Penulis
Intisari-Online.com -Irjen Ferdy Sambotelah ditetapkan sebagai tersangka dalam danbahkan diduga menjadi otak dari pembunuhan Brigadir J.
Dalamsidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Ferdy Sambo,mayoritas tuntutan tidak dibantah oleh Sambo.
"Jadi sidang kode etik kemarin itu sebenarnya cukup telak, 99 persen FS tidak menyangkal atau tidak membantah di dalam pembuktian apa yang disangkakan kepada yang bersangkutan," kata Yusuf dalam tayangan YouTube Kompas.com bertajuk "Rekonstruksi Tunjukkan Brigadir Yosua Memohon Ampun agar Tak Ditembak", Rabu (31/8/2022).
Meski begitu, perbuatan menghalang-halangi proses hukum (obstruction of justice)J terpapar jelas dalam laporan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Komnas HAM menyatakan, tindakan yang merupakan obstruction of justice dalam kasus itu adalah sengaja menyembunyikan dan/atau melenyapkan barang bukti saat sebelum atau sesudah proses hukum.
Selain itu, ada upaya sengaja melakukan pengaburan fakta peristiwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Rekayasa skenario itu dilakukan dengan menyeragamkan kesaksian para saksi, yaitu mengenai latar belakang peristiwa, tempat kejadian perkara, dan alibi tersangka Ferdy Sambo di TKP.
Selain itu, meminta para aide de camp atau ajudan Sambo untuk mempelajari soal penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian dan penggunaan senjata.
Terakhir, dengan menghapus atau menghilangkan sesuatu yang merugikan.
Komnas HAM juga menemukan indikasi upaya "mengatur" tempat kejadian perkara (TKP) sebagai bagian dari merancang skenario.
Caranya dengan mengubah lokasi TKP terjadinya dugaan kekerasan seksual terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi.
Cara lainnya yakni dengan merusak, mengambil, dan/atau menghilangkan CCTV dan/atau dekoder di TKP dan di sekitar TKP.
Selain itu, ditemukan juga tindakan dalam penanganan TKP yang tidak sesuai prosedur, serta pembiaran terhadap pihak-pihak yang tidak memiliki otoritas untuk memasuki TKP.
"Adanya upaya untuk mensterilisasi wilayah rumah dinas Kadiv Propam Polri dari kehadiran wartawan," demikian isi laporan itu.
Upaya merancang skenario itu, menurut Komnas HAM, juga dilakukan dengan cara membuat narasi peristiwa yang terjadi di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga.
Caranya dengan membuat cerita tindakan Brigadir J yang diduga melakukan pelecehan seksual sambil menodongkan senjata api terhadap Putri, kemudian menembak Bharada E.
Untuk memperkuat narasi yang sudah dirancang, maka dibuatlah dua laporan ke Polres Metro Jakarta Selatan tentang dugaan percobaan pembunuhan terhadap Bharada E, dan dugaan tindak pidana pelecehan seksual terhadap Putri.
Setelah itu para pelaku membuat video guna menyesuaikan dengan skenario.
Komnas HAM juga memaparkan temuan mereka terkait penggunaan pengaruh jabatan Ferdy Sambo, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, untuk merancang skenario yang sudah disusun.
(*)