dari prajurit-prajurit pilihan yang dilatih secara ketat dan setia kepada Sultan Agung.

Pasukan ini juga dibekali dengan senjata-senjata modern seperti meriam, senapan api, dan tombak. Pasukan ini menjadi andalan Sultan Agung dalam menghadapi musuh-musuhnya.

Di bidang budaya, Sultan Agung mengembangkan berbagai karya seni dan sastra yang mencerminkan kejayaan Mataram.

Beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang disebut Perguruan Tinggi Islam (PTI) di Kotagede.

Di sini beliau mengajarkan ilmu-ilmu agama, filsafat, sastra, sejarah, dan bahasa. Beliau juga menciptakan karya-karya sastra seperti Serat Centhini, Serat Pararaton, Serat Babad Tanah Jawi, dan Serat Wulangreh.

Beliau juga mendukung perkembangan seni pertunjukan seperti wayang kulit, wayang krucil, tari topeng, dan gamelan.

Di bidang agama, Sultan Agung merupakan penguasa yang berusaha mengembangkan agama Islam di pulau Jawa.

Beliau mendapatkan pendidikan agama dari beberapa wali, terutama Sunan Kalijaga yang dijadikan guru dan penasehatnya.

Kemudian menjalin hubungan dengan ulama-ulama besar di Mekah untuk mendapatkan gelar sultan dari mereka.

Beliau juga membangun berbagai masjid dan pesantren di wilayah Mataram.

Salah satu masjid terbesar yang dibangun oleh beliau adalah Masjid Agung Demak yang menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa Tengah.

Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dalam usia 52 tahun.

Beliau dimakamkan di Imogiri, Bantul, Yogyakarta. Makam beliau disebut sebagai makam ghaib karena konon berasal dari batu Makkah yang dibawa oleh Ratu Kidul.