Harus Mau! Bagian Tubuh dari Para Gundik Ini Bisa Dilumuri Cabai Spanyol yang Telah Ditumbuk Jika Mereka Salah Pilih 'Berurusan' dengan Pundi-pundi Uang Lelaki Eropa

Muflika Nur Fuaddah

Penulis

Potret seorang gundik atau Nyai di antara para serdadu militer Hindia Belanda.

Intisari-Online.com - Praktik pergundikan atau memiliki selir sudah terjadi di peradaban Yunani kuno dan Romawi.

Di Tiongkok kuno, pergundikan adalah praktik kompleks.

Di peradaban tersebut para selir diberi peringkat sesuai dengan tingkat kaisar dengan mereka.

Praktik pergundikan juga terjadi di era kolonial Hindia Belanda.

Saat itu, istilah 'Nyai' digunakan untuk menyebut seorang gundik dari orang-orang Eropa di wilayah pendudukan VOC.

Seorang Nyai berada dalam posisi yang tinggi secara ekonomi, tetapi rendah secara moral.

Dalam status sosial, kehadirannya sering dianggap sebagai perempuan murahan, karena tidak bisa mendapatkan status "istri" meski banyak diantara mereka telah memiliki anak dari hasil hubungan dengan majikannya.

Reggie Bay menceritakan tentang 'Nyai' ini dalam bukunya berjudulNyai dan Pergundikan di Hindia Belanda.

Gundik sendiri bisa disebut juga istri tak resmi, perempuan simpanan, atau perempuan yang difungsikan sebagai pelepasan nafsu birahi.

Seorang wanita pribumi setelah menjadi Nyai, setiap hari akan selalu khawatir menunggu giliran dibuang. Bagaimana hal itu terjadi?

Dijelaskan Reggie Bay, bahwa yang sering terjadi setelah para Nyai melahirkan adalah mereka diperintahkan pergi ("dikirim kembali ke kampung") guna memberi tempat pada perempuan Eropa.

Hampir semua pejabat VOC bawahannya punya gundik yang disebut nyai.

Para pejabat dari Belanda terbiasa mengambil selir wanita di Nusantara yang kemudian disebut sebagai nyai.

Awalnya, yang favorit dijadikan gundik adalah perempuan blasteran Portugis-Asia, yang sebagian didatangkan dari Malaka, setelah pelabuhan di Semenanjung Melayu direbut VOC dari tangan Portugis, pertengahan abad ke-17.

Pada saat itu sebutan Nyai dianggap sebagai perempuan yang tidak memiliki norma kesusilaan karena statusnya sebagai seorang istri simpanan.

Pergundikan kian marak karena praktik kumpul kebo dilakukan pula oleh para pedagang China, yang juga datang ke Batavia sendirian dari negeri asalnya.

Ironisnya, para Nyai bisa saja dipisahkan dengan anak yang mereka lahirkan sendiri.

Mereka yang lebih memilih cinta dari pada pundi-pundi uang lelaki Eropa, maka akan mendapat siksaan.

Mereka akan dijemur di bawah terik matahari, agar tidak pingsan, sementara daerah kemaluannya dilumuri cabai spanyol yang telah ditumbuk.

Baca Juga: Sisi Gelap Kekaisaran Ottoman yang Riuh dengan 2.000 Harem Sultan, Namun Bisa Jadi 'Neraka' yang Begitu Sunyi hingga Membuat Tak Waras

(*)

Artikel Terkait