Dinanti-nanti Ibu Penderita Cerebral Palsy, Ternyata Ini yang Bikin Ahli dari Pemerintah Indonesia Tak Setujui Penggunaan Ganja Medis

Khaerunisa

Penulis

Ilustrasi. Permasalahan ganja medis.

Intisari-Online.com - Sosok ibu yang melakukan aksi sambil membawa poster besar bertuliskan "Tolong anakku butuh ganja medis," diketahui bernama Santi.

Seperti yang diungkapkan unggahan viral dari penyanyi Andien baru-baru ini, Santi merupakan seorang ibu dari anak bernama Pika yang mengidap penyakit Cerebral Palsy.

Dalam unggahan Andien, juga disinggung mengenai penantian Santi atas kepastian ganja medis untuk anaknya.

Andien memotret sebuah surat yang dibawa sang ibu, yang berisi harapan agar permasalahan ganja medis yang sudah ia perjuangkan sejak dua tahun lalu bisa segera diselesaikan.

"Doa sudah dipanjatkan, kini ikhtiar lain juga saya usahakan.

"Jangan gantung saya ... 2 tahun berlalu dan permohonan saya untuk ganja medis anak saya belum ada kepastian," tulis Santi dalam surat tersebut.

Rupanya, Santi merupakan salah satu dari 3 ibu penggugat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, tepatnya penjelasan Pasal 6 ayat 1 huruf H, Pasal 8 ayat 1.

Pasal tersebut digugat ke MK pada November 2020 lalu oleh tiga orang ibu yang anaknya tengah menderita sakit dan tidak bisa mendapatkan akses pengobatan menggunakan narkotika golongan I.

Baca Juga: Viral Ibu Penderita Cerebral Palsy Perjuangkan Ganja Medis, Apa Itu Cerebral Palsy? Ini Penyebab dan Gejalanya

Baca Juga: Titik Pijat Kaki yang Harus Anda Ketahui untuk Ritual Sebelum Tidur

Melansir kompas.com, kuasa hukum pemohon Ma'ruf Bajammal, Kamis (19/11/2020), mengungkapkan bahwa pemohon pertama adalah seorang ibu bernama Dwi yang anaknya awalnya menderita pheunomia namun akibat kesalahan diagnosa pengobatan menjadi meningitis.

Dwi pun mendengar adanya terapi dengan cannabidiol yang terbuat dari ekstrak ganja (CBD oil) dan menjalani terapi tersebut pada tahun 2016 di Australia. Hasilnya kesehatan anak Dwi mulai membaik.

Sementara pemohon kedua adalah Santi, yang anaknya normal sejak lahir namun kesehatannya menurun saat menginjak taman kanak-kanak.

Ia pun disarankan temannya yang merupakan warga negara asing untuk melakukan terapi CBD oil. Namun Santi tidak berani melakukannya karena ada larangan narkotika golongan I dalam UU Nomor 35 Tahun 2009.

Sedangkan pemohon ketiga adalah Novia yang anaknya menderika epilepsi dan tidak bisa menggunakan terapi CBD oil.

Selain tiga orang tersebut, beberapa lembaga lainnya juga ikut menjadi penggugat yakni ICJR, LBH Masyarakat, IJRS, Yakeba dan EJA.

Ma'ruf mengatakan, ada tiga alasan pokok yang menjadi dasar pengajuan gugatan ke MK.

Alasan pertama karena pelarangan narkotika golongan I untuk pelayanan kesehatan tersebut tidak sejalan dengan hak sebagaimana dijamin dalam konstitusi di dalam pasal 28H ayat 1 UUD 1945.

Baca Juga: Firasat Bersin di Pagi Hari, Ternyata Ini Artinya Menurut Primbon Jawa

Baca Juga: Sosok Raja Ashoka yang Terkenal Bengis dan Membunuh 99 Saudaranya Demi Takhta dan Potong Kepala 500 Menterinya, 'Keajaiban' Menemui Akhir Hidupnya

Alasan kedua adalah bertentangan dengan semangat pembentukan uu narkotika yang legitimasi narkotika untuk pelayanan kesehatan.

