Penulis
Intisari-online.com - Petasan merupakan mainan peledak yang ramai pada saat Ramadhan di Indonesia.
Meski sudah menjadi tradisi yang berkembang di Indonesia, nyatanya petasan merupakan hal yang berbahaya.
Hal ini terbukti dari kerjadian belakangan ini di Dukuh Kaliangkrik, Magelang, yang menewaskan 1 korban ini.
Mengutip Tribunnews, sebuah ledakan petasan menimpa 11 rumah dengan 1 korban tewas akibat ledakan itu.
Hal ini disampaikan olehKabid Dokes Polda Jateng, Kombes Pol Sumy Hastry Purwanti, yang menjelaskan mengenai kondisi jasad korban.
Mahfid (33) ditemukan tewas mengenaskan dalam insiden tersebut.
Ledakan tersebut terjadi di Desa Giriwarno, Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah pada Senin (27/3/2023), dan berimbas pada rusaknya 11 rumah warga di sekitaran.
Dan terjadi kurang lebih pada pukul 20.10 WIB, saat tarawih berlangsung.
Ledakan diketahui berasal dari bahan peledak yang dipesan korbansebanyak 7,5 kilogram untuk diracik dan dijual, bahan itu antara lain sulfur, aluminium, dan lainnya.
Menurut Irjen PolAhmad Luthfi mengatakan bahwa korban sedang membuat petasan yang akan dijual.
Namun nahasnya, bahan tersebut justru meledak sehingga menyebabkan tragedi mengerikan tersebut.
Sementara itu juga menelisik asal-usul petasan, ternyata berasal dari negeri Tirai Bambu.
Petasan adalah benda peledak berdaya ledak rendah yang terbuat dari bubuk mesiu dan kertas.
Petasan berasal dari Tiongkok kuno, di mana orang-orang menggunakan bambu yang meledak saat dibakar untuk mengusir roh jahat.
Kemudian, alkemis Tiongkok menemukan formula bubuk mesiu yang menjadi bahan dasar petasan dan kembang api.
Petasan kemudian digunakan untuk berbagai perayaan dan perang di Tiongkok dan negara-negara lain.
Di Indonesia, petasan dibawa oleh orang-orang Tionghoa yang bermukim di sini.
Petasan menjadi bagian dari tradisi pernikahan, Imlek, dan tahun baru.
Namun, petasan juga menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti kebakaran, polusi udara, dan kebisingan.
Oleh karena itu, pemerintah VOC pada tahun 1650 mengeluarkan larangan membakar petasan terutama di musim kemarau.
Meskipun petasan menjadi bagian dari tradisi masyarakat Indonesia, terutama orang-orang Tionghoa, petasan juga menimbulkan berbagai masalah dan risiko.
Salah satu masalah yang muncul adalah kebakaran yang disebabkan oleh petasan.
Kebakaran ini dapat merusak wilayah penduduk dan kebun yang menjadi sumber penghasilan mereka.
Oleh karena itu, pemerintah VOC pada tahun 1650 mengeluarkan larangan membakar petasan terutama di musim kemarau.
Larangan ini didasarkan pada alasan keamanan dan ketertiban masyarakat.
Larangan ini juga berlaku untuk kembang api dan benda-benda peledak lainnya.
Larangan ini kemudian diikuti oleh pemerintah Indonesia yang mengatur penggunaan dan peredaran petasan melalui undang-undang dan peraturan.
Namun, larangan ini tidak sepenuhnya efektif karena masih ada orang-orang yang membakar petasan secara diam-diam atau di tempat-tempat tersembunyi.
Selain itu, larangan ini juga menimbulkan protes dari sebagian masyarakat Tionghoa yang menganggap petasan sebagai bagian dari budaya dan kepercayaan mereka.