Penulis
Intisari-Online.com – Sejauh ini, wanita paling sukses yang memerintah Mesir Kuno sebagai Firaun, adalah Hatsepsut (1507-1458 SM).
Dia menjadi wanita ketiga yang memerintah sebagai ‘raja’ wanita Mesir Kuno dalam 3.000 tahun sejarah Mesir Kuno.
Dia juga mencapai kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu mengadopsi gelar penuh dan tanda kebesaran seorang firaun dan menjadi wanita pertama yang mencapai potensi penuh pengaruh dalam posisinya tersebut.
Sebagai perbandingan, Cleopatra, yang juga mencapai kekuasaan seperti itu, memerintah 14 abad kemudian.
Meskipun dia adalah seorang inovator dinamis yang mengembangkan rute perdagangan dan membangun struktur rumit, namun warisan Hatshepsut nyaris hilang selamanya, karena anak tirinya Thutmose III menghancurkan semua jejak keberadaannya setelah kematiannya.
Dimulai pada abad ke-19, kehidupan Hatshepsut sering digambarkan sebagai laki-laki.
Inilah fakta-fakta ‘raja’ Mesir Hatshepsut yang luar biasa itu.
1. Dia adalah putri seorang firaun
Hatshepsut merupakan sulung dari dua putri yang masih hidup yang lahir dari firaun Thutmose I (1506-1493 SM) dan ratunya, Ahmes.
Dia lahir sekitar tahun 1504 SM selama masa kekuasaan dan kemakmuran kekaisaran Mesir, yang dikenal sebagai Kerajaan Baru, dengan ayahnya sebagai pemimpin yang karismatik dan digerakkan oleh militer.
2. Dia menjadi ratu Mesir pada usia 12
Biasanya garis keturunan diturunkan dari ayah ke anak laki-laki, namun karena tidak ada anak laki-laki dari pernikahan Thutmose I dan Ahmes, maka garis itu diteruskan ke salah satu istri ‘sekunder’ firaun.
Maka, putra dari istri kedua Mutnofret dinobatkan sebagai Thutmose II.
Setelah kematian ayahnya, Hatshepsut yang berusia 12 tahun menikahi saudara tirinya Thutmose II dan menjadi ratu Mesir.
3. Dia dan suaminya memiliki satu anak perempuan
Meskipun Hatshepsut dan Thutmose II memiliki seorang putri, namun mereka gagal memiliki seorang putra.
Sejak Thutmose II meninggal muda, sekitar umur 20-an, garis itu lagi-lagi harus diberikan kepada seorang anak, yang kemudian dikenal sebagai Thutmose III, melalui salah satu istri ‘sekunder’ Thutmose II.
4. Dia menjadi bupati
Pada saat kematian ayahnya, Thutmose II kemungkinan masih bayi, dan dianggap terlalu muda untuk memerintah, maka menjadi praktik Kerajaan Baru bagi ratu janda untuk bertindak sebagai wali sampai putra mereka dewasa.
Selama beberapa tahun pertama pemerintahan anak tirinya, Hatshepsut menjadi seorang bupati konvensional.
Namun, pada akhir tahun ketujuhnya, dia dimahkotai sebagai raja dan mengaopsi tituler kerajaan penuh, yang berarti dia memerintah Mesir bersama anak tirinya.
5. Dia digambarkan sebagai laki-laki
Hatshepsut digambarkan sebagai seorang ratu pada awalnya, dengan tubuh dan pakaian peremuan, namun potret formalnya kemudian menunjukkan dirinya sebagai seorang pria, mengenakan tanda kerajaan rok, mahkota, dan janggut palsu.
Alih-alih menunjukkan bahwa Hatshepsut mencoba berpura-pura sebagai seorang pria, itu malah menunjukkan hal-hal sebagaimana 'seharusnya'; dalam menunjukkan dirinya sebagai raja tradisional, Hatshepsut memastikan dia menjadi seperti itu.
Krisis politik seperti persaingan keluarga kerajaan membuat Hatshepsut harus menyatakan dirinya sebagai raja untuk melindungi kedudukan raja anak tirinya.
6.Dia melakukan proyek pembangunan yang ekstensif
Hashepsut menjadi salah satu pembangun Mesir Kuno yang paling produktif, menugaskan ratusan proyek konstruksi seperti kuil dan tempat suci di Mesir Hulu dan Hilir.
Karyanya yang paling agung adalah kuil Dayl al-Bahri, yang dirancang untuk menjadi situs peringatan baginya dan berisi serangkaian kapel.
7. Dia memperkuat jalur perdagangan
Hatshepsut juga memperluas rute perdagangan, seperti ekspedisi lintas laut ke Punt di pantai Afrika Timur (mungkin Eritrea modern).
Ekspedisi tersebut membawa emas, kayu hitam, kulit binatang, babon, pohon mur dan pohon mur kembali ke Mesir. Sisa-sisa pohon mur dapat dilihat di situs Dayr al-Baḥrī.
8. Dia memperluas makam ayahnya sehingga dia bisa berbaring di sebelahnya dalam kematian
Hatshepsut meninggal pada tahun pemerintahannya yang kedua puluh dua, mungkin sekitar usia 50 tahun.
Meskipun tidak ada catatan resmi tentan penyebab kematiannya, namun penelitian pada apa yang dianggap sebagai tubuhnya, menunjukkan kemungkinan dia meninggal karena kanker tulang.
Untuk melegitimasi pemerintahannya, makam ayahnya di Lembah Para Raja diperluas dan dia dimakamkan di sana.
9. Anak tirinya menghapus banyak jejaknya
Namun, setelah kematian ibu tirinya itu, Thutmose III memerintah selama 30 tahun dan membuktikan dirinya sebagai pembangun yang ambisius, dan pejuang hebat.
Sayangnya, dia menghancurkan atau merusak hampir semua catatan tentang ibu tirinya, termasuk gambarnya sebagai raja di kuil dan monumen.
Diperkirakan ini untuk menghapus teladannya sebagai penguasa wanita yang kuat, atau menutup celah dalam garis suksesi pria dinasti untuk hanya membaca tentang Thutmose I, II, dan III.
Baru pada tahun 1822, ketika para sarjana dapat membaca hieroglif di dinding Dayr al-Baḥrī, keberadaan Hatshepsut ditemukan kembali.
10. Sarkofagusnya yang kosong ditemukan pada tahun 1903
Pada tahun 1903, arkeolog Howard Carter menemukan sarkofagus Hatshepsut, tetapi seperti hampir semua makam di Lembah Para Raja, itu kosong.
Setelah pencarian baru diluncurkan pada tahun 2005, mumi itu ditemukan pada tahun 2007.
Sekarang mumi itu disimpan di Museum Mesir di Kairo.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari