Penulis
Intisari-Online.com-Kerajaan Majapahit diketahui sudah memiliki aturan tersendiri yang mengatur tindakan asusila.
Sebelum mengetahui mengenai aturan itu, Anda juga harus tahu bahwa KerajaanMajapahitdianggap sebagai cikal bakal terbentuknya Indonesia.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya pada 1294. Pusatnya di selatan Sungai Brantas, Trowulan, Mojokerto.
Kerajaanmajapahitmengalami kejayaan pada masa pemerintahan Hayam Wuruk.
Majapahit merupakan kerajaan agraris yang mengembangkankemaritimansecara luas di Nusantara dan pengaruhnya mencapai wilayah Asia Tenggara.
Aktivitas Majapahit yang membuktikan perkembangannya di bidang kemaritiman pada kerajaan tersebut datang dari luar Jawa, Kalimantan, Bali, Sumatra, dan Semenanjung Malaysia.
Kerajaan MajapahitmenggunakanKapal Jung Jawasecara besar-besaran sebagai kapal angkut militer.
Mengutipnationalgeographic, kapal Jung adalah kapal layar tradisional yang digunakan oleh orang Jawa pada zaman dahulu.
Jung merupakan kapal laut yang besar, biasanya dipakai untuk berdagang dengan jarak yang jauh ataupun untuk berperang.
Jung Jawa memiliki sepasang kemudi di buritan, sebuah rumah di atas geladak.
Kapasitas Jung berkisar 200-300 ton dan mampu mengarungi Laut Jawa, Laut China hingga Teluk Benggala.
Baca Juga: Laut China Selatan 'Diporak-porandakan' Majapahit Gara-gara Bajak Laut Filipina dan Tiongkok
Jung Jawa yang terbesar mencapai hingga 1.000 ton, yaitu Jung yang dipakai orang Jawa untuk menyerang Malaka pada tahun 1513.
Sementara jumlah terbesar Jung perang Majapahit mencapai 400 kapal yang dikelompokkan menjadi 5 armada.
Kapal-kapal itu mampu menampung hingga 800 prajurit dengan panjang mencapai 50 depa atau setara 100 meter.
Untuk ukuran kecil, kapal ini memiliki panjang 33 meter dengan kapasitas 121 prajurit.
Sementara itu mengenai aturan kerajaan, salah satu yang mereka berlakukan yakni hukum yang mengatur tentang praktik santet.
Di Kerajaan Majapahit menenung merupakan salah satu bentuk kejahatan yang disebut tatayi.
Dikatakan, menenung sesama manusia akan dikenakan pidana mati.
Tidak ada orang yang terkecuali dari undang-undang tatayi ini.
Menjatuhkan pidana mati kepada orang yang melakukan tatayi adalah darma yang tak boleh dihindarkan oleh seorang raja.
Jika kesalahannya terbukti, harus dijatuhi pidana mati tanpa proses apapun.
Selain itu, Majapahit juga sudah mengatur dengan ketat antara hubungan laki-laki dan perempuan.
Baca Juga: Kemunculan Majapahit Mampu 'Meruntuhkan' Kekuatan Militer Angkatan Laut Kerajaan Sriwijaya
Pedoman yang digunakan oleh Kerajaan Majapahit adalah teks perundang-undangan Agama terdapat di bab paradara yang kabarnya ada 275 pasal.
Teks tersebut mengatur berbagi jenis model hukuman yang akan diberikan pada pelaku tindakan kekerasan seksual.
Meski begitu, keputusan final tetap berada di tangan Raja, entah mau memberikan hukuman yang ringan atau berat.
Kepada seorang yang bermain nakal kepada istri orang, Kerajaan majapahit akan memberikan hukuman berat.
Menurut arkeolog Puslit Arkenas, Titi Surti Nastiti dalam Perempuan Jawa, laki-laki yang melihat secara langsung pasangannya disetubuhi, diperbolehkan untuk memotong tangan atau minta denda yang besar.
Bahkan, diperbolehkan juga untuk membunuh sang pelaku.
Sedangkan, untuk mereka yang belum menikah tapi berani bermain nakal, pelaku tindakan asusila akan dilabeli Babi dan dihukum empat tali oleh sang Raja.
Cara Majapahit dalam menentukan sanksi juga tergantung pada saksi, dimana akan semakin berat jika dalam kasus semacam ini perbuatan diketahui pihak ketiga.
Dan yang hebat dalam hal ini, kerajaan termasyur tersebut juga tidak pandang bulu dalam memberikan hukuman, siapa saja termasuk pendeta sekalipun melakukan hal negatif model itu akan diberikan sanksi.
(*)