Kakawin inilah yang menjadi sumber inspirasi dirumuskannya semboyan negara, Bhinneka Tunggal Ika.
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharmma Mangrwa ini merupakan salah satu potongan kalimat yang terdapat dalam kitab Sutasoma.
Kalimat tersebut bermakna bahwa walaupun beraneka ragam, tetap dalam satu kesatuan, tidak ada agama yang mendua.
Kitab Sutasoma ditulis menggunakan aksara Bali dalam bahasa Jawa Kuno, dengan bahan naskah terbuat dari daun lontar.
Kutipan frasa Bhinneka Tunggal Ika terdapat dalam Kakawin Sutasoma pada pupuh 139 bait 5, berikut bunyinya.
Rwaneka dhatu winuwus Buddha Wiswa
Bhinnêki rakwa ring apan kena parwanosen
Mangka ng Jinatwa kalawan Siwatatwa tunggal
Bhinnêka tunggal ika tan hana dharma mangrwa
Dalam bait tersebut dikatakan bahwa meskipun Buddha dan Siwa berbeda tetapi dapat dikenali.
Sebab kebenaran Buddha dan Siwa adalah tunggal.
Berbeda tetapi tunggal, sebab tidak ada kebenaran yang mendua.
Bila diterjemahkan tiap kata, bhinneka artinya beraneka ragam, tunggal berarti satu dan ika berarti itu.
Sehingga pengertian Bhinneka Tunggal Ika adalah berbeda-beda tetapi tetap satu.
(*)