Dalih yang dilontarkan Eddy saat itu adalah dirinya ingin mengambil kambing untuk persiapan lebaran.
Hingga saat rombongan tiba di kawasan Kebon Peuteuy, Eddy yang sempat meminta sopir memperlambat laju kendaraan, tiba-tiba menembaki seluruh penumpang dengan senapan Carl Gustaf, kecuali Ojeng.
Mobil Colt yang mereka tumpangi lalu dibakar oleh Eddy menggunakan bensin yang sebelumnya dibawa oleh Ojeng.
Beruntung, aksi brutal tersebut masih menyisakan satu korban selamat, yaitu Koptu Sumpena, yang kemudian melaporkan aksi Eddy kepada pihak Kodim Cianjur.
Tim pemburu, yang tak hanya melibatkan anggota TNI tapi juga Polri, kemudina langsung dikerahkan menuju kawasan Gunung Gede, di mana Eddy dan Ojeng mencoba bersembunyi.
Meski mengalami berbagai kesulitan bahkan perlawanan, tim pemburu akhirnya berhasil meringkus Ojeng dan Eddy di tempat dan waktu yang berbeda.
Eddy yang langsung dibawa ke Rumah Tahanan Militer di Cimahi, kemudian dijatuhi hukuman mati di Pengadilan Militer II/09 Bandung pada 12 Juni 1981.
Ojeng 'hanya' dijatuhi hukuman penjara selama 12 tahun sementara Bani (mertua Eddy yang turut menerima uang hasil rampokan) divonis penjara 4 bulan.
Sambil menunggu pelaksanaan eksekusi mati, Eddy mencoba meminta grasi kepada Presiden Soeharto, yang kemudian secara tegas menolaknya pada 18 Oktober 1984.
Dus, Eddy pun kemudian murka dan mulai memikirkan cara agar hidupnya tidak berakhir dengan peluru menembus tubuhnya.
Dengan cara memanjat sel tahanan di Rumah Tahanan Militer Poncol, Baros, Cimahi, Eddy pun berhasil melarikan diri.
Bermodal KTP palsu, Eddy melanglang buana ke berbagai daerah, dari Serang, Lampung, Jambi, Bengkulu, hingga Palembang.