Penulis
Intisari-Online.com-Hal yang lumrah pada era peradaban kuno bagi para penguasa danelite masyarakat untuk memiliki gundik atau selir.
Tujuan memiliki gundik atau selir yakni untukmeningkatkan prestise pria, salah satunya melalui kemampuannya untuk menghasilkan anak.
Meski begitu,kepemilikan akan gundik jugakesempatan tak terbatas untuk memanjakan hasrat seksual mereka.
Para raja di Jawa Tengah abad ke-19 mempunyai banyak gundik atau selir di Keputren.
Namun terlepas dari itu, sosokPangeran Diponegoroyang dikenal sebagai pahlawan legendaris ternyata juga punya gundik.
Pangeran Diponegoro sendiri diketahui pernah memimpin kurang lebih 100,000 pasukan dalam Perang Jawa.
Sedang pasukan Belanda dipimpih oleh Jenderal Hendrik Merkus de Kock yang memiliki kekuatan 50.000 pasukan.
Perang Jawa yang dikobarkanPangeran Diponegoropada tahun 1825-1830 membuat Belanda kehilangan ribuan tentara dan biaya.Akibat perang ini, penduduk Jawa yang tewas mencapai 200.000 jiwa
Sementara itu bukuTakdir: Riwayat Pangeran Diponegoro(2014) danKuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa(2012) oleh sejarawan Universitas Oxford, Peter Carey, menuliskan ada cerita-cerita yang tidak terduga dari pangeran Diponegoro yang bahkan disebut "lebih aneh dibandingkan khayalan".
Menurut Peter Carey sendiri untuk penampilan fisik, Diponegoro tidak dapat disebut setampan Arjuna, tapi bisa dikatakan "cukup enak dipandang oleh mata Jawa."
Ia menikah beberapa kali, pada pernikahannya yang pertama ia menikah dengan anak seorang ulama terkemuka dari Desa Dadapan, dekat Tempel, yaitu Raden Ayu Madubrongto.
Namun ia kemudian menikah lagi dengan Raden Ayu Retnokusumo atas desakan orangtuanya, Sultan Hamengkubuwono III, dalam sebuah pernikahan sarat politik karena Raden Ayu Retnokusumo adalah putri Bupati Panolan, Kesultanan Yogyakarta, Raden Tumenggung Notowijoyo III.
Sepanjang hidupnya Diponegoro memiliki tujuh istri resmi dan gundik atau selir yang tidak terhitung banyaknya, di Tegalrejo ia memiliki 4 istri resmi dan beberapa selir.
Ada seorang selirnya yang terakhir konon cukup cantik sampai memancing sifat mata keranjang Asisten Residen Belanda untuk Yogyakarta, P.F.H Chavelier (1823-1825).
Selir itu dikabarkan hidup bersama asisten residen beberapa bulan sebelum Perang Jawa.
Peter Carey mencatat Diponegoro memiliki 17 anak, 12 laki-laki dan 5 perempuan, semua dari istri-istri resminya.
Kemudian di masa perang pasca kematian istri keempat sekaligus istri yang paling dikasihinya, Raden Ayu Maduretno pada November 1827, ia menikahi 3 istri baru.
Salah satunya adalah Raden Ayu Retnoningsih (1810-1885), putri Bupati Madiun serta kemenakan perempuan Raden Ronggo Prawirodirdjo III.
Raden Ayu Retnoningsih masih berusia 17 tahun ketika dinikahi Diponegoro, dan sebagai satu-satunya istri resmi yang menemani Diponegoro dalam pengasingan, Raden Ayu Retnoningsih memberi dua anak untuk Diponegoro.
Diponegoro memang lemah terhadap perempuan, daya tariknya sangat besar bagi kaum hawa, dan ia mengakui sifat yang mengganggu di masa mudanya adalah "sering tergoda oleh perempuan".
Diponegoro juga bangga dalam keahliannya menaklukkan hati wanita, seperti diceritakan Residen Manado Pietermaat (menjabat 1827-1831) jika “percakapan yang paling digemarinya adalah tentang perempuan-perempuan yang melihatnya sebagai seorang kekasih yang menawan.”
Peter Carey juga mengatakan ketika Diponegoro sakit malaria ketika 3 bulan akhir perang, ia masih mampu bermain-main dengan janda-dukun, Nyai Asmaratuna, yang merawatnya di Desa Sebodo di timur Bagelen.
Di Manado Pangeran Diponegoro juga pernah ingin menikahi perempuan setempat yaitu putri dari seorang warga Muslim terkemuka, Letnan Hasan Nur Latif.
Baca Juga: Rara Mendut Mati-matian 'Ogah' Jadi Gundik Panglima Perang Sultan Agung
(*)