Penulis
Intisari - Online.com -Ketegangan Laut China Selatan disorot langsung oleh kru wartawan BBC internasional yang memata-matai Beijing di Laut China Selatan.
Beginilah sikap China mengetahui munculnya wartawan di perairan sengketa tersebut.
Bulan lalu, televisi pemerintah di China menunjukkan rekaman latihan siang dan malam dilakukan di Laut China Selatan oleh Tentara Pembebasan Rakyat (PLA).
Operasi ini dilaporkan merespon meningkatnya aktivitas Angkatan Laut AS di wilayah tersebut.
Perairan ini telah menjadi perairan di Timur yang disorot dunia, dengan China mengklaim kepemilikan perairan itu.
Melansir Express, China menjadi protektif atas apa operasi yang dilakukan di sana, seperti saat seorang kru BBC temukan dalam sebuah video yang diunggah di YouTube tahun lalu.
Dalam rekaman yang ditangkap oleh kru, mereka bisa dilihat diperhatikan oleh serangkaian kapal China saat mereka berlayar menyeberangi perairan kaya itu.
Howard Johnson, mantan koresponden BBC Filipina, mengatakan: "Ada kapal coast guard China yang memata-matai kami dalam tiga kali. Pertama 200 meter jauhnya, kemudian 100 meter jauhnya, dan kini 50 meter jauhnya.
"Mereka memperhatikan semua gerakan kami.
"Saat ini kurang lebih empat kapal China berpatroli di wilayah itu di pinggiran karang sehingga Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana cara kami masuk ke karang itu sendiri, tapi kami bepergian dalam perahu kecil dan itu artinya kami bisa bergerak di wilayah tersebut tanpa harus melalui 'pintu masuk' yang memiliki titik masuk lebih dalam."
Ia menambahkan: "Aku berbicara kepada kapten kru kami dan ia berkata kepadaku di masa lalu, pra-2012, sebelum China mengklaim Laut China Selatan sebagai wilayah mereka, bahwa area ini dulu dipadati kapal pukat dan nelayan dari Taiwan, dari China, dari Filipina dan dari Vietnam.
"Tapi kini sudah relatif tenang."
Terakhir, Jepang mendeklarasikan dukungannya untuk lebih banyak pengaruh Eropa di Laut China Selatan dan Laut China Timur.
Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi berbicara mengenai bagaimana situasi di wilayah tersebut telah memburuk dan mencatat tantangan keamanan mengancam di laut itu.
Ia menambahkan: "Kami menerima kepentingan yang tumbuh di Indo-Pasifik di Eropa."
Pejabat Jerman mengkonfirmasi mereka akan mengikuti aturan yang diterapkan pada China dan negara-negara musuh lainnya, dengan tidak melanggar batas 12 mil laut yang ditetapkan.
Keputusan ini datang saat Kedutaan Perancis di Tokyo juga membeberkan bahwa mereka telah mengirimkan kapal fregat di perairan Asia.
Sebuah pernyataan dari kedutaan datang bahwa kapal itu "berpartisipasi dalam sistem untuk perang melawan kondisi yang muncul oleh sanksi dari Dewan Keamanan PBB terhadap Korea Utara."
Mereka menambahkan: "Itu adalah satu elemen dari pekerjaan kami untuk keuntungan keamanan wilayah Indo-Pasifik."
Upaya Perancis dan Jerman adalah salah satu yang pertama di Eropa bergabung dengan Inggris mengirimkan kapal-kapal ke wilayah itu di tahun 2021.
Dengan sebagian besar negara-negara di Laut China Selatan melawan klaim kedaulatan Beijing di perairan itu, ketakutan perang telah muncul.
Senator Republik AS James Inhofe mengklaim Beijing sedang "bersiap untuk Perang Dunia 3" di Laut China Selatan, menambahkan bahwa "itu adalah situasi paling berbahaya yang pernah kami lihat sebelumnya".
Tahun 2020, AS menyetujui undang-undangnya untuk mendorong kehadiran militer dengan rencana bernilai multimiliaran dolar.
Pandangan Inhofe disuarakan juga oleh Senator Demokrat Jack Reed, anggota komite pertahanan Senat, yang mengatakan: "Ini adalah pertama kalinya kami telah mundur dan mengatakan: 'Kami memiliki ancaman baru di Pasifik. Kami harus mengambil pandangan menyeluruh'."
China dan AS telah bersengketa secara umum atas perdagangan, virus Corona, HAM, dan sengketa wilayah lainnya, terutama ketika mantan Presiden AS Donald Trump memegang kekuasaan.
AS dan kekuatan lainnya, menolak menerima klaim kedaulatan China di perairan tersebut, mendemonstrasikan kemarahan mereka dengan mengirimkan kapal perang melalui perairan itu dalam patroli "kebebasan berlayar".
Ketakutan konflik antar negara tetap ada, dengan pemain-pemain besar di perairan itu menyiapkan kehadiran militernya.
Pakar seperti Profesor Oriana Skylar Mastro, dari Universitas Georgetown, khawatir pamer kekuatan militer di wilayah itu suatu hari akan menyebabkan konflik.
Wanita itu mengatakan kepada Dewan Hubungan Luar Negeri tahun ini: "Kurasa ada beberapa faktor yang menunjukkan jika China tidak bisa mencapai tujuannya yaitu kontrol de fakto dari perairan Laut China Selatan, bisa memburuk."
"AS dapat bertindak lebih asertif, menuntun pada agresi oleh China.
"Bukan tidak mungkin jika China akan sampai pada kesimpulan bahwa cara diplomasi tidak bekerja.
"Ditambah dengan kemampuan proyeksi kekuatan baru, kekuatan militer pertama kalinya… terakhir, Anda bisa melihat China mengambil aksi militer, seperti merenggut pulau-pulau sebagai aksi kinetik melawan kapal-kapal AS di perairan Laut China Selatan."