Kemudian alasan terakhir yakni telah ada realitas ganja untuk medis di negara lain.

Ma'ruf menjelaskan bahwa paling tidak ada 40 negara yang sudah menggunakan CBD oil. "Denmark, ada Belanda, ada Jerman, Amerika Serikat, dan menarik yang terakhir tetangga kita itu ada Thailand," ujarnya.

Oleh karena itu para pemohon mendalilkan Pasal 8 ayat 1 bertentangan dengan pasal 28 a ayat 1, dan kemudian pasal 28 C ayat 1 UUD 1945.

Meraka juga meminta untuk penjelasan 6 ayat 1 itu agar bisa diluruskan untuk kepentingan medis menjadi tegas.

Mengenai ganja untuk medis, pada Januari lalu dibahas dalam sidang MK, yang mengungkapkan alasan ahli Presiden tak menyetujuinya.

Melansir kompas.com, Sidang berlangsung pada Kamis (20/1/2022) siang di Mahkamah Konstitusi, dengan agenda "mendengarkan keterangan ahli Presiden".

Guru Besar Farmakologi Universitas Indonesia, Rianto Setiabudy, dihadirkan sebagai ahli dari pihak pemerintah dalam sidang permohonan uji materiil terhadap Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terkait penggunaan narkotika golongan 1 dalam hal ini ganja untuk kepentingan kesehatan.

Rianto bersikap kontra dengan para pemohon yang menginginkan agar ganja dapat dilegalkan untuk layanan kesehatan.

Baca Juga: Begini Teknik Pijatan Untuk Sakit Perut,2 Menit Langsung Sembuh!

Menurutnya, sikap konservatif lebih baik karena manfaat yang ditawarkan belum seimbang dengan risiko yang mungkin timbul karena penggunaan ganja sebagai obat.

"Menurut hemat saya, ini pertimbangan risiko dan manfaat. Saat ini, kita melihat bahwa indikasi-indikasi yang diklaim dapat diobati dengan kanabis (ganja), untuk itu tersedia banyak pilihan obat lain yang telah dibuktikan aman dan efektif sehingga mendapatkan izin edar," ucap Rianto.

"Dalam kondisi seperti ini, kita tidak melihat urgensi dalam hal ini (legalisasi ganja untuk medis). Lebih baik kita lebih konservatif, karena obat ini berpotensi untuk menimbulkan masalah, terutama terkait dampaknya pada masyarakat," tambahnya.

Mengenai adanya pilihan obat yang tersedia, ahli dari presiden lainnya, Aris Catur Bintoro, dokter spesialis saraf, juga mengungkapkan hal serupa dengan mencontohkan penyakit epilepsi.

Sementara Uni Gamayani, Ketua Kelompok Studi Neuropediatri, mengungkapkan soal ketersediaan obat yang masih memadai bagi anak mengidap cerebral palsy (lumpuh otak).

"Penelitian yang ada masih belum cukup untuk menilai efektivitas dan kemaanan obat-obat (berbahan ganja) ini," katanya.

"Pemberian obat cannabidiol (CBD) sebagai terapi pada spastisitas (kejang otot) pasien celebral palsy belum diperlukan mengingat hasil penelitian yang belum konsisten," ungkap Uni.

"Saya kira dengan obat-obatan yang saat ini ada di Indonesia, dengan fasilitas yang ada di Indonesia, saya tidak memerlukan obat-obat lain lagi," lanjutnya.

Baca Juga: Tembus 100 Tahun Lebih, Ternyata Kebiri Jadi Rahasia Umur Panjang Para 'Kasim,' Ada Hubungannya dengan Kehidupan Ranjang?

Baca Juga: Seantero Masyarakat Indonesia Keliru, Kecelakaan Tol Cipularang Km 92 Sering Terjadi Bukan Cuma Gegara Kondisi Jalan, tapi Juga Hal Alami Ini, Fatal!

(*)

Artikel Terkait