Find Us On Social Media :

Media China Ini Mendadak Soroti Cuaca di Indonesia, Cuacanya Dianggap Tak Menentu, Bongkar Bisa Sebabkan Dampak Memprihatinkan Ini Bagi Petani

By Mentari DP, Rabu, 18 Mei 2022 | 18:30 WIB

Hujan tanpa henti di musim kemarau telah menyebabkan malapetaka bagi ribuan petani apel.

Saat ini, beberapa daerah penghasil apel terbesar di negara berpenduduk 270 juta orang ini meliputi Batu, Malang, dan Pasuruan - semuanya berada di Provinsi Jawa Timur yang beriklim dataran tinggi subtropis.

Perkebunan apel juga merupakan daya tarik besar untuk agrowisata di daerah ini, dengan orang Indonesia berbondong-bondong ke kebun untuk memetik buah dan menikmati udara yang lebih sejuk.

Namun sejak masa kejayaannya di awal 1990-an, ketika jumlah pohon mencapai hampir 10 juta, sektor ini dengan cepat menurun.

Hanya ada sekitar 2,4 juta pohon yang tersisa pada tahun 2016, menurut statistik resmi terbaru.

Pertumbuhan apel yang sukses membutuhkan jumlah hujan dan sinar matahari yang tepat, karena terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat sangat mempengaruhi kualitas buah.

Di Pasuruan, di mana musim kemarau biasanya dimulai dari April dan berlangsung hingga September, petani merencanakan musim berbunga dan panen sesuai dengan cuaca.

Mereka biasanya mulai memangkas pohon pada bulan Januari untuk mempersiapkan musim berbunga dalam dua bulan berikutnya, dan kemudian mulai memanen pada bulan April.

Badan cuaca Indonesia memperkirakan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya lagi untuk tahun 2022, setelah tahun 2021 terlihat 70-100 persen lebih banyak dari tingkat normal.

Pada April 2022, hujan terus turun hingga akhir bulan dan, ditambah dengan kenaikan suhu, sangat mempengaruhi panen.

Curah hujan dan suhu terus meningkat di Pasuruan selama dekade terakhir, menurut data dari badan statistik Indonesia.

Curah hujan tahunan naik menjadi sekitar 4.032 milimeter pada tahun 2021, dari 2.600 milimeter satu dekade sebelumnya.

Suhu rata-rata mencapai 24,4 C pada tahun 2021, naik dari 21,8 C pada tahun 2011.