Find Us On Social Media :

30.000 Wanita Jadi Jugun Ianfu untuk Puaskan Hasrat Tentara Jepang, Gadis di Jambi Ini Justru Berhasil Lepas Lolos dari 'Neraka' karena Menyamar Jadi Lelaki

By Muflika Nur Fuaddah, Sabtu, 2 Juli 2022 | 20:15 WIB

Potret Rita la Fontaine de Clercq Zubli di buku memoarnya tentang masa pendudukan Jepang 1942-45.

Intisari-Online.comJugun Ianfu adalah istilah yang ditujukan pada para wanita yang dijadikan budak seksual oleh tentara Jepang selama Perang Dunia II.

Menurut hasil riset, wanita yang dijadikan Jugun Ianfu tidak hanya berasal dari Jepang, tetapi juga dari Korea, Tiongkok, Malaya, Thailand, Filipina, Indonesia, Myanmar, Vietnam, dan beberapa wanita Eropa di daerah koloni.

Diperkirakan, jumlah Jugun Ianfu pada masa Perang Dunia II mencapai 20.000 hingga 30.000 wanita.

Namun, ada pula yang memperkirakan jumlah sebenarnya lebih dari ratusan ribu wanita dari beberapa negara.

Pada pertengahan Februari 1943, Jepang merambah Jambi.

Semua warga Belanda digiring untuk pemeriksaan di sebuah kantor polisi di bawah pengawasan Jepang.

Rita merupakan gadis Indo-Belanda yang berambut panjang berwarna cokelat tua, sulung dari tiga bersaudara.

Dia adalah anak perempuan satu-satunya.

Ayahnya bertugas sebagai Kepala Post, Telegraf en Telefoondienst—kantor dinas pemerintah Hindia Belanda yang melayani pos, telegraf, dan telepon—di Jambi.

Setelah Semenanjung Malaya bertekuk lutut di bawah bendera Hinomaru, pada Januari 1942, Jepang memasuki kawasan Hindia Belanda.

Pemerintah kolonial pun melakukan sabotase terhadap fasilitas publik supaya tidak dapat digunakan oleh musuh.

Untuk melawan pergerakan armada Jepang tampaknya menjadi sesuatu yang berlebihan.

Kedatangan bala tentara ini telah meresahkan warga Belanda dan keturunan Belanda yang menghuni kota-kota di Hindia Belanda.

Semua mengetahui bahwa para serdadu Jepang memiliki perempuan penghibur yang berasal dari warga lokal dari negara yang mereka duduki—jugun ianfu.

Para perempuan belia menjadi korban perang lantaran dipaksa melayani serdadu Jepang di rumah-rumah bordil.

Koevoets, seorang pastor Belanda, berkunjung ke rumah keluarga Rita.

Dia berbicara kepada orang tuanya dan menyarankan supaya gadis itu untuk mengubah penampilannya menjadi seorang lelaki.

“Wanita yang dicari tentara-tentara itu adalah gadis-gadis muda yang belum bisa melindungi dirinya,” ujar Koevoets kepada Rita.

“Kami ingin melindungimu dari tentara-tentara yang ingin memanfaatkan gadis-gadis bau kencur sepertimu.”

Akhirnya Rita menuruti keinginan sang pastor dan orang tuanya, meskipun dia belum memahami sepenuhnya tentang kengerian yang kelak dihadapi perempuan-perempuan di Hindia Belanda.

Tampaknya Pastor Koevoets sudah mempersiapkan semuanya, dia membawa sikat rambut, sisir, jepit, dan gunting.

Di teras rumahnya, Rita tampak tak terlalu gembira menghadapi gunting sang pastor yang menebas rambutnya.

“Aku akan kehilangan sesuatu yang berharga—rambut panjangku yang berwarna cokelat tua,” ungkap Rita dalam buku kenangannya.

Usai memangkas rambutnya, pastor itu memberikan beberapa setel kemeja anak lelaki, busana dalam, hingga sepatu kepada Rita.

Kini Rita menjelma menjadi anak lelaki.

Ada satu hal yang terlewatkan oleh orang tua Rita: Anak perempuan mereka yang sudah menjelma menjadi lelaki itu masih bernama “Rita”.

Mereka tersadar dan secara spontan mengganti nama "Rita" dengan "Richard". Nama panggilannya pun menjadi "Rick".

Rick merupakan seorang yang cerdas dan pandai bersikap sehingga penyamarannya pun tak terungkap.

Dia selamat dari perekrutan jugun ianfu. Banyak perempuan Belanda, Indo-Belanda, bahkan juga perempuan pribumi, ditarik paksa oleh serdadu-serdadu Jepang.

Mereka direkrut sebagai pemuas kebutuhan seksual serdadu Jepang pada 1942-1945.

Para perempuan malang itu tidak hanya berasal dari Hindia Belanda, tetapi juga di Korea, Tiongkok, dan Indocina.

Baca Juga: Suruasinya Makin Genting, Amerika Masih Belum Nyerah Malah Sokong Bantuan Senjata Lebih Canggih Lagi ke Ukraina, Tapi Jepang yang Dibuat Ketar-Ketir Karena Hal Ini

(*)