Penulis
Intisari-Online.com – Di Mesir Kuno, beberapa pakaian membedakan kelas sosial dari mereka yang memakainya.
Pakaian tersebut juga memberikan serangkaian makna tergantung pada jenis pakaian dan orang yang memakainya.
Kelas imam kuat yang bertanggung jawab pada kuil-kuil Mesir menggunakan kulit binatang untuk menutupi tubuh mereka.
Mereka percaya bahwa kekuatan binatang itu dapat mempengaruhi kekuatan fisik mereka sendiri.
Selain kain tenun, bahan paling umum yang bisa dijangkau oleh semua orang adalah papirus, buluh yang tumbuh secara alami di tepi Sungai Nil.
Papirus, bersama dengan serat nabati seperti cabang-cabang pohon palem yang terjalin dengan ornamen berbagai logam atau batu semi mulai, adalah cara orang Mesir Kuno membuat sepatu.
Sedangkan warna pada gaun dan sepatu memiliki beberapa simbol, antara lain:
Kuning; melambangkan keabadian, tidak dapat binasa, dan tidak dapat dihancurkan.
Warna kuning berkaitan erat dengan emas dan matahari, kuning dikaitkan dengan dewa Ra dan menjadi warna firaun.
Hijau adalah simbol kesegaran dan kehidupan, Bumi, dan kesuburan.
Biru merupakan simbol kebenaran, kehidupan, dan kelahiran kembali.
Putih, melambangkan kemurnian warna, warna kebersihan, dan kesucian.
Warna ini digunakan untuk mewakili pakaian kebanyakan orang Mesir dan secara simbolis terkait erat dengan imamat.
Merah; merupakan simbol maskulinitas, terkait dengan api dan darah, tetapi itu juga bisa berarti kehancuran dan kematian.
Warna ini bisa juga melambangkan warna gurun, yang secara alami bertentangan dengan kesuburan.
Di makam firaun muda Tutankhamun ditemukan sepatu yang terbuat dari emas, kayu, gading, dan kulit.
Beberapa sandal bahkan memiliki gambar yang terbuat dari manik-manik.
Bagi orang Mesir Kuno, sandal itu istimewa, dihormati, dan identik dengan kemurahan hati.
Melansir Historical Eve, Gubernur Mesir Hulu dan Jenderal Tentara Raja, Uni, berkata, “Saya adalah orang yang mengatur tentara, meskipun gelar saya adalah Kepala Pemilik Tanah Firaun, dan yang memastikan keseimbangan situasi yang baik sehingga tidak ada yang mengambil roti atau sandal dari orang-orang yang ada di jalan.”
Ada perbedaan antara alas kaki untuk penggunaan biasa atau sehari-hari dan alas kaki untuk upacara atau pemakaman.
Pada akhirnya, dengan mempertimbangkan kepercayaan kehidupan di luar, alas kaki pun melestarikan tanda-tanda peringkat tertentu.
Maka, menurut Herodotus, para imam dibalsem dan menggunakan alas kaki dengan sandal papirus, dan tidak ada bahan lain yang dapat digunakan untuk alas kaki dan model sandal yang berbeda tidak dapat digunakan untuk upacara-upacara ini.
Sandal putih merupakan tanda kemunian dalam upacara pemakaman, dan ketika jenazah memakainya, mereka muncul di hadapan Osiris sebagai simbol bahwa mereka bebas dari debu atau kotoran.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari