Penulis
Intisari-Online.com -Kecelakaan beruntun yang melibatkan mobil dinas TNI dengan mobil sipil milik seorang perempuan berinisial D ramai diperbincangkan di media sosial.
Kecelakaan yang terjadi diflyover Pancoran, Jakarta Selatan, tersebutviral usai D mengaku hanya diberi ganti rugi Rp1 juta oleh anggota TNI.
Lalu, sebenarnya, siapa yang patut disalahkan dalam sebuah kecelakaan beruntun?
Benarkah yang paling patut disalahkan adalah mobil yang paling depan yang menjadi pemicu awal kecelakaan beruntun?
Atau justru sebenarnya yang patut disalahkan adalah kendaraan yang berada di belakang yang tidak menjaga kendaraannya pada jarak aman?
Mobil TNI vs movil sipil
Diberitakan sebelumnya pada Senin (13/3/2023), D melaporkan kasus tabrakan yang dialaminya melalui akun media sosial Twitter miliknya @delimalma.
"Minggu, 12 Maret 2023 jam 14.30, mobil gue ditabrak mobil dinas bintang 1 sesuai yang digambar," ujar D seperti dikutip dari cuitannya pada Selasa (14/3/2023), seperti dilansir darikompas.com, Rabu (15/3/2023).
Kejadian tabrakan tersebut bermula saat D melintasi flyover Pancoran menuju ke Tebet, Jakarta Selatan dengan mengendarai mobil Honda HR-V berwarna abu-abu.
Saat itu, terdapat mobil sedan di depan D yang mengurangi kecepatannya secara tiba-tiba karena ada lubang besar. Akibatnya, D yang berada di belakang mobil sedan tersebut juga harus mengerem mendadak.
Kendaraan milik D berhasil dihentikan, tetapi mobil Mitsubishi Xpander Cross berwarna hijau tua berpelat dinas TNI 14-03 yang dikendarai Pratu Kevin dari arah belakang justru menabrak kendaraannya.
Bodi belakang mobil milik D pun mengalami kerusakan ringan, sementara mobil berpelat dinas TNI mengalami kerusakan di bagian bemper depan.
Setelah kejadian tersebut, D meminta pertanggungjawaban dari Pratu Kevin untuk membayar ganti rugi atas kerusakan mobilnya.
Namun, Kevin hanya mampu membayar ganti rugi sebesar Rp 1 juta, yang menurut D tidak sebanding dengan biaya untuk memperbaiki mobilnya.
"Mobil gue ringsek gitu cuma dihargai Rp1 juta ama ni oknum. Keren banget deh. Jujur gue udah kesel banget, udah sok2an bawa mobil dinas, taunya zonk banget ga mampu ganti," tutur D.
Setelah beberapa waktu, D dan Kevin akhirnya sepakat untuk menyelesaikan masalah tersebut secara damai dan kekeluargaan.
D juga mengunggah keterangan di akun media sosialnya bahwa permasalahan tersebut telah diselesaikan secara musyawarah dan kekeluargaan.
"Gue dan mas KJ ini buat surat pernyataan bahwa sudah sepakat dan that's it, case closed with peace,"cuit D, Selasa (14/3/2023).
Siapa yang salah?
Kasus kecelakaan beruntun yang melibatkan lebih dari dua kendaraan kerap terjadi di jalanan Indonesia beberapamengakibatkan kematian.
Belajar dari banyak kasus kecelakaan beruntun, pertanyaannya adalah siapa yang harus disalahkan?
Budiyanto, seorang pengamat masalah transportasi yang juga mantan Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa untuk menentukan siapa yang salah dan menjadi korban dalam kasus kecelakaan, harus melalui beberapa tahapan.
Tahapan tersebut dilakukan oleh penyidik, seperti olah tempat kejadian perkara, pemeriksaan saksi-saksi, rekonstruksi, dan masih banyak lagi.
"Dari proses tersebut, penyidik bisa mendapatkan gambaran secara umum tentang kecelakaan itu dan dapat menentukan siapa yang akan dijadikan tersangka dan siapa yang menjadi korban," kata Budiyanto, seperti dilansir dari Kompas.com, Rabu (15/3/2023).
Menurut Budiyanto, penyebab kecelakaan bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor manusia, kendaraan, jalan, atau lingkungan.
Lalu, bagaimana dengan kendaraan yang menabrak karena rem blong?
"Jika terjadi kecelakaan, berarti kendaraan itu tidak laik jalan, berarti pengemudinya pada saat akan menggunakan kendaraan tidak melakukan pengecekan. Sehingga pada saat terjadi tabrakan, pengemudi kendaraan yang remnya blong bisa disalahkan karena lalai," papar Budiyanto.
Menurut Budiyanto, hal yang sama berlaku untuk kendaraan yang mengalami kerusakan dan tiba-tiba berhenti kemudian ditabrak oleh kendaraan di belakangnya.
"Dalam situasi ini, pengemudi kendaraan yang mogok juga bisa disalahkan karena tidak melakukan pengecekan kelaikan kendaraan, dan yang menabrak juga dapat disalahkan jika mengemudikan kendaraan melebihi batas kecepatan, tidak bisa menjaga jarak aman, atau kurang konsentrasi," katanya.
Sementara menurut Kasubdit Gakkum Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya AKBP Muhammad Nasir, siapa yang disalahkan atau diduga sebagai pelaku kecelakaan bergantung pada keterangan saksi dan peristiwa.
"Yang dinyatakan bersalah atau diduga sebagai pelaku, berdasarkan hasil penyidikan dengan data, mulai dari keterangan saksi, korban, barang bukti, keterangan ahli, hingga tersangka," ujar Nasir.