Find Us On Social Media :

Meredupnya Praktik Pergundikan Setelah PD II Menyisakan Cemoohan dari Bangsa Sendiri

By Muflika Nur Fuaddah, Jumat, 30 Desember 2022 | 20:17 WIB

(Ilustrasi) Keuntungan Orang Belanda Hidup Bersama Gundik atau Nyai Lokal

Intisari-Online.com - Sejak kedatangan orang Belanda pertama kali ke Hindia Timur pada abad ke-17, gundik sudah menjadi semacam kebutuhan.

Persoalan pergundikan memang bukan sesuatu yang baru. 

Namun baru pada pemerintahan J.P. Coen, sebagai Gubernur Jenderal kedua VOC, ia mengajukan kepada Heeren XVII, agar dikirimkan wanita dari Belanda.

Hal itu menurutnya perlu lantaran kebutuhan biologis para serdadu juga ada kaitannya dengan persoalan politik dan ekonomi.

Namun, pada kenyataannya noni-noni Belanda itu gampang merana berada di daerah tropis sehingga terjadi penolakan.

Penolakan itu juga dikarenakan pasangan keluarga yang datang ke Hindia dikhawatirkan hanya akan bertujuan memperkaya diri.

Memang saat itu Hindia terkenal sebagai tempat pelarian pengusaha yang mengalami kebangkrutan di Eropa.

Kemudian juga ada alasan yang lebih bersifat biologis.

Disebutkan bahwa perkawinan suami-istri Belanda di Hindia ternyata sering mandul.

Sejak 1635, dewan komisaris mengubah taktik dan mengikuti cara-cara kolonisasi Portugis, menggalakkan perkawinan dengan perempuan Asia untuk menciptakan perempuan campuran yang patuh khususnya di Batavia.

Pergundikan adalah praktik untuk memenuhi kebutuhan dan mendapat toleransi masyarakat kaum kulit putih.

Baca Juga: Awalnya Kerja di Warung Makan, Kemudian Jadi Gundik di Barak Militer Serdadu KNIL