Mengungkap Tradisi Selir Zaman Mataram Islam, Wilayah Jawa Ini Konon Jadi Pemasok Selir Terbanyak

Afif Khoirul M

Penulis

Ilustrasi - Tradisi selir di kerajaan Mataram Islam.

Intisari-online.com - Selir adalah istilah yang digunakan untuk menyebut perempuan yang dipilih oleh raja Jawa untuk menjadi istri atau permaisuri.

Tradisi selir ini sudah ada sejak zaman kerajaan Hindu-Buddha, namun mencapai puncaknya pada masa kerajaan Mataram Islam yang berdiri sejak abad ke-16 hingga ke-18 Masehi.

Raja-raja Mataram Islam memiliki banyak selir yang berasal dari berbagai daerah di Jawa.

Ada yang merupakan putri dari bangsawan bawahan, ada juga yang berasal dari rakyat biasa.

Alasan mengambil selir tidak hanya didasarkan pada kecantikan atau kesukaan raja, tetapi juga memiliki motif politik dan strategis.

Salah satu tujuan mengambil selir adalah untuk memperkuat hubungan antara raja dengan bangsawan bawahan.

Dengan menikahi putri bangsawan, raja dapat menjamin loyalitas dan ketaatan mereka.

Selain itu, raja juga dapat memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara mengawinkan selir dengan penguasa daerah lain.

Dengan menikahi putri bangsawan, raja dapat menjamin loyalitas dan ketaatan mereka.

Selain itu, raja juga dapat memperluas wilayah kekuasaannya dengan cara mengawinkan selir dengan penguasa daerah lain.

Selir juga menjadi simbol status sosial dan kejayaan raja.

Baca Juga: Kisah Nyai Ontrowulan, Selir yang Melahirkan Pangeran Pemberontak Namun Dicintai Rakyatnya

Semakin banyak selir yang dimiliki, semakin tinggi derajat dan kewibawaan raja di mata rakyat dan musuh.

Selir juga menjadi sumber keturunan raja yang dapat melanjutkan dinasti dan menjaga kesinambungan kerajaan.

Namun, tradisi selir juga menimbulkan dampak negatif bagi raja dan kerajaan.

Salah satunya adalah persaingan dan konflik antara selir dan anak-anaknya untuk merebut tahta dan kekuasaan.

Banyak kasus pemberontakan, pembunuhan, pengkhianatan, dan perpecahan yang dipicu oleh perselisihan dalam istana.

Selain itu, tradisi selir juga menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender dan eksploitasi perempuan.

Selir seringkali dianggap sebagai objek seksual atau komoditas politik yang tidak memiliki hak dan kewenangan.

Selir juga harus tunduk pada aturan dan adat istana yang ketat dan represif.

Salah satu daerah yang dikenal sebagai pemasok selir untuk raja-raja Mataram Islam adalah Jawa Timur.

Menurut beberapa sumber sejarah, ada empat kabupaten di Jawa Timur yang menjadi asal-usul selir-selir cantik, yaitu Blitar, Malang, Banyuwangi, dan Lamongan.

Perempuan-perempuan dari daerah-daerah ini dipercaya memiliki pesona yang memesona di mata raja-raja Mataram Islam.

Baca Juga: Kisah Nyai Ontrowulan, Selir yang Melahirkan Pangeran Pemberontak Namun Dicintai Rakyatnya

Mereka dianggap memiliki kecantikan fisik, kelembutan sikap, keterampilan seni, dan kecerdasan pikiran yang menarik perhatian raja.

Beberapa contoh selir dari Jawa Timur yang berhasil menjadi permaisuri atau ibu suri di kerajaan Mataram Islam adalah Ratu Mas Malang (permaisuri Amangkurat I), Ratu Mas Kencana (permaisuri Amangkurat II), Ratu Mas Ayu (ibu suri Amangkurat III), Ratu Mas Sari (permaisuri Pakubuwono I), dan Ratu Mas Adipati Anom (permaisuri Pakubuwono II).

Tradisi selir di kerajaan Mataram Islam merupakan fenomena sosial-budaya yang menarik untuk dikaji.

Tradisi ini mencerminkan nilai-nilai, norma-norma, dan dinamika masyarakat Jawa pada masa lampau.

Namun,juga memberikan gambaran tentang sejarah, politik, dan budaya kerajaan Mataram Islam yang pernah berjaya di Nusantara.

Artikel Terkait