Soeharto Sampai Turun Tangan, Jenderal Hoegeng 'Ditendang' Usai Ngotot Tangani Kasus Melibatkan Pejabat Ini

Ervananto Ekadilla

Penulis

Soeharto Sampai Turun Tangan, Jenderal Hoegeng 'Ditendang' Usai Ngotot Tangani Kasus Melibatkan Pejabat Ini.

Intisari-Online.com -Soeharto Sampai Turun Tangan, Jenderal Hoegeng 'Ditendang' Usai Ngotot Tangani Kasus Melibatkan Pejabat Ini.

Ada satu kisah yang menggetarkan hati di antara berbagai kisah heroik polisi menumpas kejahatan.

Kisah ini muncul di balik mendiang perwira tinggi polisi, Jenderal Hoegeng.

Jenderal Hoegeng merupakan aparat penegak hukum yang menjabat sebagai Kapolri sejak 9 Mei 1968.

Namun, saat duduk di puncak kariernya, Jenderal Hoegeng justru harus menelan pahitnya kenyataan.

Jabatan Jenderal Hoegeng tiba-tiba dicopot Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.

Sebelumnya, Jenderal Hoegeng sempat ditawari menjadi duta besar Swedia dan Belgia.

Namun, tawaran itu ditolak mentah-mentah.

Jenderal Hoegeng kukuh ingin mengabdikan dirinya di tanah air.

Namun, saat usianya masih 49 tahun, ia harus digantikan senior yang berusia empat tahun lebih tua, Jenderal Moh Hasan.

Akhirnya, Jenderal Hoegeng terpaksa pensiun dini pada usia yang masih produktif.

Terungkap dugaan kuat alasan Jenderal Hoegeng mendadak dicopot dari Kapolri.

Sebelum dipensiunkan dini oleh Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng rupanya tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan.

Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.

Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.

Sumarijem adalah penjual telur.

Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.

Ia dimasukkan ke dalam mobil dan dibius.

Kemudian, ia diperkosa di kawasan Klaten secara bergiliran.

Sum ditelantarkan di pinggir jalan.

Akhirnya, Sum pun berusaha mencari keadilan.

Ia melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.

Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.

Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.

Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.

Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu.

Pasalnya, ia tak terbukti membuat laporan palsu.

Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.

Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.

Ia bernama Trimo, seorang penjual baso.

Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.

Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.

Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.

Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.

Namun, tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.

Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.

Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.

Ia bahkan membentuk tim khusus, Tim Pemeriksa Sum Kuning.

“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapapun,"

"Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa,"

"Jadi, kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng.

Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.

Tersiar pula, pelakunya adalah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi.

Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.

Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah.

Ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.

Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum. Polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.

Namun, mereka bukanlah anak pejabat yang Sum tuduhkan.

Selain itu, mereka juga membela diri.

Bahkan, mereka menyebut, siap mati demi menolak tuduhan itu.

Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik.

Lantaran, ia dipensiunkan dini.

Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.

Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.

Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan.

"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.

Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.

"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," ujar sang ibu kepada Hoegeng.

Baca Juga: Kejujuran Kapolri Jenderal Hoegeng Bikin Hubungannya Renggang dengan Soeharto

Artikel Terkait