Penulis
Intisari-Online.com -Daging qurban kambingyang diolah menjadi sajian apa saja memang khas saat Idul Adha.
Sayangnya, ada banyak mitos seputar daging kambing ini yang justru membuat banyak orang salah kaprah.
Nah, agar tidak salah paham Anda harus mengetahui kebenaran mengenai daging kambing ini ya.
Berikut 3 mitos mengenai daging kambing yang tak harus kita percaya.
1. Daging kambing tingkatkan gairah seksual pria
Beberapa makanan tertentu dipercaya dapat meningkatkan vitalitas pria, salah satunya adalah daging kambing.
Banyak orang berpikir daging kambing memicu peningkatan tensi darah sehingga bisa membuat tubuh jadi lebih “panas”.
Efek menggebu-gebu ini dipercaya datang dari senyawa L-arginin dalam daging kambing, yang merupakan asam amino yang berperan melebarkan pembuluh darah.
Pembuluh darah yang melebar dapat melancarkan aliran darah secara tidak langsung meningkatkan libido pria.
Peningkatan aliran darah segar dari jantung ke testis memang dapat membantu memicu produksi hormon seks testosteron.
Selain itu, kandungan zat besi dalam daging merah juga dipercaya membantu meningkatkan produksi testosteron.
Namun, satu kali makan daging kambing tidak langsung membuat tensi darah melonjak.
Kenaikan tekanan darah setelah mengonsumsi daging kambing lebih kecil daripada daging sapi atau ayam karena kandungan lemak total (termasuk lemak jenuh) dan kolesterol dalam daging kambing jauh lebih rendah dari kedua jenis daging tersebut.
Kandungan zat besi dalam seporsi daging kambing pun tidak otomatis mencukupi untuk mendongkrak gairah seksual pria segera setelah dikonsumsi.
Dengan kata lain, tidak ada cukup penelitian ilmiah yang dapat membuktikan makan daging kambing bisa meningkatkan libido pria.
2. Daging kambing tingkatkan risiko hipertensi
Banyak orang menghindari konsumsi daging kambing karena takut tensi darahnya naik.
Mengonsumsi daging kambing sebenarnya tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena kandungan lemak jenuh daging kambing yang jauh lebih rendah dari daging sapi dan ayam.
Lemak jenuh daging sapi pada umumnya berkisar sekitar 6 gram dan ayam mengandung hampir 2,5 gram lemak jenuh per porsinya.
Sementara itu, kadar lemak jenuh daging kambing hanya sekitar 0,71 gram per 100 gram berat daging.
Daging kambing justru kaya akan lemak tak jenuh, sekitar 1 gram per porsi, dibanding daging sapi atau ayam.
Lemak tak jenuh adalah jenis lemak baik yang membantu menyeimbangkan kadar kolesterol darah, mengurangi peradangan dalam tubuh, dan menstabilkan detak jantung.
Tekanan darah tinggi setelah makan daging kambing cenderung disebabkan oleh teknik memasak yang salah.
Olahan daging kambing di Indonesia seringnya digoreng dulu sebelum diolah lebih lanjut, atau dipanggang dan dibakar untuk sate dan kambing guling.
Memasak dengan cara digoreng, dibakar, atau dipanggang akan meningkatkan kalori makanan daripada versi mentahnya.
Ditambah lagi, mengolah daging dengan cara-cara ini seringnya membutuhkan banyak minyak goreng, mentega, atau margarin yang akan berubah jadi lemak dan diserap cukup banyak oleh daging.
Suhu panas ketika menggoreng atau memanggang membuat kandungan air di dalam makanan menguap hilang, dan digantikan posisinya dengan lemak yang berasal dari minyak.
Lemak yang terserap ke dalam daging kemudian menyebabkan makanan yang tadinya rendah kalori menjadi berkalori tinggi.
Bahkan, peningkatan kalori yang terjadi dari ketiga cara memasak ini bisa mencapai 64 persen dari kalori sebelumnya.
Asupan tinggi kalori dalam tubuh akan diubah menjadi lemak, yang lama kelamaan bisa menumpuk di pembuluh darah sehingga meningkatkan tekanan darah.
3. Daging kambing dapat mengobati darah rendah
Daging kambing dipercaya dapat membuat tekanan darah melambung tinggi.
Jadi, tidak heran jika banyak orang yang menganggap jenis daging ini dapat mengobati darah rendah.
Selama ini, mitos daging kambing dapat meningkatkan tekanan darah dipercaya dari kandungan lemak jenuhnya yang dikenal dapat meningkatkan kolesterol dan memicu penyakit jantung.
Faktanya, kandungan lemak jenuh daging kambing mentah jauh lebih rendah dibanding daging ayam dan sapi.
Belum ada penelitian yang berhasil membuktikan adanya jaminan efek perubahan tekanan darah yang cukup signifikan setelah makan daging kambing.
Sebuah penelitian dari Asian-Australian Journal of Animal Sciences tahun 2014 justru mnegklaim kenaikan tekanan darah setelah mengonsumsi daging kambing tetap tergolong lebih kecil daripada daging sapi atau ayam.
Penelitian itu juga mengungkapkan, peningkatan tekanan darah setelah makan daging kambing cenderung disebabkan oleh cara pengolahan yang salah.
Untuk mengatasi tekanan darah rendah, sebenarnya tergantung pada apa yang melatarbelakanginya dan gejala yang muncul.
Namun umumnya, kita bisa mengatasi tekanan darah rendah dengan cara berikut:
(*)