Find Us On Social Media :

Dukung Dua Organisasi Agama Indonesia Ini Mendapat Hadiah Nobel Perdamaian, Presiden Timor Leste Jose Ramos-Horta Bak Taburi Garam pada Luka Umat Islam Timor Leste yang Diusir Pasca Kemerdekaan

By May N, Kamis, 21 Juli 2022 | 17:53 WIB

Masjid Anur di Timor Leste, satu-satunya masjid di Timor Leste yang kini jadi tempat tinggal umat Muslim Timor Leste

Intisari - Online.com - Presiden Timor-Leste Jose Ramos-Horta mengatakan dia akan mencalonkan dua organisasi Muslim moderat Indonesia untuk Hadiah Nobel Perdamaian.

Ramos-Horta, seorang peraih Nobel perdamaian, mengatakan dua kelompok Muslim di Indonesia – Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah – layak mendapat pengakuan internasional atas kontribusi mereka dalam mempromosikan toleransi di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia itu.

Presiden Timor-Leste membuat pernyataan saat mengunjungi markas Nahdlatul Ulama di Jakarta pada 20 Juli, sebagai bagian dari kunjungan selama seminggu ke Indonesia, dilansir dari UCA News.

“Saya juga akan mengusulkan kedua organisasi ini untuk satu lagi penghargaan yang sangat bergengsi, yaitu Zayed Award for Human Fraternity,” tambahnya.

Penghargaan internasional ini diberikan untuk menandai pertemuan bersejarah Paus Fransiskus dan Imam Besar Al-Azhar, Ahmad At-Tayyeb, pada Februari 2019 di Abu Dhabi.

Ramos-Horta adalah anggota komite juri untuk Zayed Award tahun ini.

Berterima kasih kepadanya, Ketua Nahdlatul Ulama Yahya Cholil Staquf mengatakan: "Ini suatu kehormatan bagi kita semua."

Pastor Franz Magnis-Suseno Yesuit, profesor emeritus di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta, mengatakan kepada UCA News bahwa ia mendukung penuh inisiatif Ramos-Horta.

Imam, yang mempromosikan dialog antaragama, mengatakan dia telah menulis surat kepada Komite Perdamaian Nobel pada 2019 mengusulkan nama-nama kedua organisasi.

“Saya kira kedua organisasi ini sangat penting untuk menunjukkan bagaimana Indonesia sebagai negara mayoritas Muslim di dunia dapat menjadi negara yang toleran dan menjaga Pancasila ,” katanya, menyinggung ideologi sekuler negara Indonesia.

Pastor Magnis-Suseno mengatakan mempertahankan kebijakan toleransi yang konsisten sambil mengatasi berbagai tantangan dalam sejarah Indonesia, termasuk upaya kelompok ekstremis untuk mengganggu perdamaian, patut mendapat pengakuan internasional.

“Sulit membayangkan Indonesia bisa bertahan dengan Pancasilanya , tanpa keberadaan dua organisasi ini,” kata imam kelahiran Jerman itu.