Penulis
Intisari - Online.com -Langkanya minyak goreng di pasaran disertai dengan harganya yang meroket belakangan ini ternyata berkaitan dengan korupsi minyak goreng yang terkuak dari korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO), bahan baku minyak goreng.
Indrasari Wisnu Wardhana, yang sebelumnya menjabat sebagai Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) adalah tersangka korupsi minyak goreng yang baru terkuak.
Kini Kementerian BUMN di bawah arahan Menteri BUMN Erick Thohir akan mencopot Indrasari Wisnu dari komisaris PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III.
Wisnu ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit.
Sementara itu Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan benang merah antara korupsi minyak goreng dengan korupsi izin ekspor minyak sawit mentah (CPO).
Melansir Kompas.com, salah seorang Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia berinisial MPT jadi tersangka kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah.
Penangkapan pejabat tinggi PT Wilmar Nabati Indonesia merupakan pengembangan dari kasus korupsi yang menjerat Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) berinisial IWW alias Indrasari Wisnu Wardhana.
IWW selaku pejabat tinggi eselon I Kemendag, menerbitkan izin terkait persetujuan ekspor kepada tiga perusahaan, salah satunya PT Wilmar Nabati Indonesia.
Pengeluaran izin tersebut dituduh melawan hukum.
Pasalnya, penerbitan persetujuan ekspor kepada eksportir seharusnya tidak mendapat izin karena tidak memenuhi syarat DMO (Domestic Market Obligation) dan DPO (Domestic Price Obligation).
Pemilik Grup Wilmar
PT Wilmar Nabati Indonesia sendiri merupakan anak usaha dari Grup Wilmar atau Wilmar International Ltd, perusahaan sawit raksasa yang berbasis di Singapura.
Meski menguasai ratusan ribu hektare perkebunan kelapa sawit di Indonesia, Grup Wilmar lebih memilih berkantor pusat di Singapura.
Wilmar International bahkan tercatat sebagai salah satu perusahaan terbesar dari sisi kapitalisasi pasar di Bursa Efek Singapura atau Singapore Stock Exchange (SGX).
Berbagai produk Grup Wilmar antara lain minyak goreng, margarin, coklat, oleokimia, dan biodiesel.
Selain sawit dan produk turunannya, perusahaan ini juga tercatat sebagai holding investasi.
Gurita bisnis Wilmar di Indonesia tak lepas dari peran sang pemiliknya, Martua Sitorus yang tercatat masih merupakan warga negara Indonesia.
Bersama dengan Kuok Khoon Hong, Martua Sitorus mendirikan Wilmar pada tahun 1991.
Wilmar International Ltd pernah masuk sebagai perusahaan sawit terbesar dunia pada tahun 2018.
Awalnya, Grup Wilmar memiliki perkebunan kelapa sawit seluas 7.000 hektare di Sumatera Barat di bawah bendera PT Agra Masang Perkasa (AMP).
Area perkebunan kelapa sawit Wilmar kemudian merambah ke Sumatera Utara.
Dalam waktu relatif cepat, perkebunan sawitnya semakin menggurita di Indonesia hingga ratusan ribu hektare dan berada di atas lahan negara melalui skema hak guna usaha (HGU).
Di Indonesia, merek minyak goreng dari Wilmar adalah Fortune dan Sania.
Sementara untuk pasar global, perusahaan juga memiliki puluhan merek.
Majalah Forbes bahkan menjuluki Martua Sitorus sebagai Raja Minyak Sawit Indonesia.
Matua Sitorus sebagaimana dicatat Forbes memiliki kekayaan bersih sebesar 3 miliar dollar AS, sekaligus menempatkan pria berusia 62 tahun ini di urutan 1.034 orang terkaya di dunia.
Induk PT Wilmar Nabati Indonesia, yakni Grup Wilmar, bahkan dinobatkan sebagai produsen sawit terbesar di dunia.
Selain di Indonesia, perkebunan kelapa sawitnya juga berada di Malaysia.
Kemendag mencatat, induk perusahaan yang berbasis di Singapura ini menyumbang DMO minyak sawit sebesar 99,26 juta liter.
"Berdasarkan data Kementerian Perdagangan antara 14 Februari-8 Maret 2022, produksi terbesar berasal dari Wimar Grup dengan distribusinya sebesar 99,26 juta liter," ujar Mendag Lutfi pada Maret lalu.