Penulis
Intisari-Online.com -Kabar meninggalnya Shinzo Abe telah membuat sebuah negara harus cuci tangan karena bisa dituduh menjadi dalang pembunuhan. Sayang, warganya malah ketahuan merayakannya.
Seperti diketahui, mantan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe meninggal dunia pada Jumat (8/7/2022).
Abe meregang nyawa usai ditembak sebanyak dua kali oleh seorang pria tak dikenal yang menggunakan senjata api rakitan.
Peristiwa mengenaskan tersebut terjadi tepat saat Abe sedang berpidato sebagai bagian dari kampanye yang akan digelar Minggu (10/7/2022).
Sebenarnya Abe sempat dilarikan ke rumah sakit sesaat setelah dirinya tersungkur usai ditembak.
Namun, tak lama kemudian pihak rumah sakit kemudian menyatakan bahwa Abe meninggal dunia.
Kabar duka tersebut langsung menarik perhatian masyarakat hampir di seluruh dunia, termasuk para pemimpin negaranya.
Mereka silih berganti mengucapkan duka cita atas meninggalnya PM Jepang dengan masa jabatan terlama tersebut.
Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dikabarkan langsung menelepon PM Jepang saat ini, Fumio Kishida untuk menyampaikan belasungkawa.
Biden juga menyatakan tragedi pembunuhan Abe sebagai "tragedi bagi Jepang dan bagi semua orang yang mengenal Abe".
Beberapa mantan presiden AS seperti Barack Obama dan Donald Trump pun diberitakan menyampaikan rasa duka citanya.
Presiden Brasil Jair Bolsonaro pun turut menyampaikan rasa duka cita terkait meninggalnya Shinzo Abe.
Begitu pula dengan Presiden Indonesia Joko Widodo yang menyampaikan belasungkawa melalui akun Twitter resminya @jokowi pada Jumat (8/7/2022).
"Allow me to extend our deepest condolences on the tragic demise of former PM Abe Shinzo of Japan," cuit Jokowi.
"We will always remember his contributions in strengthening RI-Japan cooperation. May the family of PM Abe and the Japanese people be given strength in this difficult time," lanjut Jokowi.
Namun, di antara deretan ucapan belasungkawa atas meninggalnya Abe, ternyata ada satu negara yang menyelipkan pesan cuci tangan.
Negara yang dimaksud adalah China, yang dalam lingkup sejarah, memiliki berbagai kenangan yang cukup kelam.
"Insiden tak terduga ini sebaiknya didak harus dikaitkan dengan hubungan antara China dan Jepang," tutur juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian, seperdi dilansir BBC, Jumat (8/7/2022).
Apalagi, selain terkait sejarah masa lalu, kebijakan Abe semasa dirinya menjabat sebagai PM Jepang pun dinilai pro-militerisme.
Sebuah kebijakan yang dianggap oleh China, dan juga negara tetangga lainnya Korea Selatan, sebagai sebuah ancaman.
Sayangnya, upaya cepat China untuk mencuci tangan negaranya dari tragedi kematian Abe berbanding terbalik dengan skiap warganetnya.
Mereka dikabarkan melontarkan berbagai pernyatan tak pantas terkait dengan berita pembunuhan Abe.
Bahkan para nasionalis China dikabarkan menggelar sebuah pesta "membuka sampanye" dalam rangka merayakan kematian Abe.
Tak hanya China, warga negara tetangga lain yang sempat disebutkan di atas, yaitu Korea Selatan, ternyata turut merayakan tragedi tersebut.
Lebih miris lagi, beberapa dari mereka bahkan berani menyebut pembunuh Abe sebagai seorang "pahlawan".
Salah satu pemicu terbesar dari munculnya komentar-komentar dan reaksi-reaksi yang tak pantas tersebut adalah kunjungan kontroversial Abe pada 2013.
Kala itu, Abe mengunjungi atau berziarah ke Kuil Yasukuni di Tokyo yang dianggap sebagai bentuk penghormatan atas kejahatan perang yang dilakukan Jepang selama Perang Dunia II.