Intisari-online.com - Pada (24/2), ketika Rusia mengumumkan dimulainya operasi militernya di Ukraina, banyak yang mengira itu hanya akan berlangsung dalam waktu dua minggu.
Namun nyatanya, konflik kedua negara bertetangga itu sudah berlangsung lebih dari 2 bulan dengan banyak konsekuensi.
Dalam sebuah wawancara dengan CNN, banyak ahli tidak bisa mengomentari akhir dari konflik Rusia-Ukraina ketika kedua negara sekarang menunjukkan sedikit minat dalam pembicaraan damai.
Sementara itu, dengan paket bantuan senjata berturut-turut, Barat, yang dipimpin oleh AS, menunjukkan keinginan untuk menggunakan perang di Ukraina untuk melemahkan Rusia.
Pada (23/4), Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan keprihatinannya bahwa perang di Ukraina dapat berlangsung hingga akhir 2023.
Konsekuensi dari perang gesekan sangat mengerikan, bagi kedua belah pihak.
Hampir dapat dipastikan bahwa semakin banyak orang akan mati dalam perang.
Kehilangan orang dapat membuat Rusia-Ukraina lebih bermusuhan dan lebih sulit untuk duduk di meja perundingan.
Setiap kekuatan nuklir seperti Rusia atau AS yang jatuh ke dalam keadaan konflik akan membuat dunia "menahan napas".
Sementara AS tidak ragu-ragu untuk "memompa" senjata berat ke Ukraina, risiko konfrontasi langsung antara Rusia dan NATO juga meningkat.
Rusia telah berulang kali memperingatkan bahwa mereka akan mempertimbangkan pengiriman bantuan militer Barat ke Ukraina sebagai target yang sah.