Find Us On Social Media :

Titip Umur di Alcatraz (1)

By Agus Surono, Sabtu, 6 Oktober 2012 | 12:00 WIB

Titip Umur di Alcatraz (1)

Setelah beberapa bulan jadi orang baik-baik, saya mulai minum-minum. Mula-mula hanya setelah bekerja, lama-kelamaan selama bekerja pun saya tak tahan. Saya lapor kepada polisi pembimbing saya. Terus terang saya katakan kepadanya, saya khawatir kalau tidak hati-hati saya bakal terjerumus ke Penjara San Quentin, atau menjadi pemabuk.

Ia menganjurkan saya untuk mendaftarkan diri menjadi tentara dengan menggunakan nama palsu itu. Saya diterima dan mengikut latihan dasar marinir di San Diego. Namun hanya 8 minggu kemudian rahasia saya terungkap. Akibatnya, saya dipecat secara tidak hormat.

Bersama seorang rekan yang mengalami nasib sama, saya diberi waktu 4 jam untuk enyah dari San Diego, kalau tidak kami ditangkap dan dipenjarakan atas tuduhan pemalsuan. Tanpa uang sepeser pun dan 600 mil jauhnya dari rumah, jelas saya amat tertekan. Entah apakah sudah demikian jalan nasib saya, tanpa sengaja kami menumpang kendaraan sepasang perampok yang mengajak kami beraksi.

Kami merampok sebuah toko minuman keras dan berhasil membagi sekitar AS $ 100 seorang. Setelah itu kami merampok lagi toko lain. Rencananya, setelah yang kedua ini kami akan jalan sendiri-sendiri. Namun kami malah tertangkap.

Maka 9 Januari 1940 saya menjadi nomor 64452 di Penjara Negara Bagian San Quentin. Inilah awal dari 18 tahun hidup saya di tiga penjara. Tiga belas bulan pertama saya bertugas di bagian sampah, kemudian pindah ke bagian bake shop dengan tugas memanggang roti. Setelah 18 bulan di sana, terdorong rasa kesepian dan rindu keluarga, untuk pertama kalinya saya mengirim surat kepada ayah. Ayah memang mengirimkan balasan, tapi isinya tak terduga. Menurut ceritanya, ketika saya dikandung ibu, ia sedang bertugas di PD I selama 9 bulan. Jadi, saya pasti bukan anaknya. Maka walaupun saya masih menggunakan nama keluarganya, ia tidak lagi menganggap saya anaknya. Nama saya pun dicoret dari surat wasiatnya dan ia telah mengangkat anak laki-laki sebagai pengganti. Keluarga kami menganggap saya sudah mati dan selanjutnya akan dianggap begitu.

Tak tahu lagi apakah surat itu saya manfaatkan sebagai alasan untuk tidak bertobat ataukah tekad saya untuk tidak akan bertobat datang karena rasa sakit hati yang demikian dalam atas surat ayah itu.

Ketika baru menjalani 2 tahun dari 3 tahun masa hukuman, saya berhasil melarikan diri bersama Jack dan Renaldo. Bersama mereka saya melanjutkan petualangan di dunia hitam. Pertama-tama kami mencuri mobil, kemudian membobol toko senjata, merampok sampai tiga kali, menjadi buronan sampai akhirnya saya diberitakan telah membunuh orang di Salt Lake City! Padahal saya tidak membunuh dan saat terjadinya peristiwa itu, saya sedang berada di Provo, Utah. Di Utah pun kami merajalela. Walaupun belakangan FBI menyatakan itu kesalahan, saya benar-benar terpana melihat gambar saya dimuat di halaman pertama dengan keterangan, "Wanted for murder".

Juri dan pembela sandiwara belaka

Renaldo diam-diam kabur dari kami dan tak lama kemudian Jack dan saya tertangkap di Cheyenne, Wyoming. Tentu setelah polisi bersusah payah membuntuti kami lewat beberapa negara bagian. Kami pun sempat menyandera orang. Semula Jack dan saya dibawa ke Penjara Cheyenne, kemudian diekstradisi ke Utah. Angan-angan untuk melarikan diri terpaksa dibuang jauh-jauh, karena kami dirantai pada pergelangan tangan, lengan, dan dirantai bersama petugas federal. Memakai saputangan saja tidak bisa, apalagi melepaskan diri.

Di Salt Lake City kami diperlakukan sebagai tahanan federal, karena kami dinyatakan melanggar Hukum Lindberg, yaitu mengangkut orang melewati batas-batas negara bagian tanpa kemauannya. Karena dianggap tahanan berbahaya (dan sering kabur) kami diperlakukan agak "istimewa". Ketika para tahanan mengajukan petisi agar mutu makanan diperbaiki, petugas penjara mengira kamilah pencetusnya, karena kebetulan tanda tangan saya dan Jack terletak paling atas. Salah perkiraan itu membawa banyak penderitaan bagi kami.

Supaya tidak cepat-cepat masuk ke penjara, Jack dan saya mengambil taktik main ulur waktu. Kami mengaku tak bersalah dan menuntut diadakan sidang dengan juri, walaupun kami tahu kasus kami terlalu berat. Kami mengira semakin lama tinggal di tahanan, kesempatan melarikan diri akan lebih banyak. Temyata taktik kami itu malah seperti senjata makan tuan.

Ketika kasus kami diangkat ke pengadilan pada tanggal 26 Mei 1942, sidang itu menjadi salah satu sidang tersingkat di AS. Dari memilih juri, proses persidangan, sampai keputusan hukuman memakan waktu kurang dari 2 jam. Pengacara yang ditunjuk untuk membela kami tak mengeluarkan sepatah kata pun. Baik sebelum maupun setelah sidang ia tidak pernah berbicara dengan kami. Kelihatannya tingkah laku kami yang sok membuat semua orang termasuk Hakim Johnson yang memimpin sidang makin kesal. Tanpa mengedipkan mata ia mengetukkan palu dan menjatuhkan hukuman 45 tahun di penjara federal.

Begitulah ceritanya saya tiba di Alcatraz.

Pagi-pagi pukul 07.00 dering bel amat memekakkan telinga. Kami harus bangun dan berdiri di pintu dengan kedua tangan pada terali. Bila hitungannya benar, peluit dibunyikan, menandakan kami harus bersiap-siap sarapan. Acara hitungan ini berlangsung setiap jam, siang-malam. Mereka tak peduli bila sorot lampu seter sangat mengganggu tidur kami.

Saat makan, blok B dan C dibuka secara serentak. Kami berbaris satu per satu, antre mengambil nampan dan makanan. Bila kami tidak suka lebih baik tidak mengambil. Semua yang sudah diambil harus dihabiskan, kalau tidak silakan siap-siap dihukum.

Di tiap meja duduk 10 orang dari blok dan tingkat yang sama. Namun jangan bayangkan inilah saat makan yang santai dan penuh kekeluargaan. Bila dua orang yang sedang bermusuhan duduk di meja yang sama, tahu sendirilah. Bahkan boleh dikata, di banyak penjara ruang makan justru merupakan ruang yang amat tak stabil dan berbahaya. Banyak terjadi pembunuhan atau keributan di situ.